Pasal 10 Ayat 2 : "belajar di sekolah beragama yang telah mendapatkan pengakuan dari mentri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar" Urgensi pemerataan pendidikan menjadi isu yang menarik, karena apabila anakanak yang seharusnya mengenyam pendidikan, di tingkat sekolah dasar, maka siswa tersebut mempunyai kemampuan berupa membaca, menulis dan berhitung. Dengan demikian ia mampu mengikuti tidak akan tertinggal dengan kemajuan zaman, mereka menjadi mandiri dan tidak menjadi penghambat dari pembangunan Indonesia.Â
Pada tingkat pendidikan dasar, kebijakan yang berkaitan dengan tersedianya akses pendidikan yang mempertimbangkan aspek kuantitatif, sebab seluruh masyarakat perlu diberikan materi pemahaman yang seimbang. Jika dilihat dengan seksama untuk jenjang pendidikan menengah sampai dengan jenjang pendidikan tinggi, kebijakan pemerintah berkaitan dengan pembangunan kualitatif dan relevansi, yang berhubungan dengan minat dan bakat siswa, dimana kebutuhan lapangan kerja dan untuk pengembangan kebudayaan, dan teknologi terbarukan. Namun dalam perkembangan yang terjadi pada dewasa ini, terjadi ketidak seimbangan antara jumlah lembaga pendidikan dengan peserta didiknya, antara sekolah umum dan sekolah kejuruan pada masing masing tingkat satuan pendidikan, padahal sekolah kejuruan seharusnya lebih banyak dari pada sekolah umum karena pembangunan membutuhkan kader kader yang cerdas dan terampil, yang hal ini dapat ditangani melalui pendidikan kejuruan, dan ketidak seimbangan juga terlihat pada adanya perbandingan jumlah yang mencolok antara SD, SMP dan SMA. Lembaga SD jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah lembaga SMP dan SMA.
Di sisi lain adanya upaya untuk pemerataan pendidikan melalui pendidikan luar kelas berkembang cukup pesat, dalam hal ini ada dua faktor yang menjadi pemicu hal tersebut. Pertama perkembangan IPTEK yang memberikan alternatif bagi masyarakat dan kedua konsep pendidikan sepanjang hayat yang tidak membatasi usia dari peserta didik dan tidak terbatas pada dinding ruangan kelas yang mana hal ini dapat memberi akses yang luas bagi masyarakat dalam menikmati kesempatan belajar. Ada banyak cara dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan. Mulai dari cara konvensional sampai dengan cara inovatif. Adapun untuk cara tradisonal pemerintah dapat melakukan: Pertama dengan membangun gedung sekolah dan ruang belajar dan kedua memanfaatkan sekolah dengan sistem double sift (siswa dibagi kelas pagi dan sore). Adapun cara kedua yaitu cara inovatif dengan membangun sistem pamong (pendidikan bekerjasama dengan masyarakat), membangun sekolah di daerah terpencil dan mengirimkan guru-guru untuk mendidik didaerah tersebut (pola SM3T), pola pendekatan rumah (guru mendatangi rumah siswa), Program Kejar Paket, Pembelajaran jarak jauh seperti yang diterapkan pada Universitas Terbuka. Berkenaan dengan solusi di atas yang lebih penting dan utama adalah bagaimana menumbuhkan dan membangkitkan kemauan belajar dari peserta didik, baik masyarakat maupun keluarga yang kurang mampu supaya semangat dan terus terpacu untuk membuat anak-anak mereka agar tetap bisa sekolah. Pemecahan masalah pemerataan pendidikan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional antara lain:
a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore) Cara inovatif antara lain:
a. Sistem PAMONG (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Impacts system (Instructional Management by Parent, Community and, Teacher). sistem tersebut dirintis di Solo dan di diseminasikan ke beberapa provinsi :.
1) SD Kecil pada daerah terpencil.
2) Sistem Guru Kunjung.
3) SMP Terbuka dan SMAT (ISOSA _ In School Out off School Approach),
4) Kejar Paket A dan B.
5) Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.