Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Terlarang dalam angkot jurusan kota intan (Puisi dari Jendela Bis)

23 Oktober 2011   00:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_138820" align="aligncenter" width="298" caption="Bangsa yang dikepung Jebakan --- narkotika, perkosaan, pengangguran, kemiskinan, kebohongan, pencurian, tawuran, perpecahan, pemalsuan, mabok-memabokkan --- Budaya Korupsi ditegakkan."][/caption]

Cinta

Sex

Dari apartemen, dan

Tukang Tambal Ban di pinggir jalanan

 

Gelora nafas dan kenikmatan --- rayuan dan sentuhan --- janji dan nasi bungkus dari warung tegal kota bahari

Kamar kos-kosan, anak perawan yang dirugikan

Anak perawan yang bodoh dalam kedunguan

Rayuan gombal

Rayuan mie instant dari warung di bawah jembatan

Hamil engkau akan terbuang.

 

 

Cinta adalah pengorbanan dari uang milyaran dari si Neneng atau si Mindo di Kuningan

Si Wati dan si Nur dari Marunda dan Pasar Ular Tanjung Priok, agak ke kanan menuju Pasar Ikan

Si Ambar atau si Mar, perempuan miskin Orang Pinggiran --- suku anak dalam Kota Metropolitan

Yang tersesat di Terminal Pulo Gadung atau Kampung Rambutan

Di pagi buta atau kemalaman

Dikerjai oleh bandit-bandit Ibu Kota --- tahukah polisi ?

Oh, mereka tahu dari Koran --- ada korban

Mayat di dalam kardus

Mayat bocah diperkosa – lantas dibuang dengan koper warna biru di jalan by pass

Oh, hanya itu

Para perempuan pulang malam yang diperkosa di angkot

Para perempuan yang melompat

Para perempuan yang berteriak di bawah pohon Bougenville

Gadis ingusan anak jalanan --- mereka menyerah karena hidup harus dibayar

Lihatlah di rimbun pohon-pohon di Jatinegara

Di selokan perkampungan Orang Pinggiran

Hidup harus dibayar

Makin rendah tingkatan sosial --- bayaranmu lebih mahal

Tidak ada Negara akan sempat memperhatikan

Hidup harus dibayar

Ayyin membayar hidup yang nyaman dengan menjebol tembok penjara --- membangun enclave hidup perlente

Engkau Minmin gadis ingusan kolong jembatan

Bayarlah dengan paha berdarah di pinggiran rel di Pal Merah.

Bayarlah hidupmu !

Negara membutuhkan pajak bukan untukmu.

 

[MWA] (Puisi dari Jendela Bis – 10)

*)Foto ex Internet

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun