Jakarta Utara, 25 Desember 2023 - Terobosan baru dalam penjualan tabung gas LPG 3 kg di Jalan Bendungan Melayu, Jakarta Utara, menciptakan gelombang perdebatan di antara warga setempat. Kebijakan yang diterapkan oleh Pertamina untuk memastikan bahwa setiap pembeli harus melibatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai syarat utama dalam transaksi gas subsidi tersebut, telah memicu reaksi beragam dari masyarakat.
Sejumlah warga memberikan tanggapan dengan sudut pandang yang berbeda, munculnya keberatan dan juga pemahaman mendalam tentang pentingnya langkah tersebut. Sukma, seorang pedagang kaki lima yang aktif membeli gas LPG 3 kg untuk kebutuhan usahanya, mengutarakan kekhawatirannya terhadap kebijakan ini. "Saya sebagai pembeli merasa pembelian gas LPG 3 kg harus membawa KTP sangat merepotkan, karena saya juga khawatir data disalahgunakan,"Â ujarnya dengan suara yang penuh keprihatinan. Kekhawatiran ini sejalan dengan keprihatinan masyarakat terhadap kemungkinan penyalahgunaan data pribadi.
Di sisi lain, Cici, seorang ibu rumah tangga, melihat kebijakan ini dari sudut pandang yang berbeda. "Saya setuju beli gas pakai KTP kalo untuk digratiskan, tapi kalo rakyat beli tu jangan dipersulit, bikin ribet aja, kadang gas aja susah dicari kalo lagi kosong," keluhnya. Cici mempertanyakan manfaat nyata bagi masyarakat dan potensi kerepotan yang mungkin muncul seiring diterapkannya kebijakan ini.
Dalam upaya memberikan gambaran yang lebih jelas, Edah, seorang penjual gas LPG, menjelaskan tahapan implementasi kebijakan tersebut. "Proses pembelian biasanya sih, pembeli wajib membawa KTP/KK untuk didaftarkan niknya di My Pertamina, setelah itu kalo pembeli mau beli lagi cukup menunjukkan KTP saja," jelas Edah. Penjelasan ini menggambarkan bahwa penggunaan KTP merupakan langkah administratif awal, dengan pembelian selanjutnya yang dapat dilakukan lebih mudah.
Namun, Edah juga memaparkan tantangan yang dihadapi sebagai penjual. "Untuk batasan jumlah pembelian gas itu, satu KTP hanya untuk satu gas LPG 3 kg,"Â tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pembelian satu KTP untuk satu tabung gas LPG 3 kg membawa konsekuensi kendala, khususnya bagi penjual dalam skala usaha kecil seperti yang dijalankan Edah. "Saya sebenernya ngerasa kebijakan ini agak merepotkan buat saya ya, saya tiap hari harus setor bukti 10 NIK penjualan ke agen lewat aplikasi My Pertamina," ungkap Edah. Keluhannya menggambarkan tantangan teknologi yang dihadapi oleh sebagian pedagang kecil, dan ketidaksetaraan dalam pelaksanaan kebijakan ini di berbagai lini masyarakat.
Dampak kebijakan ini tidak hanya terasa di komunitas di sekitar Jalan Bendungan Melayu. Penduduk dengan berbagai sudut pandang berbeda melihat kebijakan ini dari perspektif yang berbeda. Sebagian warga melihatnya sebagai langkah yang positif untuk mengendalikan distribusi gas LPG 3 kg, menciptakan keamanan dan kepastian dalam penyaluran subsidi. Namun, ada juga yang menganggapnya sebagai langkah yang tidak tepat, mengingat sulitnya mencari gas ketika persediaan menipis.
Perbincangan seputar kebijakan ini juga melibatkan isu teknologi dan pemahaman masyarakat. Beberapa pedagang, termasuk Edah, menemui kesulitan dalam menjalankan persyaratan teknis dalam setiap transaksi. Hal ini menunjukkan perlunya usaha lebih lanjut dalam meningkatkan literasi digital di kalangan pedagang kecil, sehingga mereka dapat lebih mudah mengikuti kebijakan ini.
Secara keseluruhan, kebijakan penjualan gas LPG 3 kg menggunakan KTP telah menciptakan perdebatan sengit di masyarakat. Meskipun beberapa keprihatinan muncul terkait kemungkinan penyalahgunaan data dan ketersediaan gas yang sulit, kebijakan ini juga memiliki tujuan yang sangat penting dalam mengontrol distribusi dan memastikan adanya subsidi yang tepat sasaran. Namun, harus ada usaha lebih lanjut untuk memperbaiki implementasi kebijakan ini agar dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.