Mohon tunggu...
Mutiara Amelia Sabrina
Mutiara Amelia Sabrina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pelajar

Ikhtiar adalah jalan ninjaku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Reason

21 Januari 2020   20:38 Diperbarui: 24 Januari 2020   18:19 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu siapa Mocca? Berhargakah dia untuk Yuky? Terlalu kasar jika memanggilnya pengecut. Ia memiliki alasan mengapa dia tidak mengatakan identitasnya. Mungkin tidak penting untuk memberi tahu Yuky siapa dirinya. Mocca bahkan tidak cukup berharga untuk diingat oleh Yuky. Jadi Mocca hanya bisa berdiri di belakang dan bersebuny setiap kali Yuky menengok ke arahnya.

.

Jam pelajaran terakhir hampir selesai. Tapi payung rasi bintang itu masih saja ia simpan di sisi bangkunya. Entah mengapa tapi begitu susah untuk memberikan payung itu kepada Mocca. Rasa canggung bahkan hanya saat meliriknya menghalangi Yuky untuk cepat mengembalikan payung itu.

Yuky bergidik terkejut saat mendengar bel berdering. Baru saja ia melirik jam tangannya tadi saat waktu masih tersisa 15 menit lagi. Lalu waktu seakan terjun begitu cepat dan tidak mengalir lagi. Ini saatnya Yuky memeberikan payungnya. Tapi tetap saja rasa canggung masih mengelilingi hatinya. 'Kenapa gue canggung? Dia suka sama gue, itu cuma gosip,kan? Iya ,kan?' .

Tinggal tiga langkah lagi Mocca keluar dari pintu kelas. Yuky setengah berlari menyusul Mocca. Tapi iatu tidak cukup untuk menyusul Mocca yang telah hilang dengan seketika. Yuky menengok ke sana ke sini. Terlihat setengah badanya yang hampir menghilang di balik dinding. Mocca pergi ke arah tangga. Yuky berlari menyusul Mocca , menaiki tangga demi tangga. Sampai akhirnya berada tepat di atas gedung.

Di atas sini angin bertiup begitu kencang.Yuky nelihat Mocca yang berdiri tepat di depan Valerie yang terlihat lesu dengan rambut panjangnya yang berkibar. Begitu mempesona jika Yuky lahat sekilas. Tapi Yuky kembali tertegun saat air mata Valerie mengalir ke pipinya. Lalu Mocca menghapus air mata Valerie dengan lembutnya.

Yuky tersenyum tipis. Tapi juga hatinya terasa teriris tipis.'seharusnya aku tidak melihatnya, seharusnya aku tidak mengikutinya hingga ke sini' pikir Yuky. Ia turun dari tangga, seketika kakinya lesu. Ia menyandar pada dinding tangga. Yuky tidak mengerti apa perasaan ini. Marah? Sedih? Atau kecewa? Intinya kini Yuky sedang bingung, bingung tentang bagai mana perasaannya.

***

Entah mengapa tapi kaki Yuky terasa sangat lemas. Ia menyandarkan diri ke dinding tangga. Tiba tiba darahnya berdesir, seakan menyadari sesuatu dalam hatinya. Senyuman tipis kembali tergambar di bibir Yuky. Tidak. Itu senyuman memaksa agar dirinya tetap tenang seakan tidak terjadi apa apa. Yuky memeriksa detak jantungnya,detaknya cukup beraturan. Tentu saja itu hanya gumaman dalam hatinya yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Yuky mulai kembali berjalan turun tangga. Sangat pelan dan berhati hati, sepertinya terjadi sesuatu pada otaknya yang membuat Yuky sedikit berkunang kunang. Baru saja beberapa langkah ia berjalan. Seseorang memanggilnya dari belakang.

"Yuky?! Sejak kapan lo di sini?"
Valerie dengan mata masih berkaca kaca menghampiri Yuky dengan terburu buru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun