Mohon tunggu...
Sigith Prabowo
Sigith Prabowo Mohon Tunggu... -

i'm the master of my fate, and i'm the captain of my life [Nelson Mandela]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tragedi Suster Ngesot (Balada Chentingsari Edisi Setan)

12 Desember 2011   08:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:27 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="480" caption="ilustrasi from google"][/caption]

Siang itu matahari bersinar cukup terik. Para pandawa terlihat leyeh-leyeh di bawah pohon rambutan yang sedang berbuah lebat di pinggir santiago berdebu. Biasanya sehabis pulang sekolah mereka akan berkumpul di sana untuk membahas banyak hal. Mulai dari pol itik, ampe mbakalah demit.

Siang itu mereka sedang menunggu unyil dan pariyem yang tadi sepulang sekolah dipanggil oleh bu guru mesha. Entah membicarakan apa.

“eh, dab...gimana nih rencana JJS kita yang sudah selesai sampai di sana? Masa gak lanjut maning?” gugun memulai pembicaraan dengan para pandawa yang ada di sana.

“iya nih, mosok yo berakhir begitu saja? Kan kita masih pengen merasakan aura kasihnya...eh, aura seramnya dink” sambung hendra sambil nyengir.

“ah, bukane kamu yang kabur yak waktu itu gun? Sekarang malah nggaya pengen lagi” sambung ngashim sewot ke gugun.

“wooo...lah jan iki bocah...kan waktu itu ada sesuatu dan lain hal yang terjadi sehingga memaksa daku untuk lari” gugun membela diri.

“alasan wae kuwi....” ngashim bertambah sewot dengan pembelaan gugun.

“uwis..uwis...ra sah ribut gitu...yang penting sekarang kan bagaimana kita akan melanjutkan petualangan JJS kita. Eh, betewe, JJS kie opo tho??” jeni menimpali dengan sok tau bin lugu

“jeniiiiiii.....!!!!” serempak sigit, gugun, ngashim dan hendra ngejitak jeni yang sok nyambung dengan omongan mereka. Dan jeni hanya meringis sambil mengusap kepalanya yang habis dijitak oleh teman-temannya.

“eh..eh..kae lho mbak-mbak e udah pulang...” kata sigit sambil menunjuk pariyem dan unyil yang berjalan gontai menuju tempat para pandawa berkumpul.

“ngopo nyil? Kok tampangmu lusuh banget? Koyo kain lap dapur wae” sigit membuka omongan setelah pariyem dan unyil datang.

“asemm ikk...ra sopan” jawab unyil.

“iki lho, aku dan pariyem disuruh bu guru mesha buat jadi PJ untuk acara chentingsarinival di balai desa. Nah ngerti dewe kalo balai desa kita itu nyeremin” unyil menjawab dengan wajah lemes.

“lha, emang acaranya malem?” tanya sigit lagi.

“kan kita sekolah ampe siang, trus persiapannya kan sore ampe malem? Sebenernya kalian juga mau disuruh, tapi kan kalian jadi pengisi acara di sana, makanya kami berdua yang disuruh untuk jadi PJ nya” pariyem menambahkan.

“eh, betewe, PJ kie opo tho?” jeni kembali tidak nyambung

Tanpa dikomadoi, pariyem dan unyil ikut menjitak jeni yang sudah lebih dulu dijitak oleh gugun, hendra, ngashim dan sigit.

“hmm...kita bisa jadikan ini sebagai ajang uji nyali kita kali ini” hendra bergumam

“wah, setuju ndra!!! Apik kuwi...boljug ide lo mamen!!!” gugun menyetujui usul hendra.

“oke,...deal!!! kita akan mengawal pariyem dan unyil saat jadi PJ di balai desa” sigit mencoba menengahi.

“trus persiapan kalian untuk mengisi acara gimana?” unyil bertanya

“nek kuwi mah santai saja...kita bisa siap-siap di sana. Hehehe” gugun menjawab dengan mantab.

“sepakat kalo begitu” ngashim menutup pembicaraan siang itu.

Sore itu para pandawa mulai berdebar-debar menunggu sabtu, di mana mereka akan memulai kembali petualangan JJS mereka yang sudah terbengkalai lama. Sejak gugun melarikan diri dari tantangan di rumah kosong itu. Memang sih di acara tersebut ada para orang dewasa, tetapi karena stand SD Chentingsari ada di bagian belakang balai desa yang cukup sepi dan terpisah dari stand orang dewasa, maka cukup menakutkan bagi para pandawa dan unyil serta pariyem. Ditambah lagi, tidak jauh di belakang balai desa itu ada kuburan tempat mereka dahulu pernah nyasar. Semakin membuat mereka merinding.

Akhirnya hari yang dinanti tiba juga. Seperti janji mereka pada unyil dan pariyem, para pandawa yang minus jeni datang menemani pariyem dan unyil. Jeni sengaja ditinggalkan di panggung utama karena untuk memberikan kabar kapan jatah SD chentingsari maju ke panggung. Nantinya jeni akan mengabarkan ke hendra lewat BBM. Kali ini mereka berdua nggaya karena habis menang blekberi saat ikut lomba jengkol se kecamatan.

“eh, gun..kok berasa serem yo? Gak kebayang kalo Cuma unyil dan pariyem yang jaga di sini berdua.” Hendra mulai merinding

“ah, kowe penakut banget ndra. Santai aja sih kayak aku iki lho” gugun menimpali omongan hendra dan berlagak santai.

“njuk kalo santai, kenapa semua hal kowe bawa gun? Mulai dari Al-Qur’an ampe bawang putih dikalungin di leher gitu? Gak ada drakula mah di sini” ejek ngashim melihat bawaan gugun.

“itu...itu... kan...Cuma jaga-jaga wae dab” gugun menjawab dengan terbata-bata.

“ah, sudah...sudah..gak perlu kelahi gitu. Yang penting sekarang gimana caranya santai menghadapi ini semua” sigit sekali lagi mencoba menengahi dengan sok bijaksana.

“eh..eh...drakula memang gak ada sih, tapi kalo suster ngesot kayaknya ada deh” unyil berkata dengan wajah yangpucat.

“husss...!!! ngomong opo tho nyil? Mbok jangan sembarangan gitu. Ntar malah dateng beneran baru bingung” hendra membalas omongan unyil setengah khawatir.

“ho oh nyil...mbok jangan gitu sih.. aku kan takut” kata pariyem sambil memegang erat tangan unyil.

“lha, njuk kalo bukan suster ngesot, trus kuwi opo?” jawab unyil sambil menunjuk ke arah pintu belakang balai desa yang sepi karena orang-orang pada berkumpul di depan panggung.

Seremak seperti dikomado, mereka berenam serempak melihat ke arah pintu. Terlihat seorang suster dengan rambut panjang menutupi muka dan berpakaian putih nan lusuh beringsut-ingsut a.k.a. ngesot menuju pintu yang dekat dengan para pandawa, unyil dan pariyem berada. Sepersekian detik setelah itu serempak mereka semua menghambur menuju pintu depan sambil berteriak.

“susterrr ngessoooooottttttt!!!!! Tuoooolloooooooonggggg!!!! Ada suster ngesooootttt!!!” serempak mereka berteriak sambil berlari kencang tanpa melihat kanan kiri.

Gugun berlari seperti oktomaniani, berlari kencang lurus tanpa bisa belok, yang berakhir dengan menabrak pamandori yang sedang sendiri mencoba merangkai kata untuk merayu (calon) bibidori. Hal ini mengakibatkan gugun dan pamandori berguling-guling nyungsep di bawah meja. Guling-gulingnya berakhir di kaki (calon) bibidori yang dengan refleks menyiramkan air ke muka pamandori, karena ia menyangka pamandori ingin mengintip rok (calon) bibidori.

Hendra berlari layaknya andhik vermansyah, zig-zag kanan-kiri mencoba menghindari beberapa orang yang ditemui di aula balai desa. Akan tetapi akselerasi yahud hendra berakhir dengan sebuah tekling tidak sengaja dari gugun yang sudah terjatuh lebih dahulu. Hasilnya hendra yang menggandeng pariyem ikut terguling-guling setelah menabrak dukun bambang yang sedang berusaha menjampe-jampe ramuan barunya. Hal itu mengakibatkan ramuan itu terlempar dan menyiram ngashim yang berlari menghindari gugun dan hendra yang terjatuh. Dan efek dari ramuan itu membuat ngashim menabrak meja stand di aula. K.O. satu lagi.

Terakhir, sigit yang berlari berdua dengan unyil juga berakhir naas setelah terpeleset ramuan dukun bambang yang jatuh ke lantai. Jadilah mereka berdua jatuh menabrak bu ketan yang tiba-tiba saja muncul untuk mengecek unyil dan dan pariyem yang menjaga stand SD chentingsari.

Akhirnya aula yang di rapi tersebut menjadi kacau balau seperti kapal pecah yang kalah bertempur dengan bajak laut. Semua orang pun heboh dengan kejadian ini. Berbondong-bondonglah orang-orang datang untuk melihat suster ngesot yang dimaksud. Adalah dukun bambang yang di kedepankan karena mengingat ustadz mumu yang masih dalam suasana bulan-bulanan.

Dengan memberanikan diri, dukun bambang langsung shock setelah mengecek bahwa ternyata suster ngesot nya adalah wedhus rina yang sedang berperan sebagai suster ngesot yang akan tampil di drama malam ini. Melihat orang-orang berlari panik, rina pun ikutan panik. Berhubung mendalami peran sebagai suster ngesot, maka rina pun mencoba ngesot sekuat tenaga dan jatuh berguling menuruni tangga. Usut punya usut ternyata rina ingin bertanya letak toilet di mana, dan menjadi panik saat anak-anak berteriak bahwa ada suster ngesot. Jadilah dirinya ikutan panik tanpa mengetahui bahwa penyebab kepanikan adalah dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun