Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Khayalan Nyonya Ratri [Mini Cerpen – 85 Novelet 02/11]

17 Agustus 2011   05:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:42 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_126049" align="aligncenter" width="300" caption="Nyonya Ratri pun selalu tergugah Inspirasinya setiap kali mendengarkan Pembacaan Puisi WS Rendra."][/caption]

Tubuhnya berasa segar dan nyaman --- ia merasa sehat segar bugar. Dari kamarnya nyonya Ratri berjalan diatas pelataran yang berbatu menonjol-nonjol, terasa memijit tapak kaki, ototnya, dan sela-sela jemari kakinya. Sehat, bisik hatinya.Ia membuka pintu pembatas.

Ia memasuki ruang yang telah di renovasi --- museum suaminya. Menjelang ia mencilakkan vitase ke arah taman yang ada akuarium air asinnya.Ia sekilas melihat topi gabus milik Pak Mul --- topi demikian itu, selalu mengenangkan ia pada kakeknya.Ismail Nitimihardjo, asisten perkebunan tembakau Deli. Almarhum ada bergambar dengan mengenakan topi gabus seperti itu.Kini pun ia akan segera mengenang bapak Republik Indonesia Tan Malaka --- yang mengenakan topi gabus, bercelana pendek ketika mengorganisir Rapat Umum Ikada September 1945, mendukung Proklamasi 17 Agustus 1945, mendukung Bung Karno- mendukung Bung Hatta.

Mengenang Proklamasi segera saja darahnya mendidih ---- “bangsa ini dalam cengkeraman Penghisap Darah Bangsa para koruptor, para bangsat, para kepinding”, ia segera gemas dan marah.Dari rak kaset dipilihnya Sajak-sajak WS Rendra yang telah dipindahnya dalam bentuk cakram.Sementara lagu-lagu Merry & Fun masih meramu suasana hatinya yang gembira.Segera reda kemarahannya pada para koruptor. Ia terhenyak di kursi kerjanya. Memang rencananya ia akan bekerja hari ini.

Terdengar lagu Among the Forest, kemudian Rasputin --- lagu dan tokoh ini sangat ia gandrungi.Ia sangat mengagumi prikehidupan Rasputin, terkadang ia mengkhayalkan ia ingin hidup di alam misteri Rasputin.Lagu itu pun berlalu. Ia masih terhenyak di kursinya yang empuk dan ergonomik.

Ia mengambil sikap meditatif --- mendengarkan dengan seksama pembacaan puisi oleh Rendra.Ia biarkan terkadang dalam sekejap kata-kata pilihan Rendra itu bergelut dalam kesadarannya. Walau sekejap membinar seperti tenaga pembaruan yang merasuk di dalam kalbunya

Kini sajak Hutan Bogor……………

Badai turun

Di dalam hutan

Badai turun

Di dalam sajak-sajakku

Selalu sayang

Aku terkenang kepadamu

Itu adalah bait pertama dari sajak itu --- segera Ratri terbuai jadi satu pada kata-kata dan intonasi Sang Maestro.Rendra !................................

“…………Badai turun.Di dalam hutan.Badai turundi dalam sajak-sajak ………………..” Itulah bait terakhir yang sangat bergemuruh di dalam sanubari Ratri --- ia terengah-engah berkelindan dalam kata-kata Sang Penyair.Ratri orgasme !

Ia terhenyak menghayati hidupnya yang mencapai ekstasi di dalam kata-kata, dalam alunan melodi, dalam alunan bunyi riak air dan senyapnya hutan.Ratri Orgasme.

Ia tersadar pada pandang matanya --- suatu lukisan perspektif Piramid di atas bukit, yang dilihat dari seberang bukit kecil lainnya.Itulah piramid impiannya. Seperti  di lukisan itu --- piramid itu mengambil model Candi Sukuh, di bawah kaki bukit itu ada semacam amphiteater untuk kegiatan drama dan pembacaan puisi.

Ratrimemandangi lukisan piramidnya, amphiteaternya dan bangunan-bangunan nuansa pendidikan pastilah sangat menarik minat anak-anak muda untukmeng-eksplorasi bakat dan kemampuan mereka. Taman itu nanti melebihi fungsionalisasi obyek turis Singapura di Pulau Sentosa…………….. Ratri tersenyum.Ia terkenang pada arsiteknya.Markus, pembantu-inspirator, co -supporter di dalam hidupnya kini …………………. Anak manja yang disayangnya.Ketiga anak kandungnya telah mentas dan mandiri. Ia puas.

Ratri keluar, taman anggreknya di sana, ada sejumlah ikan koi --- terutama yang berwarna oranye keemasan.Warna favoritnya.Ia henyakkan tubuhnya ke kursi taman, di mana biasanya Pak Mul duduk --- sementara kursi ukir dari Lasem di mana ia biasa duduk. Kini kosong.Ia terkenang adegan mesra dengan pak Mul --- biasanya kemudian pak Mul akan memuaskannya di Sofa Bali yang empuk.Lelaki itu memang sangat setia memuaskan nyonya Ratri, bahkan setelah ia impoten dan invalid --- rasanya Ratri kurang memberikan balasan pelayanan padanya. Tetapi kini Pak Mul telah tiada.

Markus sudah dua bulan ini mengikuti program pendalaman Islam di Mesjid Sunda Kelapa --- danRamadhan ini ia mulai menjalankan Ibadah Puasa.“Max, mama kangen --- nanti kita buka bersama ya.Jeput mama di Kebayoran jam-jam 5, kita buka di Taman SariHotel Sulthan”

“Mama kapan pulang ke Pavilion ?”

“Mungkin nanti malam Max “. Ia merebahkan dirinya di Sofa Bali, biasa iameletakkan satu kakinya di sandaran sofa atau pada bantal guling besar di situ.Ia senang melepas pandang pada fragmen ukiran di mana satu keris nenek moyang pak Mul bersemayam .Keris itu bernama Puspo Sinebar.Ia selalu merasakan taburan bunga wewangian menebar setiap kali ia memandang sosok keris dalam wrangkanya yang sangat indah itu.

Puspo Sinebar adalah keris yang ajaib. Ia bisa berdiri tegak penuh keseimbangan --- yang satu lagi yang adadi dekat tiang ukir kayu jati dari Lasem juga --- keris itu sangat berwibawa, namanyaPemengkang Jagad.Keris itu sangat berwibawa, pemberian seorang Penasehat Spiritual pak Mul di Cepu.Ratri tidakmengerti mengapa setiapkali ia mengenang atau menarik keris itu dari warangkanya.Ia berdebar.Sir.

[MWA] (Bersambung Novelet 02/12]

*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun