Mohon tunggu...
Muzal Kadim
Muzal Kadim Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Dosen FKUI Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiga Alat Utama

15 Juli 2021   07:30 Diperbarui: 15 Juli 2021   07:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam surah Al Isra  ayat 36 disebutkan :

"Dan, janganlah menyibukkan dirimu dengan apa pun yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sungguh, pendengaran (mu) penglihatan (mu) dan hati (mu)...semuanya itu...akan diminta pertanggungan jawabnya (para Hari Pengadilan)."

Al Quran amat sering menggabungkan 3 alat utama pada manusia untuk mencari 'ilmu pengetahuan'  dan 'kebenaran' yaitu pendengaran, penglihatan dan hati (pikiran). Lebih dari 10 kali Al Quran menyebutkan ketiganya secara bersamaan. (An-Nahl 78, As-Sajdah 9, Al-Mulk 23, Al-Ahqaf 26, Al-A'rof 179, Al-Baqaraah 7, Al An'aam 46, An Nahl 108, Al Mu'minuun 78, Al Jaatsiyah 23)

Indra pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata) lebih sering disebut dibandingkan indera lain seperti penciuman (hidung), pengecap (lidah), perasa (kulit).

Pendengaran, penglihatan dan hati merupakan karunia Allah yang tiada taranya....
Mendengar berarti mencari informasi dan ilmu pengetahuan baik yang sifatnya wahyu ataupun temuan ilmu pengetahuan manusia yang sudah menjadi teori.
Melihat berarti meneliti, memperhatikan segala fenomena yang terjadi baik pada diri manusia maupun alam semesta.
Hati merupakan proses perenungan dan berfikir untuk memahami segala sesuatu dan menjawab setiap pertanyaan yang muncul.

Lebih jauh lagi fitrah manusia adalah cenderung kepada 'kebenaran', dengan menggunakan 3 alat yang dkaruniakan kepada manusia tersebut secara baik, kita pasti akan mencapai fitrah kita.

Dan hadapkanlah wajahmu dengan hanif kepada agama Allah. (Tetaplah atas) Fitrah Allah yang manusia diciptakan atasnya. Tak sekali-kali ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus ..." (Ar-Ruum 30)

Kata fitrah -bahasa Arab "fith-rah"-- berasal dari akar kata f-th-r. Arti kata ini adalah "keawalmulaan sesuatu sementara sebelumnya sesuatu itu tidak ada". Dengan kata lain, "sesuatu yang tercipta untuk pertama kalinya dan tanpa preseden (contoh)".
Contohnya, air susu yang pertama kali keluar dari induk unta disebut sebagai "fithr". Maka, dalam ayat di atas, fitrah berarti unsur manusia yang diciptakan pertama kali. Bukan itu saja, fitrah manusia itu tak pernah berubah sepanjang hidupnya -dengan kata lain, selama-lamanya. Bukan kebetulan juga bahwa makna lain kata fitrah adalah cetakan atau patrian, yang sekali dicetak atau dipatri, tak akan bisa diubah atau dilepaskan.

Tapi, di atas semuanya itu, penting kita sadari bahwa sesungguhnya unsur kemanusiaan -bawaan, tak lain dan tak bukan, terbentuk atas model sifat atau "tabiat"- yakni fitrah -Allah sendiri.

Selanjutnya, disebutkan juga dalam ayat 30 tersebut, bukan saja bahwa fitrah manusia merupakan perwujudan ruh Allah, tapi ia juga identik dengan agama itu sendiri, tepatnya "agama yang lurus". Yakni, suatu pandangan dunia dan cara hidup (way of life) yang benar, yang berorientasi keimanan kepada Allah, dan kepada kebenaran -suatu cara pandang dan cara hidup yang, dalam ayat yang sama, disebut juga dengan cara hidup yang hanif.

Fitrah memiliki dua unsur utama dan fundamental.
Pertama, keimanan kepada Tuhan sebagai Rabb kita, sebagai Pencipta dan Perawat kita:

"Dan ingatlah ketika Allah mengeluarkan (cikal-bakal) anak-cucu Adam dari punggung atau tulang sulbi ayah-ayah mereka (yakni di alam sebelum alam dunia ini) dan menarik persaksian atas diri mereka: 'Bukankah Aku ini Rabb-Mu?' Mereka pun berkata: 'Benar, kami bersaksi'. Agar kelak mereka tidak berkata: 'Sesungguhnya mengenai hal ini kami lupa'." (Al A'raf 172).

Unsur kedua fitrah adalah pengetahuan tentang jalan kebaikan dan jalan keburukan yang telah diilhamkan kepada manusia sejak awal penciptaannya:

"Dan demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaan)-Nya. Maka diilhamkan kepadanya jalan keburukan dan jalan ketakwaannya. Pasti berbahagia siapa saja yang memelihara kesuciannya, dan pasti sengsara siapa saja yang mengotorinya." (Asy-Syams 7-- 10).

Berdasar itu semua, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap manusia diciptakan dengan kecenderungan-bawaan beriman kepada Allah dan kepemilikan pengetahuan tentang kebaikan atau ketakwaan dan keburukan.
Kita sudah diberi alat oleh Allah untuk mencapai fitrah kita.....maka gunakanlah dengan baik dan 'bersyukurlah'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun