Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nyonya Ratri Memperjuangkan Anak Bungsunya [Mini Cerpen 70 –Novelette 02/2]

20 April 2011   09:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_101934" align="alignleft" width="300" caption="Oh, hidup yang sehat dan berkelimpahan --- apakah ada artinya kalau anak-anak tidak mentas dengan bahagia ?"][/caption]

Jam masih 3:47 pagi --- Ratri bekerja diiringi musik klasik kegemarannya.Kemudian menyandarkan sosok tubuhnya ke sandaran kursinya. Terasa empuk memeluk dirinya.Ia raih remote --- mengganti ke musik Kitaro.Setelah Matsuri dengan tekun ia simak, ia bosan dan memindahkan ke rentak Ravi Shankar …………………..ia menyenangi perkusi dan hentakan musik seniman India itu ………..ia hayati bunyi tabla dan gesekan cello.

Oh.Terdengar lagu Meeting Along the EdgeIa membayangkan di puncak bukit wadas, jurang dan kabut pagi mengambang di liku-liku desa-desa di lembah.Nun berkas cahaya surya di ufuk timur.Oh.

Ia hembuskan nafas berat yang mendesak dadanya.Ia matikan musik dan mencoba mencari kicauan burung, yang biasanya pada jam-jam itu telah mulai meningkah tirai subuh. Suara adzan.

Ia sampirkan muknah --- ia sudah tidak tahu harus berdoa apa lagi. Ia menyadari Allah telah memberikan banyak sekali dalam hidupnya.Ia tidak mempedulikan lagi “cobaan cobaan” yang harus disandangnya.Suaminya sakit tua.Wajar.

Justru masalah kehidupan dan perkembangan anak-anak dan cucunya yang menjadi perhatiannya ---- ia malu untuk berdoa lagi, sudah terlalu banyak Allah memberikan rejeki baginya.Masalah anak-cucunya adalah masalah “fiddunya hassanatan” --- ia yang harus memanage-nya.

Karena masih hidup di alam fana ini dengan kesehatan yang prima --- dia yang harus menyelesaikan pekerjaan dunia ini !

Ia menelpon Iroh : “ Ir, bagaimana bapak ?”

“Ya, okay “. Ia merasa lega

Ia menelpon Betty : “Sudah sholat ?Hari Rabu begini semua ke sekolah ?Apakah Romy sudah bangun ?..........................banguni suruh sholat !”

Ya, kedua cucunya anak dari anak bungsunya hari ini ke sekolah--- satu TK B yang satu baru Kelompok Bermain. Ratri tersenyum.Ia bangkit kembali ke Mushalla-nya.Melakukan sujud ke arah Kiblat.Ia tidak berdoa lagi, hanya mengucapkan syukur dan istigfar.

Jam 11 Romy dan Betty tiba dengan dua cucunya --- anak-anak itu bermain ayunan di halaman di depan beranda.

“Rom, ya sudah tutup saja show-room mobil bekas itu.Segera renovasi, jadikan toko batik --- toko grosir serba batik.Bet, berdasarkan pengalaman di Tanah Abang --- rumah Kebon Kacang jadikan gudang.”

“Iya bu “ hampir serentak kedua anak menantu itu menjawab Sang Ibu.

“Nanti ibu transfer Rp. 450 juta ke rekening Romy --- Bet, yang 150 juta ambil untuk make-up ruko Kebon Kacang”

Betty mengangguk --- di luar riuh suara cucunya berkejaran.

Mobil Romy dan Betty telah menghilang --- Ratri menuju rumah di samping, membuka pintu pagar besi.Ia lihat suaminya telah dimandikan oleh Iroh.Dipegangnya kening suaminya --- merasakan suhunya, dijabatnya punggung telapak tangan suaminya.

Tangan itu berkriput --- dingin lembek, walaupun wajahnya tambun, tetapi bergelambir --- matanya tetap tertutup. Tak tampak lagi emosi ke hidupan di wajahnya.Ia lelaki tua berumur 77 tahun.

“ Ir, hari apa jadwal bapak di-echo ?’

“Besok Kamis bu “Ratri meminta catatan kesehatan suaminya yang dibuat dokter Dermawan.Membacanya --- ia singkapkah vitrase jendela kaca,dan menjulurkan kepalanya untuk melihat pohon salam di dekat kamar suaminya --- ia mencari burung yang berkicau di situ.Burung kutilang.

Ia kembali ke kamarnya --- dilihatnya ada SMS : “Anak-anak memperhatikan tindakan --- mereka tidak mendengarkan kata-kata “Paul Hanna.

Ratri tercenung --- ia sandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, ia lonjorkan seluruh paha lutut lurus sampai jempol.Tubuhnya terasa nyaman. Ia tersenyum dengan sikap “penyu”meditasi ciptaannya sendiri. Ia memang wanita kreatif ---- sampai sikap meditatif pun ia ciptakan sendiri untuk tubuhnya.

Ia latih Kegel di alas tubuhnya --- terasa nyaman ke pangkal pahanya --- terus ke labia mayora dan labia minoranya.Ia tidak heran mengapa tubuhnya masih bisa menikmati getar seksual.“ Aku wanita sehat kata hatinya “.

“Martin apa maksud kata-kata mutiara yang kamu kirim terakhir ?”

“Oh, itu aku kutip dari sebuah buku kecil, The Mini Motivator , Paul Hanna --- Tips Kilat untuk memotivasi Karier dan Kehidupan “. Cekatan sekali Martin memperjelas arti kata-kata mutiara itu.

“Kamu berhasil mengentaskan seluruh anak-mu. Berapa anakmu ?”

“Empat, si Sulung di Amerika, ia permanent resident di sana --- ia berbisnis perlengkapan Yacht dan kapal pesiar, dengan pacar abadinya “

“Maksudnya ?”

“Mereka hidup bersama tanpa nikah”

“Ha !”selanjutnya Martin menceritakan macam-macam polah hidup anak-anaknya.Tetapi secara tuntas --- konon ia telah mengentaskan mereka semua.

“Yah, sebagaimana dinyatakan dalam puisi Khalil Gibran --- mereka telah kita lepaskan sebagai anak panah.Merekalah yang mempunyai hidup “.

“Martin tetapi aku bertekad sepanjang hidupku ku-abdikan kepada anak-cucuku --- semoga aku senantiasa sehat dan tetap cerdas dan cekatan”

“Mas Yoto bagaimana keadaan-nya”

“Ya --- itulah yang masih kuanggap titipan untuk dirawat --- ia telah tidak berkomunikasi dalam bentuk apa pun. Cuma nyawa dan wujudnya masih ada. Tidak ada komunikasi sama sekali --- tetapi ia tidak koma ”.

“Komunikasi badani sejak kapan terputus ?”

“Ih, sudah lama sekali --- belas tahunlah !”

Ratri menelpon anaknya yang di Sukabumi --- “Sehat anak-anak Ram ?”Ramses melaporkan keadaan dan kepintaran anak-anaknya.

“Bu, Pabrik kayu bagus berjalan mulus ---- bahan baku saja yang tambah sukar.Parquette bagus pasarannya.Tampaknya dua apartemen di Simprug itu kontraknya akan terus diperpanjang bu --- kalau ibu percaya, pinjami lagi duit bu.Dua milyar, untuk mengontrak tanah dan menanami 20 hektar tanah dengan mahoni bu --- kayu kelapa juga dari Jampang Kulon bagus bu.Kapal ikan juga kini saya gunakan pukat harimau bu. “

“Banyak bu, banyak yang menggunakan pukat harimau---- dua unit mungkin akan saya ganti dengan mesin baru bu --- bersaing dengan kapal ikan asing bu”

Ratri diam saja mendengarkan. Konon memang banyak kapal ikan asing yang beroperasi di Indonesia.Legal enggak legal-lah.

“Salam buat Lilih --- cium untuk semuanya”

Ramses anak kedua, bisnisnya bagus , walaupun terus-menerus minta input dana segar.“Biarlah itu rejeki anak-anak-ku” kata hatinya.

Anak sulungnyaRadityo --- sudah makmur. Ia telah mendapat hibah pabrik pakan ternak di Lampung.

Ia kembali mengenang Romy --- bisnisnya belum ada yang mantap.Toko diPasar Tanah abang dikelola Betty --- yah survive saja sudah syukur.

Showroom mobil bekas di Buaran akan ditutup, karena rugi, bengkel di Jatinegara juga telah ditutup, rugi ---- dulu mengurus restorasi Cirebon Ekspres juga tidak maju. Di Parahyangan juga berakhir tidak menguntungkan.

Kini Romy ingin memperluas bisnis tekstilnya, dan mengelola bisnis Jasa Logistik Antar Pulau.Ratri akan mensupport rencana anaknya itu --- iaakan menghubungi teman lamanya yang mempunyai perusahaan Ekspedisi. Kalau perlu joint.

“ Tris, aku mengundang makan malam --- nanti aku kenalkan sahabat lamaku”

“Cowok ?’”

“Iya dong --- pokoknya you akan kepincut deh” setelah ajuk mengajuk soal “lelaki” kemudian restoran yang dipilih. Kedua wanita kaya dan masih genit itu tertawa cekikikan.Konon itu “jamu awet nom”.

“Martin di Jenghis Khan ya --- nanti you akan kukenalkan ibu Tris, sahabatku --- pebisnis ulung lho. Aku ingin menitipkan Romy pada bisnis logistiknya”.

“Menarik juga --- biar aku yang menjadi komisarisnya”

“Aku banyak teman kalangan bea cukai --- kalau mau maju ya nyeludup sekali”

“Janganlah --- nanti anak susah, kita terbawa-bawa.Biar main kecil-kecilan saja.Main kontainer you ngerti ?”

Konon mereka bertiga akan bertemu dengan acara makan malam --- bicara-bicara bisnis. (bersambung ke Novelette 03/2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun