Mohon tunggu...
Mutlaben Kapita
Mutlaben Kapita Mohon Tunggu... -

Hidup untuk memanusiakan manusia!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pileg, Ajang Reward dan Punishment terhadap Incumbent

30 Maret 2019   02:51 Diperbarui: 30 Maret 2019   03:20 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

DALAM tiga pekan ke depan kita akan menggelar hajatan pesta demokrasi secara serentak yaitu: pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, bersamaan langsung dengan pemilihan legislatif. Dalam ulasan tulisan saya yang hadir disidang pembaca tersebut adalah untuk mengulik keikutsertaan calon legislatif incumbent pada pemilihan umum saat ini.

Berdasarkan catatan Formappi, sebanyak 529 menjadi calon legislatif  incumbent untuk DPR RI dari total 569 anggota DPR periode 2014-2019 calon legislatif kembali maju di pemilihan umum 2019. Begitu pun di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota terdapat banyak calon legislatif incumbent yang turut ramaikan panggung politik.

Kehadiran calon legislatif incumbent dalam pemilihan umum menjadi penilaian tersendiri oleh masyarakat selaku pemberi mandat. Hal ini dikarenakan, calon legislatif incumbent sudah memiliki rekam jejak kinerja menjadi anggota legislatif, sehingga memudahkan masyarakat untuk menilai dan mengevaluasi kinerja periode sebelumnya. 

Itulah sebabnya, pemilu sebagai ajang untuk memberikan hukuman dan hadiah [punishment dan reward] terhadap calon legislatif incumbent. Idealnya, calon legislatif incumbent yang berkinerja baik selama periodisasi di lembaga legislatif layak diberikan hadiah [reward] lewat hak politik untuk memilih kembali guna melanjutkan masa jabatan selaku representasi masyarakat di lembaga legislatif. Pun sebaliknya anggota legislatif yang dinilai tidak maksimal melaksanakan tugas selama menjadi anggota legislatif layak diberikan hukuman [punishment] dengan tidak memilih kembali pada pemilihan umum.

Senada dikatakan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen [Formappi] Lucius Korus, bahwa pemilih harus menjadikan faktor kinerja dan integritas sebagai pertimbangan memilih. Anggota legislatif yang kinerja dan integritasnya baik, maka perlu diberi reward oleh pemilih dengan memilihnya kembali. Sementara yang sebaliknya, diberikan punishment untuk tidak memilihnya lagi.

Tidak memilih calon legislatif incumbent yang kinerjanya tidak baik merupakan langkah untuk memproteksi anggota legislatif yang hadir hanya sebagai pelengkap kuorum sidang di lembaga legislatif. Sebab, menjadi anggota legislatif memiliki fungsi strategis dalam pemerintahan yakni: membuat regulasi atau Undang-Undang [legislasi], mengawasi kinerja pemerintah [pengawasan] dan turut membahas anggaran [budgeting].

Jauh dari itu, ragam aspirasi masyarakat yang wajib diperjuangkan di lembaga legislatif. Apalagi dalam pembahasan politik anggaran, anggota legislatif yang adalah representasi masyarakat mempunyai ruang kesempatan untuk  menyampaikan ragam masalah sosial yang tengah dihadapi masyarakat agar dapat menjadi perhatian pemerintah.  

Sejalan dengan itu, maka masyarakat sebagai pemegang kedaulatan harus selektif menilai calon anggota legislatif incumbent yang kini sebagai peserta pemilihan umum.

Spesifiknya, melihat rekam jejak calon legislatif incumbent saat menjadi anggota legislatif; ini dilakukan agar menjadi preferensi dalam memberikan mandat kembali.

Caleg pendatang baru sebagai alternatif

Selain calon legislatif incumbent, terdapat pula politisi wajah baru atau calon legislatif pendatang baru yang ikut dalam kontestasi pesta demokrasi. Ini menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat dalam menggeser calon legislatif incumbent yang kinerjanya tidak baik, untuk digantikan dengan calon legislatif pendatang baru.

Meski demikian, masyarakat tidak asal memilih tetapi dituntut lebih cermat memilih calon legislatif pendatang baru. Parameternya mencermati rekam jejak sebelum menentukan pilihan.

Sebagaimana dikatakan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi [Perludem] Titi Anggraini mengimbau masyarakat  untuk mencermati calon anggota legislatif sebelum hari pemungutan suara.

Mengetahui rekam jejak adalah penting karena kelak mereka hadir di lembaga legislatif sebagai representasi masyarakat baik di tingkat pusat maupun di daerah. Tugasnya adalah menyalurkan aspirasi masyarakat untuk bisa terakomodir ragam kepentingan saat dalam formulasi kebijakan publik.

Apabila masyarakat salah memilih, maka berimplikasi terhadap masa depan pembangunan akan terhambat oleh kinerja anggota legislatif yang  tidak memperjuangkan aspirasi di lembaga legislatif, karena cenderung berjuang hanya untuk kepentingan pribadi dan partai.  

Di tambah juga kini banyak kasus korupsi yang dijerat para anggota legislatif, maka ini menjadi alarm pada masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilih. Intinya memilih calon legislatif baik incumbent maupun pendatang baru harus didasarkan pada paramater yang berbasis kualitas, rekam jejak dan integritas calon sebagaimana saya anjurkan dalam tulisan saya sebelumnya "Mengeliminasi Calon Legislatif".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun