Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wa Ode Nurhayati [2010 Puisi -10]

13 Juni 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:34 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_113999" align="alignleft" width="300" caption="Belajarlah Memberantas Budaya Korupsi kepada Presiden Hu Jintao dan Negara Cina Kontemporer !"][/caption]

Dari serambi rumah Bupati Jepara --- di selatannya ada pohon Sawo kecik

Adik

Jangan dikau gentar dengan para lelaki berwajah, merah padam bopeng-bopeng itu

Tu di sana ada lelaki daripintu Nusantara --- ia membenamkan wajahnya yang memerah, panas mendidih

Karena malu

Karena panik, dik

Adik

Jangan dikau gentar dengan para lelaki berwajah pisang goreng di Lobby hotel-hotel berbintang

Jangan dik

Adik

Dikau lihatlah para lelaki masuk ke mobilnya yang mewah --- yang joknya berdarah, ban mobilnya pun berdarah.

Rakyat di pinggir jalan bersorak menyoraki anggota parlemen pemakan barah

Barah

Darah dari pori-pori tambang-tambang, hutan-hutan dan lautan

Barah

Darah dari pelabuhan bea dan cukai --- dan pajak-pajak yang ditarik dari tanah gersang di Tanah Flores

Darah dari pungli-pungli oleh mobil sedan putih biru di sepanjang jalan tol

Hina benar bangsa ini

Hina dina bangsa ini --- yang bersorak karena marah, bukan karena benar

Hina dina bangsa ini --- yang tidak tahu malu berbelanja mewah sementara Rakyat menjemur nasi aking yang berbau

Naikilah mobil mewahmu --- ‘tuk melarikan diri karena ketahuan kejahaman-mu

Naikilah pesawatmu --- ‘na kau tidak tahu mau berbuat apa lagi setelah belangmu ketahuan jua

Adik-ku rangkul-lah Rakyat yang berjejer

Yang bertangisan

Yang harapannya terlepas lagi, dan

Lagi

Lagi Mereka menangis lagi.

Kejahatan dalam bangsa ini sudah memborok ke dalam Galih Asem yang Sakti

Akan tumbang ke Neraka

Beri komando Dik --- agar Rakyat merapat ‘tuk menyaksikan Para Koruptor digantung sepanjang Tol Dalam Kota.

Siapa yang menjadi Algojonya ?

Katakan : aku yang dilahirkan Kartini !

(MWA)

*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun