Pengkhianatan di Balik Perjuangan
Berteriak satu suara. Menyalurkan energi secara serentak. Tetapi, siapa sangka di antara mereka masih terselubung serigala berbulu domba. Diceritakan bahwa Alex dan Gusti dalam kelompok mereka adalah sang fotografi.Â
Mereka bertugas mendokumentasikan setiap agenda yang dilakukan. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Setelah banyak hal yang dilewati, rencana, susunan strategi perjuangan, dan tuduhan yang menguar bagi siapa saja yang terlibat.Â
Terbukti. Pengkhianatnya adalah ia yang suka memoto menggunakan lampu blitz. Saya tidak akan membeberkan siapa 'dalangnya' pada tulisan ini karena, Ibu Leila benar-benar menyuguhkan kisah ini penuh strategi yang dikemas melalui alur cerita yang melarut sehingga tidak mudah tertebak bagi pembacanya. Jadi, silahkan membacanya sendiri. Maka kamu akan tahu siapa pengkhianatnya.
Hidup atau Mati di Tempat Keji
       "Kedua tanganku masih terikat pada ujung setiap velbed." (hal 91)
       "Sekali lagi kepalaku disiram air dan es batu." (hal 93)
       "Si Mata Merah menyundutkan rokoknya ke lengan kananku, lengan kiri, telapak kanan, telapak kiri. Perlahan dan membakar. Aku menjerit-jerit dan dia tersenyum senang." (hal 99).
Sudah bisa membayangkan, bagaimana kondisi Biru Laut dan kawan-kawannya yang tertangkap? Ya, sejarah juga tidak bisa dipungkiri bahwa pada zaman orde baru banyak aktivis dan juga mahasiswa yang ditangkap dan disiksa. Tidak sampai disitu saja, sebagian dari mereka dihilangkan dan tidak pernah kembali lagi.
Di sinilah Biru Laut bercerita, mengenai kisahnya bersama dengan kawan-kawan aktivis yang berjuang demi tonggak keadilan. Sampai pada akhirnya satu per satu dibawa ke tempat keji untuk diksiksa dan dipaksa menuruti semua perintah tanpa adanya perlawanan.Â
Di tempat keji, mereka dalam keadaan mata tertutup disertai luka lebam-lebam. Mereka hanya bertanya-tanya, kawan siapa saja yang sudah tertangkap dan disiksa, dan siapa saja yang berhasil melarikan diri.