"Sesampai dirumah, aku tak mendapati makanan di dapur, karena istriku memang tidak pernah memasak, pembantu kami pulang kampung. Lebih parahnya lagi, bukannya disambut senyuman dia justru membentak-bentakku, layaknya aku bukan suaminya. Aku tersulut emosi, kesabaranku menipis, aku telah menampar pipinya,"
Dia merunduk, tampak menyesal.
"Aku berani bersumpah, itu pertama kalinya aku menampar wanita."
"Apa kamu cerai?" aku menyela.
"Tidak, tetapi kami hanya pisah rumah, untuk sementara aku kembalikan ia ke orang tuanya,"
Kata-kata terakhirnya itu membuatku tertohok. Tiba-tiba aku teringat isteriku, Ku perhatikan jam tanganku, beberapa menit lagi adzhan maghrib berkumandang. Aku ingin cepat-cepat berada di rumah. Aku jadi teringat Kayla, aku merasa betapa berdosanya diriku selama ini. Aku kerap berlaku tidak adil padahal ia begitu lembut dan begitu tulus cintanya terhadapku. Aku jatuh cinta kepadanya!
Aku jadi teringat Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 18, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu."
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H