Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Geger Stok Beras --- Penyebab perbedaan Kesimpulan --- sama selama Kurun 7 Tahun ini,

3 November 2011   13:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:06 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_141442" align="aligncenter" width="220" caption="Hanya satu Penyebab Kegagalan Implementasi Rencana --- yakni Mismanagement. Apa mau dikatakan ?"][/caption]

Arahnya bisa Krisis --- mempertahan level Swa Sembada pangan, katakan beras.  Enggak stabil.  Penyebabnya telah diketahui beberapa dekade yang lalu --- bahkan dalam kurun 7 tahun  penyebabnya sama.

Apa itu ?

  1. Petak persawahan dikonversi jadi Perumahan, dikonversi penanaman Budidaya lain --- penduduk bertambah, petak sawah net berkurang
  2. Produktivitas per hektar selalu terganggu dengan penyediaan bibit, distribusi pupuk,  input-output ratio tidak merangsang petani, petani selalu pihak yang dikorbankan.  Harga input naik, harga produksi setelah panen tidak berpihak pada petani. Bahkan uniknya yang untung Sang Pedagang perantara.

 Beberapa instansi yang berkepentingan  yang  berbeda, data yang diolahnya konon bisa berbeda-beda --- sehingga kesimpulannya pun bisa berbeda.

Di penghujung tahun 2011 ini berdasarkan data yang dikeluarkan BPS --- hasil panen padi konon defisit , mengapa “konon”.  Karena data yang dikeluarkan BPS dengan data Kementerian Pertanian, biasalah --- tidak sama, setidaknya tidak sinkron. Lho ?

Tujuh tahun yang lalu keadaan data yang menjadi rujukan Pemerintah dan Instansi yang berhubungan --- selalu saja bisa menghasilkan kesimpulan yang berbeda, memang datanya berbeda untuk hal yang sama .Nasib --- sampai sekarang pun masih begitu.

Bagaimana mau sampai ke Angkasa Luar --- di bumi saja kacau balau.

Kebetulan pagi (Kamis 3/11) ini mendengarkan acara Radio Elshinta, dengan narasumber Erik Satria Wardhana (Anggota DPR RI) plus Wakil Menteri Pertanian (yang sebelumnya Kepala Biro Pusat Statistik) --- dalam membahas defisit  produksi  terhadap kebutuhan jaminan stok beras nasional.  Memang diakui bahwa masih saja ada data yang tidak sinkron (baca, tidak sama untuk kesimpulan jumlah produksi beras nasional).

Aneh ini Bangsa --- bertahun-tahun menanam padi, begitu ada variable konversi petak sawah. Entah jumlah, entah kurun pengambilan data, entah apanya; yang jelas bila akan digunakan data itu, lantas malah menjadi persoalan bertambah pelik.

Biasalah --- pembicaraan mereka menyangkut kemampuan Bulog yang tidak bisa menyerap produksi petani, karena harga yang ditetapkan pemerintah lebih rendah dari harga pasar yang ditawarkan petani.

Uniknya terungkap pula harga yang ditetapkan pemerintah itupun sampai di petani makin  rendah, karena biaya ini-itu. Anehya --- jadi produksi pertanian, stok di petani –masuk ke pedagang perantara- pindah lagi ke pedagang-pedagang.  Bingung berapa stoknya kini, di mana ya. (Jadi ingat geger-geger razia gudang pedagang besar beberapa waktu yang lalu)

Stok di Bulog diperhitungkan kurang untuk menjamin stabilitas Ketahanan pangan.  Impor saja le !

Erik Satria Wardhana malah mensinyalir, data produksi beras tidak meyakinkan itu --- memang dibuat kisruh begitu.   Agar membuka wacana untuk impor.  Karena ini Indonesia, kita bisa juga percaya, bisa jadi memang dimanipulasi demikian.

Impor gampang --- ada rentenya, ada fee ini-itu.  Jadi perberasan ini seperti Indonesia masih baru belajar mengelola stok nasional.  Terus-terusan membingungkan.

Tiap tahun menanam padi --- ribut hitungan pupuk, persediaan, distribusi --- tambah lagi ada “yang disubsidi” atau yang dipalsukan, ada yang di-over bag, di-oplos..  Wah, sampai-sampai di petani sudah runyam.  Bibit dan Obat anti hama begitu juga.  Runyam.

Infra struktur agar musim tanam memenuhi kebutuhan air, agar produksi bisa dicapai sesuai dengan target ---- rupanya belakangan ini pun hancur-hancuran.  Mengapa bisa begitu ?  Enggak ada anggarannya atau bagaimana sih ?

Kesimpulan mutakhir --- Biro Pusat Statistik memperingatkan kemungkinan terjadinya kondisi rawan pangan pada akhir tahun 2011 dan awal 2012.  Mengapa di Indonesia selalu sekali seperti mengalami “Gledek ditengah hari yang benderang”  ya

Pemerintah mencanangkan target  surplus 10 juta ton beras, dan swasembada jagung, kedelai, dan gula --- nyatanya malah produksi beras, jagung, dan kedelai malah menurun !

Yang bikin tambah kritikal --- PM Yingluck Shinawatra dari Thailand pun membatalkan komitmen ekspor beras untuk Indonesia --- memang harga pangan dunia sudah disinyalir PBB sejak 3 tahun yang lalu ---- akan menanjak. 

Bukan masalah pasokan, tetapi di banyak Negara kini sudah tiba di program “memproduksi Bahan Bakar Nabati”, bahan pangan jadi inputnya  ---- jadi harga bahan pangan di Pasar Internasional memang akan menanjak.

Sudah benar Pemerintah Indonesia mencanangkan swasembada beras, dan meningkatkan berbagai bahan pangan  --- Cuma itu tadi. Pemerintah Indonesia lemah di Implementasi.  Mismanagement !

Lha gawat ini --- mau impor angel, jangan-jangan  nanti harga tidak terjangkau.  Piye ?   Nyanyi bae le !  Kompensasi.

Data amburadul, implementasi Perencanaan enggak genah --- mau impor, negeri produsen enggak mau jual (mau pakai sendiri atau minta harga lebih tinggi) --- ketiban uncontrollable factors, masalah perubahan iklim.  Bagus.

Jadi excuse, jadi “kambing hitam”. .  

Pada hal karena Mismanagement dan kurang cerdas saja

Bertahun-tahun, Indonesia begini terus, tidak maju-maju --- mengolah data tidak becus, apalagi melaksanakan Strategic Planning.  Mengelola kurun waktu satu tahunan saja, dari Perencanaan –Implementasi- dan Pengendalian semuanya amburadul

Dari satu musim tanam yang satu ke berikutnya pun, selalu gamang membuat geger.

Program ada, anggaran ada tetapi tiba di-Implementasi telah di-intervensi oleh Mafia Anggaran.  Budaya Korupsi.

Data kalau di manipulasi memang yah gampang banget, semua bia dikomersilkan  --- seperti juga Survey pun konon bisa dipesan “maunya apa

Itu semuanya gambaran Budaya Indonesia yang Retrogresif.  Mundur tidak teratur.

Lantas apa yang bisa diharapkan Rakyat ?   Semuanya tidak bisa dipercaya --- Selain akan mengalami Krisis Pangan, Indonesia juga telah mengalami Krisis Kepercayaan. Gamang-lah.

(bahan bacaan Harian Kompas 031111 dan Siaran Radio Elshinta pagi 031111)

[MWA] (EkonomiNet – 31)

*)Ilustrasi ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun