[caption id="attachment_102924" align="alignleft" width="300" caption="Kita menginginkan Kemakmuran, bukan Kehancuran !"][/caption]
Ancaman Bom adalah finalnya, kematian --- tergelitik tulisan di Detik.com, Jihad ala Syekh Siti Jenar --- matilah dari pada hidup !Filsafat Syekh Siti Jenar memberi dua titik saja :Hidup - mati--- dalam keadaan anak-anak muda menghadapi realitas : kapan juga harus mati, sementara hidup susah tidak ada harapan.
Yang mencuci otak mereka adalah kemiskinan !
Tertawa menyaksikan penjelasan Mantan Orang Intelijen atau dari BNPT --- bahwa mereka berani mati karena menginginkan bidadari di surga --- itu mungkin dulu.Jaman para wali saja, merujuk salah seorang wali (?), sebutlah Syekh Siti Jenar : persoalan hidup atau mati --- sama saja.Apalagi bila dijelaskan secara kontemporer --- Filosofi Kemiskinan; pendapatan tidak mencukupi, anak akan dilahirkan dan diberi makan.
Bagaimana ?(Filosof Amerika Serikat : Rudyard Kipling )
Bagi yang normal --- mengharukan --- secara ideologis, sosiologis maupun psikologis. Ah.
Paragraf di atas adalah ekstensi tulisan di Detik News --- cari referensi, ingat :
- Semboyan Perang Kemerdekaan : Hidup atau Mati !
- Pujangga Angkatan 45, Chairil Anwar : Hidup …………setelah itu Mati berarti !
- Pepatah Nenek Moyang : dari pada hidup menanggung malu, baiklah mati berkalang tanah.
- Pernah ada poster di kantor pendaftaran Sukarelawan Afghanistan untuk mengusir Uni Sovyet dan Rezim Komunis dari sana --- terbentang di Jalan Menteng Raya :“Ke Afghanistan tidak berarti mempercepat ke-matian --- tetap tinggal di sini juga tidak berarti mampu menunda ajalmu”
Hidup atau mati itu dekat sekali --- yang masanya lama, dan mengalami berbagai tantangan adalah hidup sosial, hidup ekonomik,atau hidup-hidup yang dijanjikan oleh Kontrak Sosial --- oleh Konstitusi, Undang-undang atau Ideologi ---- hidup dalam buaian cita-cita.
Das Sein & Das Solen !
Adalah buku berjudul Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar --- Konflik Elite dan Lahirnya Mas Karebet, Dr. Abdul Munir Mulkhan, Penerbit Kreasi Wacana, Cetakan ke-5 tahun 2002, Yogyakarta. Dalam Pengantar Editor, dinyatakan : “Bahwa agama telah memberi perangkat untuk mempertahankan hidup, yaitu ‘tidak takut mati’.”
Keberanian mati tidak semata-mata masalah pencucian otak (canggih atau dengan iming-iming) --- yang melakukan bom bunuh diri, bisa dilakukan Gerilya Tamil atau model-model Orang-orangIndonesia yang telah kita saksikan.Serangan penabrakan pesawat ke Menara WTC 9/11 tidak lebih hebat daricara Angkatan Udara Dai Nippon dalam Perang Dunia II, Perang Pasifik : Kamikaze --- Tora, Tora.
Aduh ?
Ideologi memang selalu bicara cita-cita :kehidupan surgawi --- Adil makmur; Masyarakat Tanpa Kelas atau apalah …………………….
Jadi Sense of Crisis para Jenderal Kepolisian dan Pejabat di Badan Intelijen harus radikal, mengakar penyelesaian-nya secara ideologis---- terutama Pemerintah.Berilah Directing, Leadership dan Kinerja yang nyata untuk mencapai Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Undang-undang Dasar 1945 Amendemen.
Itu konkrit-kan !Temukan “Radix-nya” --- akar masalahnya.
Dalam beberapa bulan ke depan NKRI akan merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-66 --- 35 tahun lagi Republik Indonesia akan berumur 100 tahun.Akankah kita, Bangsa Indonesia ini --- tetap akan berkutat dengan masalah-masalahpengkhianatan, Budaya Korupsi dan Kemunduran Budaya ? Karena Budaya Bangsa-bangsalain makinjauh meninggalkan kita.
Dari buku itu demikian banyak pembahasan mengenai beberapa tokoh, antara lain Ki Lonthang Semarang, pengikut Syekh Siti Jenar ……………tetapi secara scanning, inilah di antaranya : “…………Para santri memakan dengan lahap, meskipun lagaknya seperti orang yang tidak suka makan. Itulah gambaran raja penipu. Bonang, jangan kamu berbuat yang demikian. Ketahuilah dunia ini alam kematian, sedang akhirat itu alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu ……………..”. (h. 145)
Ini adalah salah satu skenario…………Sunan Bonang dengan Sunan Kalijaga ; Sunan Bonang lalu berkata dengan lemah lembut kepada Mlaya Kalijaga : Hai adimas, bawalah semua jenazah ini keluar, bangkai Siti Jenar saja yang kamu bawa pulang untuk disampaikan kepada Sri Naranata Sultan Bintoro dan para Wali Songo. Empat jenazah lainnya kamu serahkan saja kepada yang mempunyai waris ………………..” (h. 262)
Jaman Syekh Siti Jenar adalah konflik ideologis dalam artian filsafat dan Tauhid Islamiah ---- kini masalah Indonesia adalah konflik Ideologis antara Das Sein dan Das solen --- antara cita-citadengan realitas yang dihadapi Orang Indonesia.
Antara kegamangan Masyarakat Indusrial dengan motivasi dan hasrat memanipulasi semua yang bisa di-engineering untuk menghasilkan uang.
Mencari jalan pintas yang penuh resiko.
Filsafat Manusia, ternyatayang menjadi akarnya adalah bisnis risiko.
Siti Jenarisme, filsafat itu konon mengendap dan berkembang di Cirebon dan Sekitarnya --- selain di Jawa Tengah.
Keinginan kita --- Masyarakat Adil Makmur, Gemah Ripah Loh Jinawi --- Tata Tentrem Kerta Raharja. Secepatnya --- agar terhindar dari risiko keresahan, kecemasan dan kematian yang sia-sia.
Merdeka !
*)Foto ex Internet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H