Ada tawaran pekerjaan bagi Mansyur, yakni bagian memahat batu nisan dan membuat cowek di tetangga desa --- ia bisa berjalan atau menggunakan speda untuk pergi dan pulang bekerja, jadi hemat --- tetapi pekerja harian itu tidak tetap, sangat tergantung pesanan, dan di hitung-hitung upah yang diperoleh pun sangat minim. Antara Rp.15.000 sampai Rp. 20.000 sehari. Ia menyerah saja --- ia tidak mengerti bagaimana nanti cara istrinya menyiapkan makanan untuk mereka ber-enam.
“Bu, kalau ada pekerjaan, bapak bisa mendapat pembayaran Rp. 15.000 atau Rp. 20.000 bu --- itupun kalau ada pesanan bu, Anak-anak sekolah 'kan gratis.”
“Apanya yang gratis pak, ada-ada saja nanti uang sukarela yang diminta, pak”
Dua manusia itu seperti kehilangan kata dan pemecahan --- senyap, kelu dan buntu otaknya. Karena mereka jadi ingat urunan listrik yang juga harus disisihkan --- kalau tidak listrik diputus --- dan anak-anaknya tidak bisa belajar malam-malam.
“ Pak, apa saya jadi pembantu saja pak ?”
“Kalau menginap tidak boleh Rum --- nanti anak-anak dan bapak keleleran lho, kamu cukup-cukupkan-lah sebisa-bisanya...............nanti bapak keleleran. “
Rumisih isteri Mansyur hanya tersenyum, tersipu-sipu. Hanya itu hiburan mereka.
Apa lagi yang bisa diraih mereka ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H