Mohon tunggu...
Mutiara Khadijah
Mutiara Khadijah Mohon Tunggu... Writer -

Psikologi | Foundily Indonesia | Blood for Life Chapter Bandung | Mentality Health Indonesia | Beswan #29 | #SadarIndonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Media Sosial Sudah Tak Lagi Sehat bagi Anda? #1

24 Desember 2015   23:08 Diperbarui: 24 Desember 2015   23:08 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski fenomena ‘Facebook Comparison’ baru-baru saja diteliti dan ditemukan, jauh sebelumnya, seorang psikolog bernama Leon Festinger telah mengajukan teori mengenai Social Comparison di tahun 1954. Ia mengemukakan bahwa individu punya kecenderungan keinginan intrinsik untuk selalu menilai perkembangan dirinya dengan membandingkannya pada kondisi orang lain. Ketika kita melakukan perbandingan itu pada mereka yang lebih superior atau levelnya di atas kita, maka namanya adalah upward social comparison. Nah, upward comparison inilah yang dianggap para peneliti nyaris mustahil dihindari oleh para pengguna media sosial. Terlebih dengan situasi a wonderful highlight seperti yang dijelaskan di atas.

Karena kebanyakan orang hanya mengunggah hal-hal indah dari kehidupannya saja, alhasil yang lebih sering terjadi adalah upward social comparison ini. Membandingkan diri dengan orang yang lebih superior sangatlah krusial dalam memupuk rasa iri (Smith&Kim, 2007). Ketika iri itu sudah tumbuh subur di dalam diri kita, hal ini akan berimbas pada penurunan self-esteem (Smith, Parror, dkk,, 1999). Self-esteem sendiri adalah evaluasi terhadap diri. Ketika penilaian pada diri kita baik, maka kondisinya kita sedang berada di high self-esteem. Vice versa. Riset yang dilakukan juga menunjukkan bahwa depresi memiliki hubungan dengan iri, terutama jika perbandingan yang kita lakukan adalah pada yang standarnya tinggi, atau upward social comparison tersebut.

 

Lalu, bagaimana caranya supaya bisa take a step out from this kind of feelings? Akan dibahas dalam posting berikutnya, ya!**

Referensi

Helmut Appel, Jan Crusius, and Alexander L. Gerlach. (2015). Social Comparison, Envy, and Depression on Facebook: A Study Looking at The Effect of High Comparison Standards on Depressed Individuals. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol.34, No.4, 277-289.

Hu, E. (2013, Agustus 21). Facebook Makes Us Sadder and Less Satisfied, Study Finds. Retrieved from All Tech Considered: http://www.npr.org/sections/alltechconsidered/2013/08/19/213568763/researchers-facebook-makes-us-sadder-and-less-satisfied

MA, J. R. (2015, September 23). Social Media, Social Comparison, & Mental Health. Retrieved from SMH: https://mentalhealthscreening.org/blog/social-media-social-comparisons-and-mental-health

Ph.D., D. C. (2015, Agustus 8). 3 Reasons to Stop Comparing Yourself to Others. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/blog/bouncing-back/201508/3-reasons-stop-comparing-yourself-others

Ph.D., J. F. (2013, September 3). The Hidden Dangers of Social Networks. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/blog/better-living-technology/201309/the-hidden-danger-social-networks

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun