Semua suku yang berada di Indonesia pastinya memiliki keunikannya tersendiri. Mulai dari suku nias dengan lompat batu nya, suku minang dengan tari piring nya dan sebagainya. Hal itu berlaku juga terhadap suku Betawi yang memiliki budaya nya tersendiri, yaitu Ondel Ondel
Ondel Ondel merupakan budaya yang sudah melekat pada suku Betawi sekaligus menjadi ikon DKI Jakarta. Ondel ondel biasanya sudah tidak asing di zaman sekarang karena ciri khas nya. Dengan bentuk nya layak boneka raksasa menjadi mudah diingat oleh orang orang, Ondel ondel biasanya dapat ditemukan pada jalan-jalan, tempat makan ataupun tempat pertunjukkan baik saat hari raya tetrtentu ataupun ketika pameran.
Ondel-ondel pada awalnya digunakan untuk media penolak bala, namun sekarang ondel-ondel menjadi media untuk menghibur. "Ondel-ondel yang kita kenali itu lebih kepada sebagai atraksi-hiburan. Jadi ada transformasi. Transformasi awalnya hanya sebagai media untuk menolak bala, mengusirkan hal yang tidak baik, menjaga dari hal yang juga tidak baik. Nah sekarang menjadi satu media untuk hiburan. Karena ini adalah salah satu bagian dari budaya Betawi yang sudah lama ada." Kata pak Jaka Yuda Permana pada wawancara 22 Desember 2024
Ditengah era digital, keberlangsungan ondel-ondel dapat menjadi topik yang menarik untuk dibahas, ada beberapa hal yang menjadi tantangan tersendiri bagi para penggiat ondel-ondel. Pandangan orang terhadap ondel-ondel pun menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi keberlangsungan ondel-ondel. Karena sekarang kebanyakan orang menhindar dari ondel-ondel karena takut dimintain uang atau sebagainya.
"Kalau ada ondel-ondel mereka mencoba menghindar. Itu karena takut dimintain uang atau segala macam. Kita mencoba ondel-ondel kembali kepada kitanya sebagai atraksi hiburan, Jadi kalau ada ondel-ondel itu orang-orang malah nyamperin, malah datang, malah merasa senang. Nah itu yang kita sedang coba perbaiki." Kata pak Jaka Yuda Permana
Ondel-ondel juga ternyata punya aturan yang sepatutnya tidak boleh dilanggar, seperti ondel-ondel harus jalan berpasangan, ada cowok dan juga ada cewek, harus ada pengiring musiknya, bahkan jenis musik ketika ngibing, nari dan ngiring itu berbeda beda, Aturan aturan ini biasanya tidak terlalu diperhatikan oleh kebanyakan orang saat ini.
"Ondel-ondel itu punya pakam dan punya aturan, Salah satunya adalah dia harus berpasangan, tidak boleh cuma satu. Ada musik pengiringnya, terus ada jenis musiknya. Jenis musik dalam artian gini, ada pada saat ondel-ondel ngibing, ondel-ondel nari, ada saat ondel-ondel ngiring. Ondel-ondel ngiring itu kalau dia lagi jalan kekeliling. Nah, itu musiknya berbeda dengan saat ondel-ondel ngibing. Oh, iya. Temponya berbeda, terus musiknya berbeda. Nah, jadi kan sekarang gak banyak orang tahu itu, yang gak tahu, yang belum bisa, ayo kita belajar. Jadi tampilan ondel-ondel yang sekarang kita pengen jadi
atraksi-hiburan, itu sesuai dengan pakemnya."
Terlupakannya aturan aturan yang ada menjadi salah satu bukti bahwa kebudayaan ini sudah mulai memudar secara perlahan. Akan tetapi masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian ondel-ondel, baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah dapat menjaga kelestarian ondel-ondel, bantuan dari pemerintah tentunya akan sangat membantu untuk menjaga kelestarian ondel-ondel.
"Pemda DKI sekarang memberi kesempatan untuk mereka bisa tampil. Ondel-ondel sekarang diberi kesempatan untuk tampil di hotel, tampil di mall, dan  tampil di tempat-tempat yang mereka dulu belum pernah tampil."
Menjaga kelestarian ondel-ondel maupun kebudayaan yang lainnya sudah menjadi tugas kita sebagai warga Indonesia, banyak cara yang bisa dilakukan, terlebih lagi kita hidup di era digital, yang dimana semuanya bisa dilakukan melalui teknologi yang ada seperti internet. Segala hal sudah dibikin simpel dan praktis di era digital ini.
"Budaya itu ada dan akan berkembang. Untuk melestarikan budaya, sekarang ini sudah lebih mudah, sudah lebih canggih, sudah bisa lebih luas. Kita menghabiskan waktu satu hari itu mungkin sekitar 3 atau 4 jam untuk kita scrolling di media sosial. Nah, manfaatkan itu. Cukup dengan repost, kita cukup follow beberapa konten-konten yang mengenai budaya, baik itu budaya betawi atau budaya yang lain, dan cukup di repost. Jadi kalau misalnya kita punya teman 50 orang aja. 50 orang baca berarti informasi mengenai budaya sudah terlesarikan ke 50 orang"
Pada akhirnya, nasib keberlangsungan budaya, baik itu budaya Betawi maupun budaya yang lainnya ada di tangan kita, kita sebagai masyarakat dapat melestarikan kebudayaan dengan cara yang paling mudah adalah me repost postingan postingan yang berkaitan dengan kebudayaan yang ada di sosial media seperti yang dikatakan oleh pak Jaka Yuda Permana pada wawancara 22 Desember 2024, akhir kata saya berpesan janganlah kita bosan untuk tetap melestarikan kebudayaan kita, terlebih lagi Indonesia tekenal dengan kebudayaan dan bahasa yang beragam.
Penulis: Muzzammil Tsaqib
Mahasiswa Film dan Televisi Intitut Seni Indonesia Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H