Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tiga Ruang Impian buat Cucu

4 November 2011   22:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  [caption id="attachment_143537" align="aligncenter" width="300" caption="Tiga kali Panen --- Tiga Kali dalam Kemiskinan."][/caption]

 

 

 

(1)

 

                                  Dinding papan jati dari hutan Argasunya

                                  Harus yang berwarna coklat tua, seperti balok dari Lasem Hutan Ketangga

                                  Inginkan pemandangan ke arah Gunung Ciremai piramid tahun 1963

                                  Dengan pesawat convair menyusuri pantai utara Jawa, pulau kecintaan

                                  Ombak putih di Pantai Eretan Wetan, tanpa mangrove tanpa bakau tempat bersemi

                                  Ada pohon perdu Api-api berpucuk merah.

 

 

                           Bukalah tingkap ke arah Utara,  dulunya gadis-gadis mandi bertelanjang bulat

                                  Ramai mereka bercengkrama di musim hujan

                                  Kering kerontang di musim kemarau tanah yang retak

                                  Tidak terdengar canda mereka --- yang mekar pergi merantau ke jazirah Arab

                                  O gadis dalam buaian di emper gubug orang Bongas

                                  Ke mana engkau bertolak dan ingin berlabuh

                                  Termangu menanti kiriman dari Western Union

 

                                          (2)

                                 

                                  O Gadis Orang Indramayu yang merantau

                                  Kapan engkau pulang telah kubuatkan Ruang engkau bermain

                                  Dinding batu bata tidak diplester, agar engkau merasa sejuk di musim kemarau

                                  O Gadis Orang Kapetakan --- pergilah engkau menyekar ke Panguragan

                                  Jumpailah Nyi Mas Gandasari --- Orang Arab pernah tunduk di sini, maka

                                  Tundukkanlah Orang Arab di jazirahnya, O Gadisku yang sakti : tundukkanlah

 

                                          (3)

                                 

                                  Ruang ketiga menghadap ke Selatan

                                  Ada rumpun bambu dengan latar padang ilalang

                                  Di kananmu arah Kiblat --- di ruang luas barat ke timur

                                  Tempat penjahitan usaha konveksimu.  Menjahitlah cucuku

                                  Kita Orang Indramayu yang tahan peluru di pemberontakan Cirebon tahun 18-18

Orang Karawang datang menyerang, menyeberangi Cimanuk tuk sampai di Tanah

Wiralodra --- menyerang Kolonel Van Yet dari Semarang.

    Kang Jabin yang bertahan di Tanah desa Legun di dekat Cirebon

    O Gadisku anak Orang Surapati --- tiada gentar hidup menderita

    Tapi pulanglah ke Ruang Penjahitan sarung dan kelambu, tidak menyerah pada derita

    O Gadis anak Canggah mBah Buyut Nyi Pentol

    Datanglah cucuku ke Ruang Penjahitan di bawah duct beton

    Potongan benang perca-perca berserakan, biarlah

    Angin Laut Jawa dari Pantai Losari --- menyusur Luragung balik ke Wanasaba

    Tiba di Palimanan menjadi duit

    Tiba di Arjawinangun menjadi uang

    Berilah rotan pada Orang Tegalwangi --- dari Rimba Jambi menjadi Dollar !

 

    (buat Pahlawan Devisa Almarhumah Ayu Sri Rahayu – 17 tahun, pulang berbungkus

    kafan sebesar debok pisang, telah dimakamkan di Kampung Halaman)

 

[MWA] (Puisi di atas Sofa – 05)

*)Ilustrasi ex Internet

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun