Mohon tunggu...
Mutiara Wahyularasati
Mutiara Wahyularasati Mohon Tunggu... Akuntan - YARSI University

I’m an undergraduate Accounting student at YARSI University, with a strong interest in Accounting, Finance, and Tax. I've analytical abilities and aim to expand my knowledge of how companies manage their financial resources to achieve their goals. I also active in member of various student organizations. I have good negotiation skills and strong leadership, an ambitious person, and never give up on acheving a goal. I’m looking forward to improving myself and learn something new to improve my skill. I loved learning by doing and capable to work in a team well. I’m able to work well underpressure and adhere to strict deadlines.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

3 Mei 2024   17:05 Diperbarui: 3 Mei 2024   17:07 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah berasal dari istilah "Musyarakah", yang secara etimologis berasal dari kata "syarkah". Makna "syirkah" sendiri mengacu pada konsep pencampuran atau interaksi. Secara terminologi, "syirkah" adalah kemitraan dalam usaha untuk mengambil hak atau beroperasi. PSAK 106 dari IAI mengartikan musyarakah sebagai perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu usaha tertentu. Dalam perjanjian ini, setiap pihak memberikan kontribusi dana, dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sementara kerugian ditanggung berdasarkan proporsi kontribusi dana masing-masing. Sebagaimana transaksi mudharabah, musyarakah juga merupakan bentuk transaksi dengan skema investasi, sehingga memiliki banyak kesamaan dengan mudharabah. Salah satu kesamaannya adalah bahwa pembiayaan diberikan hanya untuk mendukung usaha yang produktif, dan keuntungan yang diperoleh berasal dari bagi hasil atas usaha yang didanai.

Ketentuan Syar'i untuk Transaksi Musyarakah terdiri dari dua jenis utama, yaitu: 1) Musyarakah hak milik (syirkatul amlak), yang melibatkan kemitraan dalam kepemilikan barang dengan berbagai sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan; 2) Musyarakah akad (syrkazul uqud), yang merupakan perjanjian kerja sama dalam modal atau keuntungan.

Berdasarkan perbedaan peran dan akad, transaksi Musyarakah dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis, termasuk musyarakah 'inan, musyarakah abdan, musyarakah wujuh, dan musyarakah mufawadhah. Musyarakah 'inan, misalnya, melibatkan kemitraan dengan modal bersama untuk memulai usaha, dengan keputusan kemitraan yang dibatasi oleh persetujuan mitra lain. Praktik musyarakah di sektor perbankan sering kali didasarkan pada konsep musyarakah 'inan.

Musyarakah abdan melibatkan kerja sama dalam usaha antara dua pihak atau lebih, seperti dalam praktik dokter di klinik atau akuntan/konsultan. Sementara Imam Syafi'i menentang syirkah ini karena dilakukan tanpa modal harta, mayoritas mazhab dan ulama memperbolehkannya dengan alasan bahwa keuntungan tidak harus berasal dari modal harta, tetapi bisa juga dari modal kerja.

Musyarakah wujuh melibatkan pembelian barang dengan menggunakan nama baik dan kepercayaan kepada pihak-pihak yang bermitra, meskipun keduanya tidak memiliki modal uang sama sekali. Meskipun beberapa mazhab menolak bentuk ini karena tidak adanya modal yang dikembangkan, mayoritas ulama memperbolehkannya dengan alasan kebutuhan akan modal uang yang lebih besar.

Musyarakah mufawadhah adalah jenis musyarakah di mana para anggotanya memiliki kesamaan dalam modal, aktivitas, dan utang piutang, mulai dari pendirian hingga akhir musyarakah. Dalam jenis ini, setiap anggota memiliki kebebasan untuk mengoperasikan modalnya, baik dalam situasi ada maupun tidak ada. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan berbagai aktivitas finansial dan kerja sesuai kebutuhan kerja sama, seperti jual beli, penjaminan, pegadaian, sewa-menyewa, dan lain sebagainya.

Rukun transaksi musyarakah meliputi keberadaan dua pihak transaktor, objek musyarakah (modal dan usaha), serta ijab dan kabul yang menunjukkan persetujuan pihak yang bertransaksi. Transaktor harus memiliki kecakapan hukum dan kompetensi dalam memberikan atau menerima kekuasaan perwakilan. Objek musyarakah mencakup modal, kerja, keuntungan, dan kerugian. Sementara ijab dan kabul dalam transaksi musyarakah harus diungkapkan oleh para pihak untuk menunjukkan kesediaan mereka dalam membuat kontrak. Selanjutnya, akad penerimaan dan penawaran yang disepakati harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak, dan selanjutnya dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau cara lain yang lazim dalam masyarakat bisnis.

Untuk memastikan kepatuhan syariah dalam praktik transaksi musyarakah, lembaga pemantau syariah seperti DPS melakukan pengawasan periodik. Pengawasan tersebut, yang didasarkan pada pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dilakukan untuk memeriksa apakah bank telah memberikan informasi lengkap kepada nasabah, apakah perhitungan bagi hasil dilakukan sesuai prinsip syariah, apakah persetujuan dari semua pihak telah diperoleh dalam perjanjian pembiayaan musyarakah, apakah rukun dan syarat musyarakah telah dipenuhi, apakah biaya operasional telah dibebankan pada modal bersama musyarakah, dan apakah kegiatan investasi yang dibiayai sesuai dengan prinsip syariah.

Pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para nasabah, serta melaksanakan administrasi dengan tertib agar dokumen-dokumen yang diperlukan tersedia saat dilakukan pengawasan.

Berikut ialah alur transaksi musyarakah :

Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan musyarakah oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan musyarakah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisis 5 C (Character, Capacity, Capital, Commitment, dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti dengan verifikasi. Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak musyarakah dengan nasabah sebagai mitra di hadapan notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan terpenuhinya rukun musyarakah.

Kedua, bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya.

Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaiannasabah sebagai mitra oktif, maka kerugian ditanggung proporsional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah.

Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.

Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik nasabah sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun