Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyair dan Matahari [Cerita Anak-Remaja -01]

2 Oktober 2010   00:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="298" caption="Isi Alam berbicara kepada Manusia --- saatnya seluruh Manusia harus Mengerti."][/caption] Penulisnya Cyrus Tahbaz, dari Cerita-cerita Asia Masa Kini, di terjemahkan oleh Sugiarta Sriwibawa, Penerbit Pustaka Jaya - 1983. Judul asli Stories from Asia Today, a Collection for Young Readers, Unesco -Tokyo-1979. Isi buku tersebut disusun berdasarkan abjad nama Negara --- tetapi kita akan memilih, menyadur dan memperpendek alur  cerita, semacam sebuah resensi --- dengan maksud mengambil makna, potret masyarakat, paradigma alam pikiran anak-anak di beberapa Negara Asia --- yang bisa menginspirasi kita, untuk menyadarkan kita paradigma anak-anak Indonesia masa kini, berarti arah kemajuan Budaya Bangsa Indonesia di masa depan. Sengaja memilih pertama sekali cerpen untuk Anak-Remaja, dari Penulis Iran --- karena isi dan penyajian-nya yang sangat indah --- secara prosa-puitik, mungkin dapat memberikan inspirasi bagi kita. Italic adalah kutipan lengkap aslinya.. "Anak itu menyukai matahari. Ia menyukai matahari di atas segala-galanya. Ia dapat melihat, mendengar dan menyanyi di bawah matahari." "Temannya, si ayam jantan, berkokok . Lalu semua orang dan kambing dan burung terbangun oleh kokok nya. Temannya, si kelinci, meningalkan rumah menuju hutan, seraya mengibaskan telinga putihnya. Anak itu berlari mengejarnya dan memandang riang kelinci itu, membungkuk dan mengusap punggungnya yang hangat.............." Selanjutnya diceritakan betapa anak itu menghayati kehidupan alam lingkungan yang sangat dicintainya --- tentang matahari terbenam, gelap, kelinci melipat telinganya (lucu sekali), burung hantu pula berperan --- dan burung-burung lain ketakutan dan tidak berkicau lagi. "Anak itu tidak menyukai kegelapan. Di dalam gelap, matanya tidak dapat melihat berbagai warna, dan telinganya tidak dapat mendengarkan nyanyian. Karena itu ia pun tidur ...........". "Pada suatu malam ia bermimpi telah menjadi dewasa, dapat  mendaki gunung. Ia ingin mendaki gunung yang terdekat, dan menangkap matahari lalu membawanya pulang, sehingga tidak mengalami kegelapan lagi......." Diceritakan selanjutnya pendakian gunung oleh anak itu --- dan disusul, dan diikuti oleh kawan-kawan hewannya. Kegembiraan hati anak itu dengan teman-temannya --- dengan tabah tetap mendaki gunung, walaupun mereka kelelahan. Itulah petualangan daya khayal anak-anak. "Gunung itu menyerupai hutan. Ada karang-karang besar, ada pohon-pohon yang tinggi --- di sana-sini semak-semak dan ilalang --- air mengalir di antara padang............" "Di mana-mana hijau. Hijau muda, hijau tua, hijau lumut, hijau rumput muda, hijau daun yang terbasuh hujan..........." "Ada juga warna lain --- merah, jingga, kuning, biru, nila, lembayung ...........dan bunga aneka warna. Ada pohon rendah dan pohon tinggi, semak dan belukar.........." Penggambaran Cyrus Tahbaz melalui mata ‘anak' itu  --- sungguh fantastis, penuh daya khayal kekanakan dan penyintaan terhadap alam lingkungannya. Perjalanan anak itu dengan teman-temannya --- sangat kocak dan penuh kegembiraan - menyaksikan dari ketinggian gunung ...........memandang desanya, semua penuh warna ! "Tapi matahari tidak berada di puncak gunung !" "Anak itu duduk di atas rumput tinggi, lalu merenung. Ia