Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pencitraan, Citra-Diri, Self-Image; Narcissisme

30 November 2011   14:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:00 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_146625" align="aligncenter" width="560" caption="Pencitraan Pribadi bak sebuah Perangkap --- ketika Anda di luar, hasrat ingin memasukinya --- di dalam Anda kecewa, apalagi ada unsur Narcissisme di sana."][/caption]

Pencitraan adalah penting --- apakah dengan alasan corporated, maupun kelembagaan --- bahkan terutama untuk kepentingan “diri pribadi”.

Self-Image penting untuk pergaulan hidup, pengembangan karier,dan ukuran pencapaian kesuksesan.

Dalam lingkungan sehari-hari --- belakangan ini di Indonesia, telah menjadi adegium politik. Politik Pencitraan --- terasa menyebalkan, apabila telah dibekali sentiment dan sikap politik.Hanya pencitraan dan retorika saja !Huh.

Mengamati daftar isi sebuah buku. Langsung pada topik Self-Image, halaman 11. Begini ceritanya, aneh menyangkut pula topik tulisan sebelum ini.Narcissisme.

Ini saduran tulisan DR Howard M. Newburger dan Marjorie Lee itu : “ Siapapunyang bermaksud mengembangkan ataupun merubah “pencitraan-pribadi-nya”, janganlah terperosok pada salah pengertian seputar Mitos tentang Narcissus ………..”

Memang, pencitraan jangan bercampur baur dengan sikap narcissisme --- yang konotasinya menjadi kasus gangguan psikologis.

XYZ dalah seorang lelaki (kebetulan), setammat SMA di kota di pedalaman Pulau Jawa --- ia bernazar mengelilingi sendang di desanya dengan bertelanjang bulat di pagi buta --- dengan modal ijazah SMA ia merantau ke Jakarta.Di Jakarta dia mendapat kenyataan pahit --- kegantengannya yang ia andalkan menjadi citranya, tidak memuluskan impiannya.

Beruntung Ia mendapatkan cinta seorang wanita karier --- Self-Image-nya selalu menderanya, ia tidak berharga selain menjadi bagian dari bayang-bayang Sang isteri.

Buku melanjutkan tulisannya, dengan mitologi : Narcissus, ia adalah seorang pemuda-gembala, yang dicintai oleh seorang gadis remaja bernama Echo. Sayang, cintanya tidak dibalas Narcissus --- Echo menjadi patah hati dan merana, akhirnya ia menemukan ajalnya dengan tragis ……………… Nemesis, seorang Dewi Pengutuk, membimbing Narcissus ke arah aliran Sungai yang tenang --- ia terpesona dengan citra wajah dan sosok-nya, sudah menjadi takdirnya ia terperosok-terjebur dan ……………mati hanyut. Tragis………..”

Ternyata banyak versi tentang tokoh Narcissus ini, ingat link: http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/29/pewaris-pesona-sang-narcissus/ 

 --- salah satunya, tragedi itu dilanjutkan, Sang Narcissus menjadi asal-usul bunga yang sering tumbuh di tepi sungai,yakni Bunga Narcissus.

Kelakuan yang cendrung menjadi prilaku psikologissemacam itu ---menggila pada sosok tubuh dan wajah, yang dipersonafikasikan dalam segala bentuk ‘pencitraan’ --- adalah mengarah pada kegelisahan batin dan menjadi gangguan jiwa yang berbahaya …………………..

Kembali kepada tokoh XYZ yang bernazar bugil tadi --- hidupnya sangat gelisah dan menderita, karena di lingkungan kerja, dianggapnya ia tidak berarti apa-apa, di organisasi manjerial ia tidak sebagaimana impiannya. Ia macet dalam karier --- isterinya lebih gemilang. Isterinya yang terpandang.

Ketika orang sekitarnya berebut citra dengan titel ke-Sarjanaan --- ia makin ciut.Isterinya mendorongnya agar juga mempunyai gelar kesarjanaan yang keren --- kemudian ia menjadi “Mr. XYZ MBA”,ia menebar kartu namanya yang eksotik dan khas, bermarna hitam --- ia merasa sakit hati sekali apabila si penerima kartu namanya tidak berkomentar, atau seperti tidak terkesan dengan ‘MBA-nya’.

Citranya dianggapnya tetap suram dan makin suram --- sosok tubuh dan wajahnya ia poles pula dengan mobil-nya sebagai penduduk Jakartayang sukses.Ia makin gelisah ‘tubuh dan wajahnya’ plus titelnya, bahkan mobilnya --- tidak mengangkat “Citra-pribadi-nya”.

Karier isterinya makin menanjak --- menjadi Sekretaris Direksi suatu Perusahaan Multi-National --- dengan sisa umur di Instansinya, ia terus dengan grasa-grusu memoles citranya.Ia terjun ke dunia politik.

Dengan apa yang telah diperoleh bersama isterinya --- ia merasa dapat memenangkan Pemilukada di Kabupaten Tetangga desa kelahirannya.Modal Narcissisme di ‘tubuh dan wajahnya’, gelar-gelar kesarjanaan yang didapat (?), modal kekayaan dipertaruhkan. Ternyata Zhoooooong !

Kegagalan di Pemilukada, ia makin merasa tersisih dan terkalahkan di instansinya --- dalam usia di awal 50-an, segera ia mendapat berbagai penyakit degeneratif ………………………… ia terpuruk, merasa menjadi pecundang dalam hidupnya

Ia selalu kecewa bila menatap ‘tubuh dan wajahnya’ di Cermin --- memang Orang Narcissus selalu merasa gelisah, ia ingin selalu ,memoles ‘citranya’.Kini ia terdampar ‘di rumah saja’ --- ia kecewa tidak bisa berbuat apa pun untuk citranya sekarang.

Mengapa ia tidak bersyukur (saja) ?

Masalah pencitraan, Self-Image, citra pribadi --- memang tidak usah harus menjadi gilanya kaum pengidap Narcissus --- bisa pula menjadi ‘metode orang normal’ untuk mengembangkan diri di lingkungan kerja atau sosialnya.Tidak puas-puasnya memoles citra.

Cuma berapa intens-kah? Sebaiknya yang wajar-wajar saja dan rasional --- dan bersikap bersyukurlah.

Karena azab-NYA sungguh pedih, bagi Orang yang Tidak tahu Bersyukur.

[MWA] (Features – 56 Trilogi 1/3; Resolusi Kemenangan ke Tahun 2012)

*)Ilustrasi ex Internet

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun