Mohon tunggu...
Mutiara Zanira Putri
Mutiara Zanira Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya suka membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan terhadap Child-free

16 Juni 2022   22:46 Diperbarui: 16 Juni 2022   22:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan merupakan upacara sakral dimana menyatukan dua insan yang berbeda menjadi satu satu kali untuk seumur hidup, sehingga keputusan untuk memiliki pasangan dan memiliki ikatan pernikahan adalah keputusan dan tanggung jawab yang besar bagi seseorang baik laki-laki maupun perempuan. Dalam pernikahan, memiliki seorang anak adalah hal yang umum, namun kini banyak juga pasangan yang mempertimbangkan tanggung jawab memiliki seorang anak bahkan tidak sedikit yang memilih untuk tidak memiliki keturunan.


Saat ini media dalam negeri maupun luar negeri banyak memperbincangkan perihal Child-free. Menurut kamus Oxford, Child-free memiliki definisi "not having any children, especially by choice." atau memilih untuk tidak memiliki anak. Pandangan yang mengundang banyak pro dan kontra ini banyak dimiliki oleh tokoh masyarakat dengan berbagai macam alasan yang nantinya akan diulas satu persatu. Pandangan dan keputusan seseorang untuk Child-free seharusnya perlu dipertimbangkan oleh lebih banyak orang mengingat dari banyaknya pertumbuhan masyarakat bahkan sampai membludak.


Berbagai negara memiliki program yang serupa untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertambahan penduduk seperti di Indonesia terdapat program pemerintah Keluarga Berencana yang akrab dengan seruan "Dua anak lebih baik." , begitu pula di Amerika Serikat, mereka memiliki program Planned Parenthood. Dengan adanya pandangan dan keputusan untuk tidak memiliki anak atau Child-free, masyarakat membantu mensukseskan tujuan pemerintah untuk menekan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk.

Bila dilihat dari tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia, pandangan Child-free ini sangat membantu keluarga-keluarga yang berekonomi rendah, dan generasi yang baru merintis karir. Mereka dapat mengatur finansial individu dan keluarga lebih baik tanpa ada tanggungan anak. Tidak dapat terhindar juga dari fakta bahwa mencari pekerjaan di zaman sekarang sangatlah sulit bahkan untuk membiayai diri sendiri-pun juga sulit. Ditambah dengan adanya tanggungan anak, apakah seorang individu atau pasangan sudah mampu menanggung finansial individu lain yang belum mampu membiayai dirinya sendiri hingga individu tersebut mampu bekerja dan membiayai hidupnya sendiri.

Pandangan Child-free ini perlu dimiliki oleh banyak orang karena memiliki seorang anak adalah tanggung jawab yang besar. Sekalipun seseorang atau pasangan memiliki ekonomi yang stabil, namun apakah individu atau pasangan memiliki kesiapan mental untuk merawat seorang anak? Menimang buah hati tercinta setelah melahirkan seharusnya membawa kebahagiaan tersendiri bagi ibu. Sayangnya, ada ibu yang justru merasa sedih, cemas, bahkan depresi usai melahirkan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan baby blues syndrome atau sindrom baby blues. Sindrom ini seringkali dimiliki oleh seorang ibu yang baru melahirkan dan dapat dipicu dari adanya berbagai macam perubahan, mulai dari perubahan bentuk badan, pola tidur, hingga pikiran-pikiran yang mengganggu suasana hati dan mental sang ibu. Oleh sebab itu, pandangan Child-free dapat mengurangi resiko terjadinya sindrom tersebut.

Dikutip dari Nasional Republika pada tahun 2019, 1,24% penduduk di Indonesia atau sejumlah 3,2 juta penduduk adalah anak yatim piatu. Jika terdapat lebih banyak masyarakat yang tetap memiliki pandangan "Banyak anak, banyak rezeki." maka akan lebih banyak pula anak yang terlantar dan menjadi yatim piatu jika pasangan orang tua tidak memiliki finansial dan mental yang stabil.

Hingga saat ini, banyak individu mengeluh akan padatnya penduduk di Indonesia dan mengeluh akan kurangnya biaya merawat anak, namun masih banyak pula yang tidak menyadari akan pentingnya pandangan Child-free dan masih mempertimbangkan omongan dan pertanyaan dari orang lain "Kapan punya anak?" "Kenapa belum punya anak?" dan lain sebagainya tanpa mempertimbangkan kesiapan mental dan finansialnya sendiri. Mempunyai anak ataupun tidak merupakan keputusan dan tanggung jawab masing-masing individu khususnya seorang ibu sehingga semua kembali lagi pada setiap individu yang harus mempertimbangkannya secara matang. Pandangan Child-free sudah tidak lagi tabu. Dengan memiliki pandangan dan keputusan Child-free maka akan lebih banyak pihak diuntungkan mulai dari individu, pasangan, anak, hingga negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun