Dari semua pendapat yang dikemukakan diatas semuanya mempertegas kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang dibekali dengan kemampuan untuk bertanya dan rasa ingin tahu (the will to know).
Hasrat keingi-tahuan manusia dapat melingkupi segala hal yang ada. Inilah kehebatan yang dimiliki manusia. Dengan kehebatan yang dimilikinya dan rasa keinginan tahu yang melengkapinya manusia berpotensi untuk menghasilkan beragam pengetahuan yangs sedemikian luar biasa.
Pengetahuan manusia memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan pengetahuan yang pertama disebut dengan pengetahuan indrawi. Pengetahuan indrawi ini merupakan pengetahuan yang digunakan untuk menjawab rasa penasaran manusia tetapi hanya didasarkan pada penyerapan indrawi. Misalnya ada sebuah pertanyaan tentang apa itu hujan? Maka dalam perspektif pengetahuan indrawi dapat dijawab dengan: air yang turun dari langit.
Tingkatan pengetahuan yang kedua disebut dengan pengetahuan ilmiah (science). Pada tingakatan ini manusia lebih terdorong untuk memiliki pengetahuan yang lebih mendalam dari sekedar apa yang tertangkap indra.
Misalnya jika tadi pada tingkatan pertama yang ditanyakan hanyalah sebatas apa itu hujan? Maka pada tingkatan ini pertanyaannya terkait dengan bagaimana proses terjadinya hujan.
Dan tingkatan pengetahuan yang terakhir yaitu pengetahuan filosofis (philosophy). Asy'ari (1997) menyatakan bahwa filsafat adalah upaya manusia untuk memahami sesuatu pada dataran makna yang diperoleh melalui penalaran rasional.
Sedangkan dalam konteks masyarakat beragama, tiga tingakatan tersebut masih dilengkapi dengan tingkatan pengetahuan yang keempat yaitu pengetahuan agama. Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang berdasarkan wahyu.
Dalam kenyataan hidup ini terdapat pengetahuan yang harus diinformasikan keberadaanya seperti pengetahuan tentang adanya hari pembalasan dan adanya kebangkitan manusia setelah meninggal dunia (poedjawjatna, 2002:4).
Keempat model pengetahuan diatas menjadikan rasa keingin-tahuan manusia kemungkinan besar akan dapat terpenuhi. Adakalanya persoalan yang dihadapi manusia cukup diselesaikan dengan pengetahuan indrawi. Tetapi adakalanya perlu diselesaikan dengan pengetahuan ilmiah, filsafat, dan juga agama (wahyu). Semua tergantung pada tingkat kebutuhan manusia.
Demikian juga dapat kita ambil hikmah dari sunnah Rasul saw. bahwa tatkala ada seorang Badui bertanya kepada beliau dimana Allah SWT? Nabi saw hanya menunjuk keatas. Beliau tidak menjelaskan dengan pemaparan yang panjang. Demikian juga tatkala Nabi saw. sedang mengatur strategi perang.
Ada seorang sahabat yang bertanya, apakah strategi yang dikemukakan beliau itu wahyu atau ijtihad beliau, maka beliau menjawab sebagai ijtihad. Karena ijtihad beliau, maka sahabat pun memberikan masukan tentang strategi perang tersebut.