Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Features (20) Komentar dalam bentuk Puisi, Mengapa Tidak ?

22 Mei 2010   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:02 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hakekat Hidup di Dunia ini — di alam ini — rupanya hanya soal memberi dan menerima. Kuhirup Oksigen kuhembuskan Karbondioksida —- CO2 dihisap flora dihiembuskanya O2. Kuhirup cintanya direguknya cintaku. Memberi dan menerima — manusia pula membuat gradasi dan degradasi .
Memberi menjadi membeli, menerima menjadi Mengemis — menikmati menjadi membenci. Memberi menjadi memperkosa. Mencuri mencadi Korupsi. Membayar Pajak menjadi menuntut Kemakmuran.
Budaya Manusia sih.
Jadi kita harus membuat Sensasi dalam memberi dan menerima di Sistem Alam ini.
Menikmati dan mensyukuri
Memberi sensasi dan memanipulasi sensasi — baru kita merasa makmur.
Tidak merasa terhina karena seolah dieksploitasi oleh si Dia — pada hal sebenarnya mempunyai kesempatan yang sama untuk mengeksploitasi sensualitas itu.
Aman-aman saja seperti menerima O2 dan membuang CO2
Cinta begitu juga — Oksigen dan Carbon Dioxide. Lho Ana-ana bae.

Trims, salam hangat

           

            Tulisan Kompasioner yang dikomentari,  memicu kenangan di jaman remaja, di kota Sang Kompasioner, di komentari dengan puisi --- Nostalgia !

18 Mei 2010 | 08:29

0

Dik Annisa !
———————————
Jalan Majapahit di Medan

Berkali-kali aku bersepeda
berkali-kali aku berlari-lari kecil, berlari-lari anjing
di Jalan Majapahit
Di sana ada gadis yang
cantik
teman belajar
lagi boy-code
Kukirim puisi, kukirim sanjak berjudul “Nada Piano”
Ia bisa memainkan piano
ia pemain piano
Kukirim sanjak-ku ke Harian Patriot Medan
Aku tertegun
Di tangga sekolah, dia di teras sekolah
Memandang senyum dan wajahnya yang cantik
Senyum terindah sampai saat ini, karena
di mata remajanya — kami berkawan lagi
di mana dia ?
Buatmu saja Annisa !
(Kenangan ini)
————————————

Masa remaja, engkau kirim ke Memori-ku, trims
Salam hangat !

          Sayang komentar dalam bentuk Haiku, tidak dapat dilacak --- karena terdiri dua kalimat saja . saya ambilkan dari file Hello Indonesia-ku                  Senyum adalah kelopak bunga kanthil putih dan kanthil merah —Harum “

                                                                                                            (MWA, 2010)

            Dan ini komentar dalam bentuk Puisi, menanggapi tulisan Kompasioner yang bertemakan ---- Lingkungan hidup dan kecendrungan  bangsa kita , jadi tukang mengamuk dan anarkhis.  Merusak aset bangsanya, milik publik atau milik orang tidak punya kaitan dengan urusan yang diperjuangkan.

22 Mei 2010 | 19:02

0

Bung Ign Joko Dwiatmoko !
_______________________

Burung kecil emprit beterbangan bingung
dilihatnya manusia Sang Komandan juga bingung — melolong seperti anjing di malam gelap
tiada tempat hinggap
anak-anak manusia yang kotor itu berlari ke dalam got, seperti tikus
memanjat gerbong seperti anak kera yang lapar
Masih perlukah anak manusia dan burung bertebaran di bumi ?
Kurasa “tidak perlu lagi mahluk hidup disini.”
Biarkan saja ruh mereka gentayangan di galaksi
Tidak perlu lagi kebiruan — yang hanya ada adalah the black hole !
Yang masuk tidak akan kembali.
—————————————————–
Hari ini aku senang berpuisi — membaca tulisan anda hatiku mendidih — ke mana biru ?
Buat apa bendera biru, apabila bumi tempat dipijak tidak lagi memberi beras dan ketentraman ?
Mengapa intrik lebih mudah direkayasa — dari pada mengatur reboisasi dan menyelamatkan trumbu karang. Menu budi adalah hidangan yang bijak — tetapi di sini sudah berkurang orang yang eling, semuanya ingin berlari menyelamatkan diri — seperti burung emprit takut melihat “orang-orang-an”

Salam hangat..

 

            Memang di malam minggu, akhir pekan ini --- kalau ada kesempatan, lihatlah kaleidoskop dalam kehidupan kita --- tenyata tulisan di Internet memperkaya batin dan intelektualitas serta kreatifitas. Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun