Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia membutuhkan Presiden atau Pimpinan Puncak sekaliber Deng Xiaopeng

1 Desember 2011   23:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Kapal Pecah Hiu Kenyang" --- Pepatah Suku Melayu Indonesia - Malaysia (Teks pamflet di bawah Ilustrasi di atas) 

====================================================================== "Para capres atau calon perdana menteri manapun di dunia layak iri pada Deng Xiaoping.

Betapa tidak, meski tidak pernah menyandang jabatan Presiden atau Perdana Menteri, tapi tanpa keputusan yang dibuatnya, China yang seperti kita ketahui hari ini tidak akan terjadi. Di bawah kepemimpinannya, sekalipun tidak menjabat Presiden atau Perdana menteri atau bahkan Sekretaris Jendral Partai Komunis China, China secara resmi mulai melakukan modernisasi di tahun 1978 dan membuka diri kepada investor asing sebagai penjabaran dari apa yang disebutnya sebagai ”socialism with Chinese characteristics”. Keputusannya itu sebetulnya adalah perwujudan dari visinya yang diciptakan ketika ia belum memiliki posisi yang kuat, dan mesti dibayar mahal di masa Revolusi Kebudayaan.

 

Meski sebelumnya memiliki posisi yang cukup tinggi di jaman berkuasanya Mao Zedong, ia bukan hanya kehilangan kekuasaan tapi dipaksa pergi ke sebuah pabrik di Xinjian oleh rezim Mao di jaman Revolusi Kebudayaan menjadi warga biasa sebagai bentuk penebusan atas ide membuat komunis yang produktif. Dalam sebuah konferensi di Guangzho tahun 1961, ia menyatakan tidak peduli apakah seekor kucing berwarna hitam atau putih, sepanjang bisa menangkap tikus, kucing tersebut adalah kucing yang baik. Respon yang baik atas idenya itu di seluruh negeri dan di kalangan partai membuat Mao, yang khawatir nasibnya terancam oleh Deng, meluncurkan Revolusi Kebudayaan di tahun 1966.”

 

Judul  dan 2 paragraph di atas diambil dari file Revolusi Kebudayaan, tidak ingat apakah itu catatan pribadi apakah kutipan. Lupa.

 

Yang pasti pagi ini merenung dan masgul --- menyaksikan berita “OPM dan Peringatan 1 Desember” --- ingat proses lepasnya Propinsi Timor Timur, dan kalahnya 2 Panglima Kodam Jaya menghandle “pemuda Timor Timur” --- A.M. Hendropriyono dan Soetiyoso.  Indonesia ditaklukkan Fretilin dan Portugal dalam perang militer dan diplomasi.

 

Sedih tidak dapat menemukan dimana letak “kekuatan GAM” --- fakta sejarah mencatat heroisme Rakyat Aceh melawan Hindia Belanda, pengorbanan Rakyat Aceh untuk menyokong Proklamasi Kemerdekaan  dan mempertahanknnya --- dan sejarah Republik juga mencatat Pemberontakan DII/TII di Aceh serta cara penyelesaiannya.

 

Alam Nusantara-lah (Bencana Nasional Gempa +Tsunami) yang mengarahkan penyelesaian masalah “GAM dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh” --- via proses perundingan Helsinki.

 

Sejarah-lah guru Republik ini --- kemenangan penyelesaian PRRI/Permesta; tenggelamnya Orde Lama dan kekuatan komunisme; runtuhnya Orde Baru dan tercetusnya gerakan reformasi --- sampai kini Indonesia belum bisa mengalahkan dan menyelesaikan Budaya Korupsi yang telah menguasai Indonesia.

 

Indonesia memelihara “kekuatan prahara yang menyuburkan kekuatan disintegrasi dan separatisme” --- Balkanisasi.  NATO  bisa datang ke Balkan dengan mandat PBB, NATO bisa intevensi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di mana pun bisa --- apalagi NKRI tidak berwibawa.  Gimpiil !

 

Semangat “SEATO dan ANZUS” bisa membangunkan Kemerdekaan Papua Niugini, (........... dan bisa pula mengibarkan Bendera Bintang Kejora dan Kemerdekaan Papua Barat” ?).  Mereka kini ada di seberang Propinsi Papua Barat dan Papua.

 

Mengerti maksud "Pre-emptive Strike yang dianut Australia dalam pemberantasan Terrorisme ? Mengerti tidak kamu, jabarkanlah !

 

 

Masih mengocehlah kamu dengan pesta pora Budaya Korupsi yang kamu pelihara sebagai katalisator penopang Kekuasaan politikmu.

 

Indonesia belum bisa melahirkan putera Negarawan Penyelamat NKRI --- Indonesia dalam bahaya kegagalan dan keruntuhan.

 

Orde Baru pernah mengeluarkan kesimpulan potensi Separatisme di Indonesia :

 

  • 1.Propinsi D.I Aceh --- karena kekecewaan Rakyat

 

  • 2.Propinsi Irian Barat --- karena kekecewaan Rakyat
  • 3.Propinsi-propinsi di Kalimantan --- Etnis Suku Dayak menyaksikan saudaranya lebih cepat makmur di Malaysia
  • 4. Propinsi Timor Timur --- Fretilin dan Portugal masih menggugat, sementara kekuatan kedaulatan politis RI digeluti oleh Budaya Koruptif --- perang militer dan diplomasi kalah. Timor Leste merdeka. Adieus !

 

Budaya Korupsi harus segera dikalahkan dengan Revolusi Kebudayaan --- merombak Paradigma Kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang Dasar  1945 Amendemen.

 

Tahu potensi separatis lainnya yang kini dipelihara dan diperkembangbiakan ?

 

Lihatlah kekuatan di Asean dan kelemahan penyelenggaraan pemerintahan NKRI di Propinsi-propinsi di Indonesia.

 

Apakah kamu tidak peka-politik ?  Percuma ada kamu, kamu tidak belajar pada Guru Sejarah !

 

[MWA] (Filsafat – 16)

*)Ilustrasi ex Internet

 

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun