Nusa Tenggara Barat - Jurnalis memiliki peran penting dalam menunjang demokrasi di Indonesia, kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut civic empowerment. Sehingga sebagai corong rakyat, kehadiran profesi yang satu ini sangat penting sebagai pilar demokrasi.
Namun mengapa? Banyak terjadi kekerasan terhadap awak media, kekerasan dari narasumber, aparat bahkan orang-orang kadang tak menghargai karya dan kehadiran pencari berita.
Kerap kali saya sebagai mahasiswa yang sering turun ke jalan, menyuarakan aspirasi-aspirasi rakyat yang terkadang tak punya akses untuk menyuarakan pendapat.
Sehingga melalui mahasiswa aspirasi rakyat tersampaikan sebagai penyambung lidah rakyat, begitupun jurnalis, ketika kami aksi di depan kantor bupati, Dewan Perwakilan Rakyat(DPR).
Jurnalis dengan sigap menangkap gambar, mengabadikan moment aksi kami, mengeluarkan kamera yang cukup berat, video handphone untuk merekam, dimana ada kericuhan tat kala banyak dari masyarakat yang menghindari ancam yang kadang membahayakan diri sendiri, namun seorang jurnalis saya perhatikan tak kenal takut mendekati bahaya tersebut demi mendapatkan informasi dan sebuah fakta atas apa yang terjadi di lapangan. Sungguh mulia profesi yang satu, pikirku pada masa itu.
Ditengah kami aksi, sebagai awak media yang merekam moment, tak jarang peralatannya diambil aparat, kami tak tahu pasti alasan aparat mengambil akses penunjang kerja-kerja jurnalis, entah karena tak ingin kekerasannya diketahui khalayak ramai, atau tak ingin bertemu dengan kamera dan berhadapan langsung dengan wartawan.
Apapun alasan dari aparat yang kerap main kekerasan terhadap pencari berita tersebut, namun yang pasti kekerasan dengan alasan apapun tidak pernah dibenarkan, apalagi jurnalis yang bekerja dengan mengedepankan kode etik dan kartu identitas yang membekali mereka.
Apalagi dalam aturan Undang-undang no 40 tahun 1999 yang berisi "1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. 2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia" ungkap aturan pers di Indonesia. Kinerja wartawan sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang baik keselamatan dalam bertugas.
Namun mengapa, kami sebagai mahasiswa melihat fakta banyak pembunuhan jurnalis, teror yang menimpa mereka, belum lagi kalau ada narsum yang tak ingin berita nya tersebar kemana-mana, bahaya peretasan portal mereka, belum lagi bahaya dilapangan.
Aksi damai terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh para jurnalis sebagai bentuk sikap kekeluargaan terhadap profesi wartawan, seperti di NTB, yang saya potret di tahun 2022 dari wartawan diberbagai media menggelar aksi solidaritas sesama wartawan yang mengalami khasus kekerasan terhadap wartawan di Karawang, Jawa Barat.
Aku cukup prihatin sebenarnya apabila kinerja-kinerja jurnalis tak dikuatkan, dalam arti keselamatan mereka, hak-hak mereka dalam mengambil moment, jangan sampai di intimidasi, dilecehkan ketika liputan, berita-berita terkait jurnalis tak pernah kosong dalam tahun pertahun, ada saja problema yang mereka hadapi, pemberitaan ramai, aku sebagai mahasiswa sosiologi cukup aktif di media sosial, mencari berita terkini, tak jarang melihat informasi terkait jurnalis yang mengalami ancaman ketika liputan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mencatat selama tahun 2021 kekerasan terhadap jurnalis ada 7 kasus. Bila dirincikan kasus intimidasi (4 kasus), ancaman pembunuhan (1), pelarangan liputan (1), ancaman untuk menghapus berita (1). Baru di Bandar Lampung, belum lagi di daerah-daerah lainnya, miris apabila tidak diberi penguatan atas undang-undang atau regulasi yang bisa membuat jurnalis aman menjalankan kerja-kerja jurnalistik.
Sedangkan Indeks Kebebasan Pers (IKP) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2021 meroket ke posisi 12 nasional. Pada tahun 2020, IKP NTB berada pada posisi 28 nasional.
Meskipun IKP NTB naik sangat signifikan, namun kasus kekerasan terhadap jurnalis atau wartawan masih jadi catatan di daerah yang masuk kategori cukup bebas jika melihat IKP NTB 2021. Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, kekerasan jurnalis di NTB sebanyak 21 kasus.
Kendati demikian, pesan mendalam terhadap dewan pers yang melindungi kehidupan pers diseluruh Indonesia, semoga kami sebagai mahasiswa tak menemukan pemberitaan kekerasan terhadap jurnalis, dilecehkan dan sebagainya. Cukup kami sebagai mahasiswa yang kerap aksi, merasakan kerasnya tangan aparat, tajamnya tatapan mereka terhadap kami ketika menyuarakan pendapat, jurnalis jangan.!jurnalis tidak boleh di aniaya, dan intimidasi.
Tulisanku ini sebagai bentuk rasa simpati dan sepanjang mengamati jurnalis ketika meliput aksi ku sebagai mahasiswa yang kerap turun ke jalan menyuarakan pendapat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H