Dalam era kehidupan saat ini modernisasi tidak hanya berlaku pada bidang teknologi saja, tetapi juga memberikan dampak dalam permasalahan di bidang sosial budaya. Seperti halnya "Pondok Pesantren" yang saat ini sering kali dijumpai memiliki perubahan nama menjadi "Boarding School". Hal ini merupakan salah satu tanda moderninasi dalam bidang pendidikan. Perubahan nama ini merupakan upaya untuk menyesuaikan sistem pendidikan tradisional dengan perkembangan zaman.
Boarding school atau sekolah berasrama telah lama dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang tidak hanya fokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan mental santri. Dalam sistem ini, santri tinggal di asrama bersama teman-teman sebaya dan menjalani kehidupan yang diatur oleh jadwal serta aturan yang ketat. Hal ini sering kali dilakukan untuk meningkatkan daya tarik dan citra pesantren di mata masyarakat luas, khususnya dalam konteks globalisasi. Boarding School ini mencakup pengintegrasian kurikulum agama dengan kurikulum umum, fasilitas yang lebih baik, serta penggunaan istilah-istilah yang lebih universal untuk menjangkau khalayak yang lebih luas.
Kehidupan di boarding school adalah pengalaman yang unik dan penuh tantangan. Di balik rutinitas yang ketat sebagai santri, boarding school ternyata menjadi wadah efektif untuk membentuk karakter dan mental yang kuat. Artikel ini akan mengulas pengaruh boarding school terhadap perkembangan individu dengan sudut pandang penulis yang berpengalaman.
Â
1. Membentuk karakter mandiri yang maksimal
Jauh dari orang tua dan lingkungan rumah merupakan tantangan bagi santri boarding school untuk mengandalkan diri sendiri. Mulai dari selalu berusaha bangun di pagi hari dengan bantuan murotal tahajud, menyusun to do list harian seperti mengantri saat mandi, mengambil makan di math'am atau biasanya disebut dengan dapur makan, membersihkan kamar, piket koridor di asrama, belajar pelajaran akademik bersama teman-teman disekolah, saling membantu teman yang kesusahan memahami pelajaran. Istirahat siang merupakan waktu luang yang biasanya digunakan untuk makan siang, mencuci alat makan, mencuci pakaian kotor, menyetrika baju, ataupun tidur siang sebentar.
Kegiatan sekolah agama atau diniyah dilaksanakan pada sore hari sampai kilau merah langit terlihat. Setelah melaksanakan shalat maghrib berjamaah, derap langkah santri bergegas mengambil makan malam. Tilawah Al-Quran atau membaca Al-Quran dan Halaqah belajar mufrodat merupakan agenda rutin dimalam hari sebelum santri melanjutkan aktivitasnya di malam hari. Dan tibalah waktu istirahat dimalam hari yang mana aktivitas yang paling disukai santri. Sejenak jeda di penghujung hari, kala santri menikmati kebebasan kecil sebelum terlelap. Kondisi inilah yang membuat santri lebih mandiri.
Menurut Wichers dan Juvonen (2019), siswa di boarding school memiliki tingkat kemandirian lebih tinggi karena terbiasa menghadapi permasalahan sehari-hari secara mandiri. Hal ini relevan dengan kebutuhan dunia modern yang menuntut individu mampu mengatur diri tanpa bergantung pada orang lain.
2. Mempertajam skill sosial
Tinggal bersama teman-teman dari berbagai latar belakang menciptakan peluang untuk mengasah kemampuan sosial. Hidup di asrama itu berarti tinggal dengan banyak orang baru yang pastinya memiliki latar belakang, sifat, dan kebiasaan yang beda-beda. Awalnya mungkin agak canggung atau bahkan sering berantem kecil, dengan begitu para santri belajar buat saling memahami, menghargai, dan berkompromi. Hal inilah yang membuat skill sosial santri menjadi lebih baik. Nantinya akan berguna dalam dunia kerja atau lingkungan baru, dan lebih mudah dalam beradaptasi.
Interaksi dalam keseharian mengajarkan pentingnya toleransi, kompromi, dan kemampuan bekerja sama. Penelitian oleh Smith dan Fischer (2020) menunjukkan bahwa siswa boarding school memiliki empati dan keterampilan komunikasi yang lebih baik dibandingkan siswa sekolah umum. Pengalaman hidup bersama ini menjadi modal penting saat memasuki lingkungan kerja atau masyarakat yang lebih luas.
3. Memiliki mental yang tangguh
Kehidupan di boarding school tidak lepas dari tekanan akademik, homesick, dan konflik antar teman. Namun, justru dari tantangan ini santri belajar untuk bertahan dan mengembangkan ketangguhan mental. Santri boarding school dihadapkan pada jadwal harian yang padat, tugas akademik yang menuntut, dan adaptasi sosial yang dinamis. Kondisi ini mendorong santri untuk terus mencari solusi atas berbagai kendala yang dihadapi. Saat homesick melanda, santri belajar untuk menemukan kenyamanan dalam pertemanan yang baru. Ketika konflik muncul, santri belajar berdiskusi dan menyelesaikan perbedaan dengan cara yang dewasa. Semua ini memperkuat daya tahan emosional dan meningkatkan keterampilan mengatasi stres. Dan dengan bekal ilmu agama yang kuat, silaturahmi atau hubungan antar santri akan tetap terjaga.
Journal of Adolescent Resilience (2021) melaporkan bahwa siswa boarding school memiliki ketahanan mental lebih baik karena mereka terbiasa menghadapi tantangan secara langsung tanpa intervensi orang tua. Ini membentuk kepribadian yang tangguh dan siap menghadapi situasi sulit di masa depan.
4. Membentuk karakter positif
Di boarding school, terdapat nilai-nilai atau aturan tertentu yang ditanamkan, seperti disiplin, tanggung jawab, dan kejujuran. Kebiasaan-kebiasaan ini lama-kelamaan menjadi bagian dari karakter santri. Misalnya, disiplin untuk bangun pagi dan mengikuti kegiatan harian membuat santri lebih terorganisasi dan siap menghadapi tuntutan kehidupan yang penuh tantangan.
Pembentukan karakter ini juga telah dikaji oleh Brown dan Johnson (2018), yang menyebutkan bahwa lingkungan boarding school mampu membangun kebiasaan positif pada siswa karena adanya rutinitas dan pengawasan yang konsisten. Kebiasaan ini tidak hanya berlaku saat mereka berada di sekolah, tetapi juga terus terbawa ke kehidupan dewasa, membantu mereka menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dan memiliki integritas tinggi.
Nilai-nilai yang ditanamkan ini menciptakan pola pikir yang terarah, di mana individu belajar untuk memprioritaskan tugas, menghargai waktu, dan memupuk rasa hormat terhadap sesama. Dengan demikian, boarding school tidak hanya mencetak santri yang unggul secara akademis, tetapi juga individu yang matang secara emosional dan moral.
5. Mampu dalam manajemen konflik
Â
Manajemen konflik sangat penting dalam kehidupan berasrama, terutama mengingat betapa seringnya terjadi seperti situasi perpindahan kamar setiap tahun menimbulkan permasalahan yang kecil yaitu rebutan fasilitas atau perbedaan pendapat di antara santri. Dalam lingkungan ini, santri belajar untuk menghadapi konflik secara konstruktif, belajar untuk mendengarkan sudut pandang orang lain, mengomunikasikan perasaan dan kebutuhan mereka, serta mencari solusi yang saling menguntungkan.
Para santri tidak hanya memahami teori-teori manajemen konflik, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, di berbagai situasi. Dengan melibatkan diri dalam proses ini, santri tidak hanya memperbaiki keterampilan sosial mereka, tetapi juga membangun kemampuan untuk mengatasi konflik secara lebih efektif di masa depan. Di Indonesia, boarding school seperti pesantren modern juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter siswa. Nilai-nilai agama dan budaya yang diajarkan memberikan dimensi tambahan dalam pengembangan kepribadian yang holistik.
Boarding school adalah tempat yang tidak hanya mendidik siswa secara akademis, tetapi juga membentuk karakter dan mental yang tangguh. Pengalaman hidup di asrama memberikan bekal penting untuk menghadapi dunia luar dengan percaya diri dan kesiapan mental yang matang. Oleh karena itu, boarding school dapat dianggap sebagai salah satu cara efektif untuk membentuk individu yang berintegritas dan bertakwa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI