Kembali lagi di Bumi Suwar Suwir yang biasa dikenal dengan dengan Kota Jember. Kota ini merupakan kota pandhalungan yang kaya akan budaya dan masyarakatnya dominan bergelut di bidang pertanian. Bukan hanya di pertanian seperti padi, jagung, edamame, tembakau, dll. Tapi juga dalam bidang perkebunan, yaitu kopi yang terkenal hingga pelosok negeri, teh, kakao, dan masih banyak lagi.
Dengan banyaknya hasil pertanian ini, selain didistribusikan ke luar kota, juga diperdagangkan di kota pandhalungan ini sendiri. Untuk lapaknya sendiri banyak macamnya akan tetapi yang umum adalah pasar tradisional dan pasar swalayan. Di pasar swalayan memang tidak terlalu banyak macamnya untuk hasil pertanian itu sendiri, dan masyarakat menengah kebawah juga lebih dominan berbelanja di pasar tradisional.
Dari hal-hal diatas, dapat disimpulkan bahwa siklus perekonomian hasil pertanian lebih dominan terjadi di pasar tradisional, yang membuat padatnya kegiatan transaksi di suatu lingkungan tertentu. Hal itu mendorong pemerintah untuk mengemas dan menyediakan tempat yang aman dan layak bagi pedagang dan pembeli untuk bertransaksi dikarenakan dengan adanya tempat yang layak, akan membuat siklus transaksi berjalan lancar dan tidak ada kendala.
Namun realita berkata lain. Dalam kehidupan sebenarnya, pasar tradisional mempunyai stigma tersendiri, yaitu kumuh dan rawan copet. Pasar tradisional lebih banyak dikenal dengan kawasan yang kurang bersih karena daerahnya biasanya berada di outdoor dan tidak teratur, jadi misal selepas hujan aspalnya becek lalu ditempati oleh pedagang-pedagang, alhasil keliatan kumuh dengan becekan-becekan itu dan beberapa sampah yang berserakan. Belum lagi tentang keresahan keamanan, banyaknya copet yang berlalu lalang membuat masyarakat pembeli khawatir, bahkan pedagang pun ikut was-was. Dan dari semua factor tersebut, masyarakat akhirnya akan beralih ke pasar swalayan dan eksistensi dari pasar tradisional sendiri akan terkikis.
Terkikisnya eksistensi pasar tradisional sendiri menyebabkan siklus perekonomian suatu kota terganggu, dikarenakan pasar merupakan tempat jual beli kebutuhan pokok sehari-hari setiap umat. Yang membuat pasar menjadi salah satu pusat perekonomian. Harapan masyarakat, pemerintah melakukan pembenahan lingkungan pasar tradisional agar lebih layak dan aman bagi seluruh kalangan masyarakat.
Sebagai seorang planner, saya memikirkan bahwa solusi yang cocok untuk masalah tersebut adalah revitalisasi dan positioning pasar tradisional. Revitalisasi merupakan proses, metode atau tindakan menghidupkan kembali atau menghidupkan kembali suatu hal. Sedangkan positioning merupakan tindakan merancang produk dan bauran pemasaran untuk menciptakan kesan tertentu di benak konsumen.
Menurut data yang saya peroleh dari thesis Yuni Syafa'atul Barokah. Di kota pandhalungan ini alhamdulillah nya sudah dilakukan revitalisasi pasar tradisional diantaranya : Pasar Tanjung yang ada di Kec. Kaliwates, Pasar Tegal Besar di Kec. Kaliwates, Pasar Bungur di Kec. Patrang, Pasar Tegalboto di Kec. Sumbersari, Pasar Petung di Kec. Bangsalsari, Pasar Menampu di Kec. Gumukmas, Pasar Umbulsari di Kec. Umbulsari, Pasar Kalisat di Kec. Kalisat, Pasar Kreongan di Kec. Patrang, Pasar Gebang di Kec. Patrang, Pasar Mangli di Kel. Mangli. Adanya revitalisasi pasar bertujuan untuk mengembalikan fungsi pasar untuk menarik minat masyarakat berbelanja di pasar tradisional.
Salah satu pasar tradisional yang telah direvitalisasi adalah Pasar Tanjung. Salah satu faktor mengapa revitalisasi dilakukan di pasar Tanjung adalah karena pasar sudah tidak layak lagi dari segi infrastruktur, sehingga pemerintah menghidupkan kembali pasar tradisional di pasar Tanjung untuk bersaing dan meningkatkan kesehatan, kepuasan pedagang dan konsumen ketika berbelanja di Pasar Tanjung. Selain itu, dari tahun ke tahun minat pelaku usaha dan konsumen semakin meningkat, sehingga perlu dilakukan pengaturan atau penataan tempat pedagang dengan akses jalan dan penataan ruang yang mampu memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
Tentunya setelah melalui proses revitalisasi, pengembangan lahan atau infrastruktur Pasar Tanjung akan menjadi lebih tertata. Selain mengembalikan fungsi penting pasar tradisional, revitalisasi pasar ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan pedagang dan preferensi belanja konsumen di Pasar Tanjung.
Tahapan-tahapan dalam revitalisasi pun ada tersendiri, diantaranya:
1.Interverensi fisik
Mengingat ideal kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, terutama untuk menarik aktivitas dan pengunjung, maka intervensi fisik ini harus dilaksanakan. Intervensi fisik dimulai dengan kegiatan restorasi fisik dan berlangsung secara bertahap, termasuk perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, perencanaan hijau, sistem konektivitas, sistem persinyalan/periklanan, dan ruang terbuka (urban area). Isu lingkungan (environmental sustainability) juga menjadi penting, sehingga intervensi fisik juga harus memperhatikan konteks lingkungan. Perencanaan fisik harus selalu didasarkan pada pemikiran jangka panjang.
2.Revitalisasi Manajemen
Pasar harus mampu mengembangkan pengelolaan pasar yang mengatur secara jelas aspek-aspek seperti hak dan kewajiban pedagang, tata cara penempatan, pendanaan, fasilitas yang akan diikutsertakan dalam pasar, dan standar operasional prosedur bagi pedagang.
3.Revitalisasi Ekonomi
Perbaikan fisik kawasan dalam jangka pendek harus sesuai untuk kegiatan ekonomi formal maupun informal (pembangunan ekonomi lokal), untuk dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan perkotaan. Revitalisasi yang diawali dengan peremajaan artefak perkotaan harus berjalan beriringan dengan pemulihan kegiatan ekonomi. Sebagai bagian dari proses revitalisasi, perlu dikembangkan fungsi-fungsi campuran yang dapat mendorong kegiatan ekonomi dan sosial (vitalitas baru).
4.Revitalisasi sosial
Revitalisasi suatu lingkungan akan diukur jika mampu menciptakan lingkungan yang menyenangkan (menarik), jadi bukan sekedar tempat yang asri. Kegiatan tersebut harus berdampak positif dan mampu meningkatkan kedinamisan dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public sector). Kegiatan perancangan dan pengembangan kota bertujuan untuk menciptakan lingkungan sosial yang terdefinisi sendiri (place creation) dan hal ini juga harus didukung oleh pengembangan kelembagaan yang baik.
Revitalisasi juga terjadi pada pasar di daerah saya yaitu Pasar Kreongan. Keadaan pasar kreongan sebelum dan sesudah revitalisasi ini berubah signifikan. Mulai dari bangunannya kini kelihatan bersih, mapan, dan kokoh. Sistem penataan di dalamnya juga berubah lebih baik, contohnya pedagang ikan dan daging berkumpul dengan pedagang ikan dan daging lainnya, pedagang sayur-sayuran berkumpul dengan pedagang sayuran lainnya, sembako juga berkumpul dengan pedagang sembako lainnya.
Saya sebagai konsumen pun menikmati dampak dari revitalisasi ini. Saya juga tidak bingung lagi untuk mencari kebutuhan yang diperlukan. Prasarana nya juga lebih layak, diantaranya toilet yang layak dan berada di bagian depan pasar, tempat parkirnya juga lebih jelas, secara dari pintu masuk bisa langsung ambil posisi untuk parkir sendiri, petugas parkirpun lebih mudah untuk mengatur dan antara jalan masuk dan keluar juga beda, sehingga mengurangi kemacetan lalu lalang yang ada.
Dengan ini, fungsi dari revitalisasi ini sendiri jadi lebih tersampaikan. Mulai dari aspek kenyamanan, pelayanan, dan keamanannya. Yang membuat pasar tradisional tetap eksis dan dipilih seiring dengan berjalannya zaman. Namun dari pemerintah juga harus memperhatikan dan mengelola kondisi fisik dari pasar tradisional sesuai dengan perkembangan zaman agar tidak kalah saing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H