"Cik, kupikir itulah yang membelenggu bangsa ini --- tetapi sekarang ‘kan kita telah dikoreksi dengan Gerakan Reformasi 1998 --- mengapa mandeg ?" tanya Pak Bondan sambil berdiri mencari perhatian.
Cik Yung memberi aba-aba, "kulanjutkan membaca yang penting, ‘...........Perubahan zaman sungguh gegap gempita. Dalam laporannya kepada Kongres Partai Komunis Cina beberapa waktu lalu. Perdana Menteri Li Peng, di antaranya menegaskan. ‘Masalah-masalah seperti pendewaan uang, ultraindividualisme dan gaya hidup dekaden merupakan persoalan hidup-mati bagi bangsa kita. "
Pak Bondan yang masih berdiri, langsung menyambar bacaan Cik Yung " Itu, itu dia yang ku maksud --- bangsa Cina bisa merumuskan situasi Budayanya --- lantas bertindak. Itu Cina ! Mereka bertindak dengan revolusi kebudayaan --- dekadensi itu ia gempur --- revolusi memang menggempur, menjebol dan..........dari reruntuhannya kita membangun budaya yang progresif. Aduh Cik , aku geram banget !"
"Sabar. Memang bangsa Cina ---entah feodalisme, entah totaliter, entah demokratis --- pokoknya --- kapan perlu bertindak, mereka bertindak. Pemimpin kita klemak-klemek --- pakai tabir asap, gerak-gerik penuh tipu muslihat --- seperti seni silat --- banyak bunga-bunganya. Tipu !" Cik Yung mengomentari si Bondan.
"Kulanjutkan, ‘.........Pada waktu yang sama, justru nilai-nilai itu juga terancam digusur oleh dampak dan oleh daya dinamika termasuk ekses-ekses dari ekonomi pasar, Ekonomi pasar yang aslinya berinduk dan bersumber pada paham Kapitalisme, dicoba dikendalikan bahkan direformasikan dengan wawasan, sikap dan orientasi kita sendiri. Seperti pasal 33 UUD'. Aku jadi termangu nih..........jadi waktu itu , tahun 1995 itu sebetulnya secara budaya --- sudah terasa bangsa ini dalam krisis, sakit --- ada diagnose ada fenomena --- tetapi tidak ada tindakan " kata Cik Yung.
"Ada Cik, itulah meledaknya aksi mahasiswa yang menuntut reformasi --- sampai jatuhnya Pak Harto, Mei 1998 itu. " dijelaskan oleh si Mahasiswa.
"Jelek nasib bangsa ini, Cik " komentar Haji Marto
Semua mengarahkan pandangan ke Pak Haji. "Bagaimana ?" tanya mahasiswa itu.
"Jelek nasib bangsa kita --- tidak bisa melahirkan Pemimpin yang Cerdas, Tangguh, Tanggon, dan Trengginas. Jadi walaupun ketemu kalimat bijak, ketemu diagnose, ketemu fatwa, ketemu kesimpulan --- ketemu konklusi ilmiah, sekali pun --- ia ngahngoh, kehilangan momen. "
"Siswono masih ada ?" tanya Pak Haji --- semua saling memandang
"Ada, masih hidup, masih berpengaruh, masih canggih, masih cerdas harusnya --- dia itu pemimpin. Dia jauh lebih muda dari aku !" begitu ditambahkan Cik Yung.
"Jadikan ia pemimpin Gerakan Moral --- seumur dia ‘tu cocok kali menjadi pemimpin anak-anak muda --- ia cerdas, berpengaruh --- biarlah tidak usah menjadi presiden. Tetapi menjadi pemimpin bangsanya --- Atau siapa sajalah. Tampillah --- pimpinanlah gerakan moral, gerakan budaya, gerakan mengkoreksi , mengobati bangsa ini. " sesak nafas Cik Yung memendam amarah.