Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Crop Circle di Tanah Jawa; Pulung ataukah Teluh Braja [wayang Kontemporer -14]

2 Februari 2011   00:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:58 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_86874" align="aligncenter" width="300" caption="Nenek Moyang Orang Indonesia mewariskan Ilmu Kawaskitan."][/caption]

Sang Batara Narada yang berasal dari Siddi Udaludal itu, tersenyum simpul --- hampir tertawa.  Ia menyaksikan betapa Togog sedang intercept di Pemerintahan NKRI --- Togog sedang memamah biak hasil panen dari Ditjen Pajak.  Ha ha  ha. Ia juga menyaksikan pula Orang Yogya dan Orang Tanah Pusaka --- ter-heran-heran "timid" (lihat di kamus Inggris). Memperdebatkan Crop Circle. Ha ha ha. "Eiiiiiiiit, Resi Kanumayasa, sampaikanlah pesanku pada manusia bumi di Tanah Nusantara ".  Semula tidak jelas apa yang dibisikkan Hyang Narada ke telinga Sang Resi --- karena mereka berdua duduk di atas dua batu yang berhadapan di Pertapaan Parenama di daerah Pacitan sana. Rupanya ini isi wejangan dengan wisik itu : Crop Circle itu adalah lambang kontemporer Ajaran Suci Rahayu --- ajaran bagi manusia untuk mencapai kehidupan bahagia, rohani dan jasmani. Maka ia dinukilkan di hamparan sawah ladang untuk dipanen manusia --- entah ladang gandum entah sawah padi. Pokoknya ke kawasan Arcapada yang budayanya stagnan dan paceklik akan menghampiri. Adalah badan wadag jasmani manusia itu dibekali  dengan 8 unsur, yakni :

  1. manik-manik ( berwarna mutiara)
  2. emas
  3. perak saloko
  4. timah putih
  5. tembaga
  6. besi
  7. garam
  8. belirang.

(apakah dikau membaui wedhus gembel ?) Ke-delapan unsur itu adalah perlambang "Angger-angger ing ngagesang " . Pedoman hidupyang dinamakan Hasta Brata atau Hasta Gina. (di dalam mikro kosmos kehidupan wadag manusia itu --- kedelapan unsur itu berkelindan menjadi satu) Di dalam kesusastraan Jawa disimpulkan menjadi :

  1. Pulung, merupakan cahaya yang datang dari angkasa --- lantas memasuki jiwa  manusia, melebur dalam Id dan Super Ego manusia.  Ia adalah sinar kemuliaan --- berwarna kehijau-hijauan.  Cahaya itu berasal dari manik-manik, emas dan tembaga.
  2. Wahyu --- yang berarti kemuliaan Illahiah, menyertai keberuntungan --- berwarna putih kekuning-kuningan. Cahaya yang berasal dari emas, timah dan perak.  Manusia pemegang dominan berjiwa Rela berkorban, Legowo, Jujur lahir dan batin.
  3. Andaru --- adalah bara api yang menderu menuju bumi.  Ia adalah asteroid, entah meteor apalah yang engkau lihat --- mungkin pula ia adalah Bintang Kemukus, pembawa pesan direktif untuk mengkoreksi sikap perbuatan.  Cahaya terlihat kuning silau, merah keputih-putihan, kuning kemilau. Ia berasal dari unsur manik-manik, emas, perak dan besi
  4. Teluh Braja --- tamsil baju atau sarana pertopengan menyembunyikan daya kekuatan syaitan, jin dan angkara murka.  Manusia itu menjadi tamak, rakus, culas dan tidak pernah puas dengan upah, gaji, numerasi, tunjangan, atau apapun yang telah syah menjadi miliknya --- malah milik wewenang amanat pun akan diuntal seperti tamsil Sang Togog --- kekuasaan pun ingin diperpanjang seperti Saktinya Sang Dasamuka.  Tidak ada matinya nafsu kekuasaannya.  Cahayanya berwarna ungu --- kombinasi dari manik-manik, emas, tembaga, besi, timah dan belirang.  Lihatlah lakon mereka : jahil matakil - basiwid panasten ora open.
  5. Guntur --- gemuruh dari kekuatan ini memancarkan warna ungu kemerah-merahan.  Adalah kombinasi unsur manik-manik, tembaga, besi, garam dan belirang. Wataknya angkara murka.  Lihatlah bias warna itu bergulung-gulung bersama angin puting beliung.  Melingkar-lingkar membentuk tabir asap. Bluuuuuuuuuuuuus ta apusi ---  guntur menyambar puncak Monumen Nasional.

Justru Pemimpin, Elite, Politisi, dan Pejabat dalam Birokrasi Indonesia --- kini melakukan "enchant" (lihat di kamus Inggris) --- berfoya-foya ber- "teluh braja" dengan Budaya Korupsi menghisap hak Rakyatnya.  Ego dalam sosok mereka dijejali dengan unsur "Teluh Braja".  Lantas ? (Hyang, apakah yang harus beta sampaikan seandainya Orang Jawa dan Raja Jawa belum puas dengan pesan Lambang Crop Circle --- dan mereka pun tidak mau mengerti dengan Hasta Brata bagi para Pemimpin yang ada dalam ajaran Wedhatama ?) Suruh mereka membaca tamsil Goro-goro di Magribi !  (Sang Narada melesat melintasi laut Merah entah ke mana).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun