Satu hal lain yang cukup mengejutkan bahwa rupanya setiap dari kita ini memiliki kecenderungan gangguan jiwa dalam kadar yang sangat rendah dan masih terkendali. Ada yang punya kecenderungan manis-depresif, histerikal, sampai skizofrenia. Hanya saja, ketika hal itu tidak lagi bisa dikendalikan dan akhirnya individu putus kontak dengan dunia nyatanya, barulah ia benar-benar mengalami gangguan jiwanya. Dalam hal ini skizofrenia.
Orang yang mengalami skizofrenia bisa saja terlihat normal dan masih nyambung kalau diajak bicara. Tapi, di waktu lain, ia bisa bicara, berpikir, hingga bertindak di luar kendali, lepas dari realitasnya, sampai tidak mampu lagi self-care atau mengurus diri sendiri. Itulah yang kerap kita lihat di jalan-jalan, bahkan ada di antara mereka yang sampai tidak lagi mengenakan pakaian sama sekali.
Fakta dari studi yang menunjukkan bahwa 3 persen biaya kesehatan negara-negara dihabiskan khusus untuk menangani mereka yang mengalami Skizofrenia (Knapp, Mangalore, & Simon, 2004; Nolen, Hoeksema, 2011), seakan menjawab kenapa orang-orang gila di jalanan semakin sering kita jumpai sekarang. Biaya menangani Skizofrenia itu tidak murah. Tidak sedikit juga keluarga yang pada akhirnya menyerah serta merelakan anggota keluarganya berkeliaran di jalan-jalan. Atau kemungkinan lainnya bahwa mereka cenderung akan menyembunyikan anggota keluarganya, mengingat bahwa Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sangat stigmatik. Biasanya, mereka yang mengalami ini akan berakhir di penjara, rumah tahanan, rumah kurungan, dan jalanan (Torrey, 2006).
Â
Simtom-simtom Skizofrenia
Delusi, halusinasi, pikiran dan pembicaraan yang kacau, sampai perilaku katatonik adalah simtom pada Skizofrenia ini. Apa bedanya delusi dan halusinasi? Delusi adalah gangguan waham, kondisi seseorang mempercayai sesuatu yang nyaris atau bahkan sama sekali mustahil terjadi. Misalnya, meyakini bahwa ia adalah keturunan alien dari Planet Jupiter, percaya betul bahwa ia adalah intel dan banyak orang yang sedang memburunya (seperti dalam film A Beautiful Mind), dan sebagainya.
Sedangkan halusinasi adalah kondisi seseorang melihat, mendengar, merasakan sesuatu yang tidak benar-benar ada. Misalnya, seorang Skizofrenia yang mendengar bisikan untuk membunuh anaknya sendiri, melihat seseorang berdiri dan menyuruhnya untuk bunuh diri, dan sebagainya. Sedangkan katatonik sendiri berarti perilaku yang tidak terkendali, seperti tiba-tiba berlari kencang, teriak-teriak, hingga mencabuti kuku. Katatonik ini adalah respon dari delusi dan halusinasi yang mendahuluinya.
Selain itu, individu Skizofrenia juga akan mengalami penurunan hingga kehilangan emosi dalam dirinya. Bisa saja ia tidak lagi mampu mengendalikan ekspresi wajahnya. Ia juga dapat kehilangan kemampuan bicara, sampai tidak lagi bisa beraktivitas sehari-hari.
Â
Kemungkinan Penyebab dan Hal yang Mempengaruhi Skizofrenia
Tahukah Anda bahwa faktor sosial juga berkontribusi atas Skizofrenia ini? Menurut studi, ketersediaan fasilitas untuk bisa beradaptasi kembali setelah individu mengalami Skizofrenia mempengaruhi bagaimana proses recovery berlangsung. Hal lain datang dari pendapat para ahli klinis, rupanya mereka yang mengalami Skizofrenia memiliki bawaan struktur dan fungsi otak yang berbeda dengan individu normal (Andreasen, 2001; Barch, 2005; Nolen, 2011). Kemudian, stres, genetik, dan hal lain juga berpengaruh pada kemungkinan seseorang mengalami Skizofrenia. Namun rupanya studi menunjukkan bahwa 0.5 dan 2 persen dari seluruh populasi di dunia memiliki kecenderungan untuk mengalami Skizofrenia (Gottesman, 1991).