Mohon tunggu...
Siti Muzzayana
Siti Muzzayana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

🎓Teknik Geomatika UGM 2012, 📧 siti.muzzayana@mail.ugm.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menjadi Konsumen Hijau yang Cerdas, Mengapa Tidak?

31 Oktober 2015   16:27 Diperbarui: 4 April 2017   17:28 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, apa itu konsumen hijau?

Green consumer atau konsumen hijau adalah sebutan untuk konsumen yang tidak hanya memperhatikan penampilan, mutu dan harga dari suatu produk yang akan dibeli, tapi juga mempertimbangkan dampak dari produk yang akan dikonsumsinya. Apakah produk tersebut ikut melestarikan atau malah menimbulkan masalah bagi lingkungan.

Di negara-negara maju, konsumen hijau merupakan suatu trend. Bagaimana dengan Indonesia? Sudahkah kita menjadi bagian dari masyarakat dunia yang peduli lingkungan dengan langkah nyata dan sederhana seperti menjadi konsumen hijau?

Seperti dilansir dalam WWF Indonesia, gerakan konsumen hijau bisa dilakukan dengan langkah yang sangat sederhana yaitu dengan slogan “beli yang baik”. Yang terdiri dari mengenal, meminta dan mengajak. Mengenal latar belakang produknya, Meminta penjual untuk menghadirkan produk ramah lingkungan dan berkelanjutan, dan Mengajak banyak orang untuk menerapkan gaya hidup hijau dalam kehidupan sehari-hari.

 

WWF Indonesia berkampanye #BeliYangBaik untuk mengangkat isu lingkungan yang bersumber dari produksi kelapa sawit. Hal ini sangat wajar karena produksi kelapa sawit mempunyai beragam manfaat dari keperluan pangan dan non-pangan sehari-hari. Dari segi pangan, minyak sawit digunakan sebagai pembuat minyak goreng, margarin, kue dan es krim. Sedangkan dari segi non-pangan digunakan sebagai bahan pembuat sabun, deterjen, bahan bakar diesel dan kosmetik.

Masalahnya adalah menurut survei AC Nielsen dan WWF Indonesia pada Juni 2013 lalu menunjukkan bahwa belum adanya kesadaran di tingkat konsumen Indonesia mengenai pentingnya penggunaan produk hasil olahan kelapa sawit yang ramah lingkungan dan bersertifikat. Hal tersebut dipicu oleh perdebatan antara produsen dan konsumen. Produsen beralasan tidak ada pasarnya, sedangkan konsumen mengatakan produknya belum ada.

Melihat fakta seperti ini, lantas apa yang sebaiknya kita lakukan?

Haruskah memilih antara mengubah pola produksi atau pola konsumsinya?

Logo Ecolabelling dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) 

Mengingat bahwa konsumen dari hasil produksi kelapa sawit di Indonesia sangat besar, tentu saja penerapan ecolabelling RSPO pada produk hasil produksi kelapa sawit sangat diperlukan. Sebagaimana telah diketahui bahwa RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit - produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, dan LSM sosial. Pemerintah Indonesia seharusnya bisa meniru negara-negara yang mewajibkan pencantuman label khusus produk-produk hijau tersebut, untuk memudahkan masyarakat ikut andil dalam melestarikan lingkungan. Bukan hanya menjadi masyarakat konsumtif yang tidak tahu menahu tentang latar belakang produk yang dibelinya.

Lalu, apakah kita hanya menunggu keputusan pemerintah untuk mewajibkan pemakaian ecolabelling pada produk olahan kelapa sawit?

Tentu saja tidak, sembari menunggu keputusan tersebut, kita sebagai konsumen yang sadar akan kelestarian lingkungan satu-satunya jalan adalah melakukan kampanye gerakan konsumen hijau seperti yang telah dilakukan WWF Indonesia dengan #BeliYangBaik. Kampanye tersebut sangatlah mudah sekali, karena melalui media sosial yang dapat menjangkau masyarakat luas, bisa diakses di http://www.beliyangbaik.org/

Namun, semua pihak juga berharap kalau dibalik penerapan ecolabelling tersebut tidak hanya berfokus pada taktik dagang semata yang memanfaatkan isu lingkungan, melainkan juga benar-benar menyelamatkan lingkungan dengan memanfaatkan pasar. Sesuai dengan tujuan dan visi dari RSPO itu sendiri yaitu mempromosikan praktik produksi minyak sawit bekelanjutan yang membantu mengurangi deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghargai kehidupan masyarakat pedesaan di negara penghasil minyak sawit. RSPO menjamin bahwa tidak ada hutan primer baru atau kawasan bernilai konservasi tinggi lainnya yang dikorbankan untuk perkebunan kelapa sawit, bahwa perkebunan menerapkan praktik terbaik, dan bahwa hak-hak dasar dan kondisi hidup jutaan pekerja perkebunan, petani kecil, dan masyarakat asli dihargai sepenuhnya. Dan visi RSPO adalah mentransformasi pasar untuk menetapkan standard minyak sawit berkelanjutan.

Di sisi lain, setidaknya untuk saat ini pemerintah telah menerapkan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk meredam dampak negatif dari tudingan miring pengelolaan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2013 lalu. Dengan ISPO diharapkan menghindari dan mengurangi dampak pengrusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca, hingga pemicu deforestasi.

Namun, alangkah baiknya jika pemerintah dan RSPO bekerjasama mewujudkan pemberian ecolabelling pada produk hasil olahan kelapa sawit untuk menciptakan konsumen hijau cerdas di Indonesia.

Menjadi konsumen hijau cerdas, mengapa tidak?

--

Sumber gambar dalam artikel ini diambil dari situs www.wwf.or.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun