Beberapa tahun ini masalah subsidi BBM membuat Rakyat cemas --- subsidi salah sasaran, siapa yang bilang ?Subsidi dinikmati oleh Orang Kaya --- enggak apa asal multiplier effectnya mendorong perekonomian Kerakyatan.
Harga BBM bersubsidi melumasi perekonomian --- produktivitas dibiayai oleh Negara, daya saing lumayan mampu mengkompensirHigh-cost-economy.
Biaya angkutan membantu menentramkan tingkat inflasi.
Yang harus dicegah itu jangan APBN dan subsidi BBM itu menjadi kanal jaringan Korupsi, Manipulasi dan Penyelundupan.
Angka-angka yang menyangkut subsidi harus diaudit dengan benar dan sebenarnya, baik dalam perencanaan (rancangan) sampai dalam implementasi Importasi Minyak mentah dan BBM (Arus Minyak) dan Arus subsidi dari APBN kepada PT Pertamina.
Arus minyak mentah dari Lifting plus Impor yang diolah pun harus clear --- DPR dan BPK harus canggih mengawasi dan meng-audit di arus volume, yang berarti efisiensi dan mencegah kemungkinan deviasi yang merugikan.
Lantas angka yang melintasi Arus distribusi --- kesannya selalu saja informasi kekurangan di suatu daerah.Benarkah itu hambatan --- bagaimana proses kompensasinya. (juga ada informasi di media --- BBM satu tanker diseludupkan dan tertangkap.Yang tidak tertangkap berapa shipment dan berapa perkiraan angkanya ?).
Kalau penyelundupan impor gampang, mengapa pula tidak gampang melakukan penyelundupan ekspor--- Indonesia gampangan.
Konsumsi meningkat mempengaruhi tingkat Quota --- crosscheck ke pertambahan kendaraan, dan kegiatan perekonomian Rakyat betapa meningkatnya (selalu diselingi informasi justru Ekonomi Kerakyatan adalah sektor yang terabaikan dalam distibusi --- mereka membeli dengan Harga Black Market).
Silahkan DPR dan BPK (plus BPKP) mengerjakan angka-angka di Arus Minyak dan Arus Uang yang terlibat lebih Rp. 140 triliun lebih (Belanja kursi Banggar DPR RI yang Rp. 20 milyar saja sudah penuh misteri cuci tangan Mafia).
Apa lagi BBM yang menyangkut Ketahanan dan Kedaulatan Energi --- mudah ditakuti-takuti dengan momok dan tabir asap (ada pembatasanlah, ada jangan bicarakanlah masalah kemungkinan naik hargalah, ada ahihuh konversi kit-lah --- ih !).
Bonafait-lah mengurus “hajat hidup Orang Banyak” --- tobatlah, jangan kait-kaitkan APBN dengan “Celengan Babi” Partai-partai Politik.
IPOLEKSOSBUD HANKAM telah berada di senjakala --- hampir berada di batas kesabaran Kaum Republiken.
Camkanlah --- mengurus Kebijakan begituan saja kok repot ? (kalau Selat Hormuz menimbulkan Perang, itu baru repot Cak) !
[MWA] (Karikatur Sospol – 14)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H