Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bumi --- Pohon dan Sampah-Sampah di Mana-mana [Hello Hari Ini – 14]

6 September 2011   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:12 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Bunda Bumi Se-Alam --- Maha Kasih Maha Mulia “(Tokyo 27.08.95).Merenung kembali setelah berdiskusi dengan Cucu-ku, 6 tahun. Bumi yang bermata, bumi yang bertelinga, bumi yang hidup dan menghidupi. Oh, cucuku.

Diskusi itu mengingatkan pada foto Alam Tokyo yang tergantung di Ruang Makan.Oh, cucuku --- hayatilah tulisan tangan itu : Bunda Bumi Se-Alam --- Maha Kasih Maha Mulia.

Panorama itu terdapat di tengah-tengah Ibu Kota Jepang --- semak belukar dengan anak sungai yang kecil seukuran selokan, suasana seperti kotaku atau desaku di tahun-tahun 1950-an.Di mana makhluk air masih hidup menikmati kehidupan mereka. Ikan ber-rona warna dan bentuk hiasan --- tumbuhan air yang menyegarkan di air yang jernih.Bukan ikan saja, kuya-labi-labi-kura-kura pun ada bersembunyi di bawah jembatan.

Juga ikan konsumsi, lele, gabus, sepat, betik, ikan pahitan dan ikan sepat siam yang gemuk-gemuk.Indonesia-ku yang makmur di Awal Masa Merdeka.

Di Tokyo tahun 1995, tahun 2002 --- dan meyakinkan sampai kini pun Tokyo dekat dengan Bumi,menyintai Bumi, dan masih hidup bersama Bumi.

Semak belukar antara BostonDurham, Durham- Dover, Portmouth – Kittery --- mengapa semak belukar itu di-manage kawan-ku ---- di kaki Jembatan air jernih mengalir tumbuhan air dan ikan menikmati kasihnya Bumi. Bunga air pun mewarnai Kemerdekaan Orang Amerika.

Di Tepi Jalan protokol di Ibu Kota Malaysia jalan harus memengkol, mengelakkan sebatang Pohon Kayu tua --- Orang Malaysia yang tahu diri menghormati Pohon yang berumur puluhan, bahkan mungkin lebih seratus tahun.Tanamlah sekarang, tunggulah Engkau seumur Dia, atau mungkin malah engkau harus dikebumikan lebih dahulu--- pohon itu lebih panjang umurnya untuk mengabdi kepada Bumi. Sayangilah Pohon.

Ada 3 pohon Cemara yang tingginya lebih 50 meter di kotaku (1950-an), tempat bersarang burung Elang --- entah kapan pohon itu ditebang.Kayunya yang liat, umurnya yang puluhan-ratus tahun. Lenyap seketika --- tidak pasti apakah si Elang hilang duluan atau si Pohon telah mangkat terlebih dahulu --- tempat bertelur, membesarkan anak, mengasuh --- telah tiada.Oh.

Elang-ku hilang (bahkan ribuan burung yang dulu sepanjang hari menghiasi Kehidupan kota pun lenyap entah ke mana).

Ikan hias sekarang adanya di akuarium --- sampah adanya  juga di Jembatan Penyeberangan ---- bertumpuk-tumpuk. Terbuang dan ditimbun. Alangkah bodohnya Bangsa ini.Mengurus perkembangan sampah yang dihasilkannya pun tidak mampu.

Berada di Taman dan Hutan yang mengelilingi Kuil di Tokyo, seperti kita berada di KehutananNegara Bagian New Hampshire, Amerika Serikat--- Hutan yang dikelola dalam Budaya, Taman yang dikelola dengan Budaya --- Budaya yang menghormati “penduduk bumi” yang menyangga Ekosistem Kehidupan. Pohon dan Hutan yang menyangga Ekonomi dan Kebudayaan.

Ya- Allah Tunjuki-lah Bangsa ini --- Ajarkanlah penerapan Ilmu Manajemen Kehidupan.Bebaskanlah mereka dari Kebebalan yang Terkutuk.

Sampah yang dilemparkan dari mobil, ditumpuk di Median Jalan --- berhari-hari, berpekan-pekan, dari ujung ke ujung.Kresek plastik dilontarkan ke pojok Jembatan --- Byaaaaaaaaaaaaaaaar ada pula yang langsung ke Urat NadiKehidupan Bumi. Aliran Sungai.

Oh.

Bangkai tikus dan bangkai ayam dan kelinci --- di buang di tengah jalan di malam hari. Dilindas lalu lintas sepantas pekan. Ludes --- alangkah bodohnya Warga kota-ku.Para Anti-Sosial yang bebal !

Di Orchard Road di Singapura cabang-ranting Pohon Angsana di-manage menjadi Dollar Pariwisata --- Mengapa Orang Singapura tidak takut dengan Pohon Angsana ?Pohon Angsana mampu hidup lebih 50 tahun --- cabang tuanya tahan angin puting beliung sekali pun (tentunya tanam yang berakar tunggang --- management lagi !)

Mereka lebih mengenal Kawasan Tropis ini, mereka lebih mengenal Angin Puting Beliung, mereka lebih menyintai hujan dan selokan.Mereka me-manage itu !Apalah lagi angin sepoi-sepoi basah.

Singapura adalah hutan tropis --- kini sepanjang jalan menuju Airport “Sederhana” Changi --- berjajar pohon Trembesi (Singapura, Pohon Rain Tree), di Pasundan dipanggil “Ki Ujan” --- Trembesi berumur ratusan tahun di kota ku dibabat tanpa penghargaan.Gila !

Kalaulah kita di tahun 2025 melewati lagi jalanan Changi Airport – ke Orchard Road --- pohon yang kini (mungkin) berumur 4-5 tahun, telah mencapai menjelang 20 tahunan --- amboi engkau Singapura, engkau akan tetap lebih makmur dari Kota-ku.

Di Parung-BogorNenek Moyang orang Pasundan telah menanam sebatang Pohon Trembesi --- berumur lebih seratus tahun.Cicitnya yang dungu-bodoh mungkin sebentar lagi akan menebang pohon itu.Teng Eling !

Takut ketimpa tumbangan pohon dan patahan cabang dan ranting --- karena angin tropis --- menjadikannya papan, karena Hutan Indonesia sudah tidak match dengan kebutuhan.

Mengelola apa pun Bangsa ini Mismanagement.Aduh tobat ! [MWA]

 

[caption id="attachment_129785" align="aligncenter" width="720" caption="Secara Budaya (Jawa) Nilai ada 3 Ukuran : Nistha, Madya, dan Utama --- dalam me-Manage Bumi, Indonesia, Nistha --- me-manage Selokan dan Sungai ; Nistha; memanage Kota dan Samah, juga Nistha --- apalagi mengurus Rakyatnya."][/caption] *)Foto ex Internet, Kompasiana-Green

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun