Sasa bingung, kenapa untuk acara-acara yang bersifat umum mereka sangat totalitas sedangkan untuk acara-acara keagamaan seperti ini mereka sama sekali tak semangat. Sasa juga heran karena acara ini adalah acara keagamaan tapi malah membuat jadwal tilawahnya kacau berantakan.
Hari demi hari berlalu. Di hari-hari terakhir Ramadhan Sasa manfaatkan untuk mengerjakan tugas dengan kelompoknya. Tugas-tugas yang tertunda berminggu-minggu lamanya karena event-event yang memang sedang ramai diselenggarakan kampus. Â Ia harus segera menyelesaikannya kalau tak mau liburannya terganggu. Alhasil habislah ramadhannya. Tugasnya memang selesai. Ujiannya selesai. Acaranya selesai. Tapi apa yang Sasa dapat selain kelegaan karena semuanya sudah selesai?
Tak ada.
Sasa tak mendapat apa-apa selainnya. Tugasnya mendapat nilai buruk. Ujiannya apalagi, IP nya terjun bebas. Acaranya? Tahu sendiri bagaimana. Dan lebih buruknya lagi, ia baru sadar ketika idul fitri datang. Ia baru sadar kalau bulan ramadhan telah pergi. Lalu apa yang sudah dilakukannya sebulan ini? Puasanya hanya dalam rangka menggugurkan kewajiban. Tarawihnya formalitas pelengkap shalat isya'. Â Tilawahnya kadang-kadang, dhuha hanya kalau ada waktu luang.
"Ahhhhhh.....Dasar bodoh!!" katanya kepada diri sendiri.
Drama menyedihkan itu berakhir ketika ia melakukan sungkem dengan ibunya. Di pangkuan ibunya, di telapak tangan ibunya yang memeluk tangannya, ia menangis sejadi-jadinya. Bukan hanya karena merasa bersalah kepada ibunya tapi juga merasa bersalah dengan Tuhannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H