berkata dalam hati : ‘Matahari tidak berada di sini. Ia tak pernah berada di sini. Matahari lebih besar daripada gunung. Ia terlalu besar untuk menyambutku. Ia tak pernah menyambut siapa pun ‘. Berbaringlah ia di atas rumput, kelincinya berdiri di sampingya. Anak itu menutupi matanya dengan jari. Kemudian, sambil menjentrikkan jari, ia menatap matahari di langit tinggi. Matahari itu tampak rendah, seolah-olah terjangkau tangan. Dan di dalam matahari itu tampaklah olehnya segala warna yang pernah dilihatnya............ Matahari itu tampak merah. Matahari itu tampak kuning Matahari itu tampak hijau, bagaikan warna pohon, warna daun musim semi, warna padang rumput. Segala warna tampak di dalam matahari. Segala yang disukainya terdapat dalam matahari................" Ini ada ajaran nilai yang luar biasa untuk Anak-Remaja.  "Ia berbicara dengan matahari, lalu terdengar matahari berkata, ‘ Aku berada di mana-mana, di mana-mana bersama semuanya, bersama siapa saja dan bagi siapa saja. Siapa saja yang menyukai ku tentu menyukai segala-galanya dan menyukai setiap orang. Siapa saja yang berbicara denganku tentu berbicara dengan semuanya dan siapa saja.'..................". Selanjutnya Cyrus melukiskan betapa lucunya para binatang-hewan mengabarkan berita secara berantai : "Matahari berbicara dengan anak itu.. Angin pun membawa suara ayam jantan itu ke segala penjuru. Suara itu bergema di mana-mana. ‘Matahari berbicara dengan anak itu. Matahari berbicara dengan anak itu.................." Semua pohon mendengar kata-kata itu, juga rerumputan mendengarnya. Semua pohon memberi tahu burung-burung. Semua burung memberitahu batu-batu karang. Semua batu karang memberi tahu air. Dan air memberi tahu bumi. Anak itu meninggalkanj puncak gunung, pulang. Ilalang menyibak dan memberi jalan kepadanya. Pohon-pohon melambai-lambaikan dahannya, dan burung-burung bernyanyi untuknya. Kini ia tahu bahasa burung, bahasa pohon, bahasa batu karang, dan bahasa  segala-galanya.............." Lantas memproses endingnya dengan luar biasa. "Anak itu tumbuh dewasa, menjadi manusia, menjadi ayah. Ia menuliskan kata-kata burung, pohon, karang, air. Ia katakan semuanya itu kepada orang-orang. Ternyata  bahasa air, bahasa karang, bahasa pohon dan bahasa burung adalah bahasa puisi. Itulah bahasa manusia..........." "Kudengar  puisinya dari ayahku, lalu kubacakan pula puisi itu kepada anakku. Inilah salah satu sajaknya, puisi yang dibawanya turun dari puncak gunung dahulu kala : *) Nun di tepi kali seekor kura-kura tua merangkak ke sana Ke mari Hari yang cerah Kura-kura tua itu berbaring dalam kehangatan matahari Tidur tenteram di tepi kali Di tepi kali aku sendiri Dalam derita hasrat Menanti-nanti pertemuan dengan matahariku Namun tak sekejap pun Mataku menangkapnya. Matahariku berpaling dan menghilang Nun di air yang jauh. Bagiku, segala sesuatu dari manapun Menjadi jelas Kelambatanku Dan ketergesanku. Matahariku tidak sendiri Di sana nun di tepi kali. Sekarang giliran anda ber-improvisasi, bacakan, ceritakan kisah diatas kepada ; anak atau cucu bahkan cicit. Biarkan mereka menyela dengan kata-kata mereka sendiri, fantasi atau imajinasi mereka --- untuk menangkap nilai ..........dan menyaring Budaya kontemporer yang mungkin tanpa kesadaran anda  --- mereka terancam ! *) Puisi oleh Penyair Iran Nima Yooshij, pelopor puisi modern Iran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun