Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gaji Penambal Sambal (Cermin)

28 Maret 2012   23:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:20 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Memang disaksikannya ada semacam banner dari karton di tempat parkir spedamotor. Ia catat nomor telpon tersebut.

 

 

Ia mencari-cari dan bertanya pada stand dan konter di area Mall itu --- di lokasi yang strategis dekat kasir supermarket, ada semacam bungkusan bal besar --- terbungkus berlapis-lapis kain dan terpal yang dibelit tali plastik. Itulah yang dimaksud, rupanya.

 

Nyaman, terasa benar penyejuk ruangan.Pak Kasman bertanya kiri kanan --- ia saksikan pula tata letak dan cara pameran barang atau lemari kaca aksesori --- dan gantungan busana.Anak-anak muda yang pada umumnya menjadi waiter atau penjaga stand.

 

Umumnya anak perempuan yang segar dan cantik-cantik relatif.Anak-anak itu berdiri-diri saja, kalau pun ada bangku yang terbatas di antara stand. Pak Kasman telah mencatat telepon yang sama dengan yang di parkiran. Ia menelan ludahnya.

 

Ia menelan ludahnya lagi ketika melewati lobbi tempat stand penjualan mobil 2012 --- cantik-cantik modelnya --- tetapi ia tidak berselera. Sudah 7 tahun ia tidak memiliki dan mengemudikan mobil. Ia benci suasana lalulintas di Indonesia --- tidak nyaman.Dunia telah berubah, dalam hatinya.

 

 

Ia tersenyum kecut, “kebutuhan hidup yang tetap --- tetap ada”. Seperti adagium partai politik (terutama di Indonesia), “tidak ada kawan abadi, kecuali kepentingan abadi”.Pak Kasmantersenyum lagi (ia heran mengapa ia masih mempunyai interes politik) --- sementara politikus Indonesia semuanya pembohong dan pencari lowongan kerja, seperti dirinya.

 

Pak Kasman optimis lowongan itu akan diraihnya --- dari informasi kiri kanan tadi, stand itu telah tutup 7 hari --- banyak pekerjanya tidak betah. Gajinya kecil kerjanya bisa 12 jam. Jam 9 pagi baru bisa pulang jam sembilan malam. Entah berapa kali sudah berganti-ganti penjaganya.

 

 

 

“Iya bu, saya minat pekerjaan itu --- ya saya pensiunan Humas perusahaan minyak bu ……… endak apa-apa bu --- saya juga pernah jualan warungan di rumah …………… isteri saya juga penjaja pakaian kreditan bu…………… saya cocok untuk pekerjaan itu …………. Namanya mencari tambahan, pensiunnya kecil bu --- untuk listrik dan air sudah habis …………….. iuran sampah pun telah dibebaskan, karena tidak ada sampah rumah tangga lagi …………… ya bu …………….. tolong bu …………… bu boleh saya menghadap ke rumah ibu ?”

 

 

 

Iba hati Ibu Kasma --- pelamar ini sudah berumur 72 tahun, suaranya tampaknya masih sehat, tetapi ia apa mampu bertahan menjaga stand jam 10 pagi sampai jam 20 malam (?).

 

 

“Bapak pensiunan Humas perusahaan minyak, pensiunan minyak ‘kan kaya-kaya ?”

 

“Iya bu --- yang kaya memang kaya-kaya bu. Saya orang biasa mandiri bu, single fighter”

 

“Oh, bapak tahan bekerja sampai jam 8 malam baru tutup …………….. mengapa bapak tidak menjadi guru kursus, pengalaman bapak ‘kan banyak”

 

“Bu, toko stand itu dekat dengan rumah saya --- saya juga keliling mendongeng ke PAUD dan Taman Kanak-kanak --- kalau ada panggilan……………. “

 

“Ini kerjanya tidak ada liburnya lho --- dan mungkin hanya sampai bulan Juni, habis kontrak mungkin stand saya pindah ke tempat yang lebih murah…………. “

 

 

 

Hari pertama ia dibantu gadis penjaga stand lainnya --- memasang dan mematut manekin memakai jilbab,torso manekin mematut blus muslimah ---kemudian gantungan untuk gamis dan stelan bordir, gantungan kemeja dan blus batik.Tidak ada meja dan kursi.

 

 

Ia duduki peti persediaan pakaian dan sarung dagangan --- ia ditawari bangku, malah pinggang dan tulang punggungnya sakit, kalau memakai bangku non-ergonomic itu. Ia langsir jalan-jalan menahan kantuk dan menyamankan sendi-sendinya.

 

 

Hari ke-4 pak Kasman menjunjung kursi plastik yang ada sandarannya dari rumah --- ia tersenyum membayangkan --- alangkah gilanya ia menjunjung kursi plastik sejauh 2 km. Rute yang tiap hari ia lalui. Ia tidak tahu apakah pengawas gedung akan melarang ia sedikit menyita gang atau areal yang disewa bu Kasma.

 

 

 

“Bu, Rp. 450.000 ini untuk membeli sayuran yang lembut-lembut, bolet, pisang sekali-kali, buah sayuran, seperti gambas, oyong, kacang-kacangan --- jangan lupa bu, 3 kali seminggu bubur Menado, atau itu lho, masak bubur langsung dicemplungi sayuran ala Orang Flores --- bu jangan lupa sayur lobak yang lembut seperti sayur Oshin --- bu, jangan lupa sambel blacan yang halus dan ………. Sambel cengek pakai minyak jelantah ya bu……………… “.

 

 

Itu malam gajian, ia tiap malam memang baru sampai di rumah jam 9.30. Setelah menutup stand dan membungkusi dagangannya.

 

 

Ia melonjorkan kakinya, ia nyaman-nyamankan semua sendinya --- ia menyandarkan diri menonton berita kegemarannya …………….. pemuda-mahasiswa dan buruh menyuarakan kemiskinan dan kemelaratan ………… Turunkan harga, Turunkan harga ! --- Turunkan kaum Neo Feodal !

 

“Ia tersenyum, itulah gaji terendah yang pernah ia terima dalam hidupnya --- istrinya mengolok-oloknya …………….. gaji penambal sambal !

 

[MWA] (Cermin Haiku -30)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun