Desa Wadas terletak di daerah Purworejo kabupaten Jawa Tengah, masyarakat Wadas mayoritas bekerja sebagai petani kebun. Komoditas desa Wadas berupa cengkeh, kapulaga, kemukus, durian, cabai, kelapa, kayu sengon, buah pisang, gula aren, petai, vanili, karet, kayu jati, kayu akasia, dan  buah mahoni. Sekitar tahun 2016 dikabarkan bahwa area komoditas desa Wadas akan dijadikan area pertambangan.
Pembangunan penambangan batu di desa Wadas dibangun karena adanya pembangunan bendungan yang jaraknya sekitar 10 km dari desa Wadas. Desa Wadas memiliki sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari tetapi hanya sekitar 10 rumah yang menggunakan sumber mata air tersebut. Jika penambangan batu dilaksanakan maka sumber mata air tersebut akan hilang.
Pada tahun 1988 di desa Wadas telah terjadi longsor, selain takut hilangnya sumber mata air warga Wadas khawatir juga akan terjadi musibah dengan hal yang sama. Warga Wadas sepakat tidak setuju jika akan dibangun pertambangan, tetapi tetap dilakukan pematokan pada lahannya.Â
Pada tanggal 02 september 2021 PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) menolak atas gugatan warga Wadas karena memang tanah milik negara. Proyek strategi nasional untuk meningkatkan infrastruktur yang digunakan untuk ekonomi dan pemerataan pembangunan masyarakat di Indonesia.
Bendungan bener membutuhkan air 1500 liter per detik, 300 liter ke Kebumen, 500 liter ke Purworejo, dan 700 liter ke Kulon Progo. 700 liter per detik yang dialirkan ke Kulon Progo digunakan untuk menyuplai kebutuhan air di New Yogyakarta Internasional airport dan pembangunan aero city di daerah sekitarnya. Bustomi merupakan salah satu  masyarakat desa Wadas, ia mengatakan bahwa tidak menikmati air bendungan bener tersebut. Ia juga sebagai petani madu yang membutuhkan hutan steril untuk menghasilkan madu yang bagus.
Di sisi lain warga Wadas memiliki ide ketika bendungan bener memang selesai pembangunan maka akan dijadikan sebagai wisata, tetapi apakah bisa jika dari dulu kesehariannya hanya sebagai petani di hutan? Jika memang terjadi mereka pun akan hilang kebutuhan sehari-harinya, karena semua kebutuhan berasal pertanian yang ada di hutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H