Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jangan Biarkan Keanekaragaman Hayati di Pesisir Utara Tinggal Cerita bagi Anak Cucu

14 Desember 2024   17:26 Diperbarui: 15 Desember 2024   01:00 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesisir Pekalongan dari atas tanggul 700 meter (dokumentasi pribadi) 

Tak ada manusia yang menginginkan kampung halamannya hilang akibat bencana. Terlebih, bila kampung tersebut memiliki memori bertumbuh bersama orang-orang tercinta. Pastinya ada rasa sedih dan ngilu tiap membayangkan kampung tercinta akan tenggelam.

***

Pekalongan. Kota yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa ini dikenal sebagai Kota Batik. Bahkan UNESCO menjadikannya sebagai kota kreatif dunia karena memiliki kampung-kampung penghasil batik yang produktif. Namun siapa sangka, dibalik nama populernya itu, Pekalongan juga menyimpan cerita pilu.

Cerita tentang banjir rob yang setiap tahun menghantui masyarakat pesisir. Dulu, saat masih usia kanak-kanak, saya dan keluarga bisa dengan mudah menemukan kerang, mangrove dan kepiting di pasir-pasir pantai. Tapi sekarang, pasir-pasir makin terkikis air laut. 

Jalan di pesisir pantai Pasir Kencana yang tergenang rob (dokumentasi pribadi) 
Jalan di pesisir pantai Pasir Kencana yang tergenang rob (dokumentasi pribadi) 

Sebelum banjir rob menghantui, keanekaragaman hayati berupa burung-burung, tanaman mangrove serta berbagai jenis ikan tangkap seperti layang, tongkol, lemuru, kakap, tengiri, makarel dan ikan jeruk sangat tinggi. Kekayaan itulah yang menjadikan pelabuhan Kota Pekalongan terkenal sebagai sentra jual beli hasil laut.

Bertahun-tahun berlalu, rob kemudian datang menggenangi kota di pesisir utara pulau Jawa ini. Sudah banyak rumah, sekolah, puskesmas, kantor hingga fasilitas umum lainnya yang terendam sehingga ditinggalkan pemiliknya. Bahkan, pelabuhan pun tak luput dari genangan air.

Pemerintah kota sempat kewalahan menghadapi rob. Beruntung, tahun 2022 lalu, sebuah tanggul sepanjang 700 meter dibangun. Jalan utama pun mulai ditinggikan sehingga banjir tak mengganggu mobilitas.

Kota Pekalongan adalah kampung halaman yang memiliki memori bagi banyak orang. Aktivitas ekonomi akan selalu menggeliat jika bencana rob mampu teratasi secara tuntas.

Aktivitas ekonomi di sekitar pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan (dokumentasi pribadi) 
Aktivitas ekonomi di sekitar pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan (dokumentasi pribadi) 

Sebelum itu, apakah kamu tahu alasan bencana rob bisa terjadi? Selain karena land subsidence yang cukup parah setiap tahunnya, rob juga dipengaruhi oleh perubahan iklim

Perubahan Iklim Ancaman Nyata Wilayah Pesisir

Perubahan iklim bukan sekadar isu belaka. Dampaknya sudah sangat jelas bisa dirasakan oleh masyarakat melalui bencana-bencana klimatologi seperti gelombang panas, banjir bandang, kekeringan ekstrem, hingga rob di wilayah pesisir.

Saking seriusnya dampak perubahan iklim, membuat 196 negara di dunia berkumpul dan membuat perjanjian berupa Paris Agreement pada tahun 2015. Salah satu poin penting dari Paris Agreement yakni memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius, atau paling ideal 1,5 derajat Celsius.

“Seberapa parah pemanasan global yang membuat terjadinya perubahan iklim dan mengancam keanekaragaman hayati?”

Tingkat kenaikan suhu dari waktu ke waktu (Sumber : Walhi) 
Tingkat kenaikan suhu dari waktu ke waktu (Sumber : Walhi) 

Dari gambar di atas bisa dilihat perubahan yang terjadi pada suhu bumi sejak tahun 1901 hingga 2018 yang semakin berwarna merah. Suhu permukaan bumi semakin panas disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca di udara akibat aktivitas tinggi emisi.

Lamanya waktu dan pengabaian manusia terhadap aktivitas rendah emisi, membuat pemanasan global semakin parah, hal itu yang menjadikan dampak-dampak pemanasan global kian meninggi. 

Menurut WWF, saat ini gletser-gletser di wilayah kutub mulai mencair yang menyebabkan volume air laut menjadi bertambah. Mencairnya gletser di kutub tak hanya berpengaruh pada kejadian rob di wilayah pesisir tapi juga hilangnya tempat tinggal makhluk hidup. 

Beruang kutub atau penguin misalnya. Kedua hewan tersebut memiliki habitat di wilayah yang dingin. Beruang kutub jantan hidup di sekitar es-es yang mengapung di lautan untuk berburu makanan. Mereka memanfaatkan pecahan-pecahan gletser untuk bergerak.

Saat gletser dan gunung es mulai mencair akibat suhu udara yang tinggi, maka bisa dipastikan bahwa beruang kutub, penguin dan hewan lainnya akan kehilangan tempat tinggal. Dan bisa jadi, itu memicu kepunahan mereka. 

Di Indonesia, perubahan iklim telah membuat air laut naik dan berisiko menenggelamkan beberapa kota seperti Demak, Jakarta, Semarang, Tegal hingga Pekalongan.

Bila itu terus diabaikan tanpa adanya tindakan nyata, maka mungkin saja 20, 30 hingga 70 tahun mendatang, kota-kota di pesisir, termasuk Kota Pekalongan akan tenggelam. Jika sudah kehilangan tempat tinggal, kemana kita akan pergi?

Bagaimana Upaya Mitigasi untuk Mencegah Perubahan Iklim?

Sebelum terjadinya revolusi Industri, manusia lebih banyak bekerja secara manual sehingga lebih ramah lingkungan. Tapi, setelah manusia mengenal mesin dan perangkat-perangkat otomatis, aktivitas-aktivitas yang menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca semakin meningkat.

Perlu diketahui bahwa kategori penyumbang emisi terbesar secara berturut-turut antara lain industri produsen energi (46,35%), transportasi (26,39%), industri manufaktur dan konstruksi (17,75%), sektor lainnya (4,63%).

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar bumi bisa kembali pulih. Berikut ini aktivitas-aktivitas yang mendukung pemulihan bumi dari perubahan iklim,

Melakukan Transisi Energi

Sektor energi menyumbang emisi terbesar di Indonesia. Ya, itu karena sumber listrik masih menggunakan PLTU yang memanfaatkan penggunaan batubara sebagai bahan bakar. 

Dengan adanya transisi energi dari energi fosil menuju energi listrik, panas bumi, hingga surya, itu bisa meminimalisir pembuangan gas rumah kaca yang disebabkan oleh pembakaran energi fosil. 

Mengurangi Food Waste

Tahukah kamu bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah makanan nomor 1 di Asia Tenggara dengan jumlah 20,93 juta ton per tahunnya.

Sampah-sampah makanan yang terkumpul di TPA dan membusuk akan menghasilkan gas rumah kaca bernama metana. Dengan demikian, dari jutaan ton sampah makanan akan terbuang pula jutaan gas metana ke udara. 

Problematika sampah makanan ini benar-benar harus diatasi melalui pengelolaan berkelanjutan secara masal dan terpusat. Selain itu, di dalam rumah tangga masyarakat, penerapan ambil makanan secukupnya, habiskan makanan tanpa sisa hingga belanja sesuai kebutuhan menjadi cukup krusial untuk dilakukan.

Hemat Listrik dari rumah

Listrik merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Meski demikian, dominan listrik di dunia dihasilkan oleh PLTU sehingga memberi dampak buruk bagi lingkungan. Semakin besar daya listrik yang dibutuhkan masyarakat, maka semakin besar pula potensi GRK yang terbuang. Hal ini bisa memicu pemanasan global.

Mengurangi penggunaan listrik bisa jadi solusi minimum untuk menekan pencemaran, terutama untuk industri-industri besar. Selain berhemat dengan mengurangi angka vampir listrik. Transisi energi menjadi solusi yang bisa dipilih untuk keberlanjutan lingkungan.

Menggunakan Transportasi umum/rendah emisi

Saat ini, pemerintah tengah menggaungkan penggunaan mobil listrik dan kendaraan rendah emisi. Tujuannya agar keluaran gas rumah kaca yang diakibatkan oleh sektor transportasi bisa berkurang. 

Untuk masyarakat umum, penggunaan transportasi publik dan transportasi ramah lingkungan seperti sepeda juga bisa dilakukan untuk meminimalisir emisi.

Penanaman Mangrove secara Massal

Mangrove dikenal sebagai tanaman yang mampu menghasilkan blue carbon. Blue carbon diketahui dapat menyerap karbon lebih banyak dari tanaman tropis. Karbon di atmosfer diserap dan disimpan sebagai biomassa di tegakan pohon serta di tanah atau sedimen. 

Infografis manfaat mangrove (sumber : twitter Yayasan Kehati) 
Infografis manfaat mangrove (sumber : twitter Yayasan Kehati) 
Menanam mangrove secara massal, artinya mempertinggi potensi penyerapan gas rumah kaca penyebab global warming dan perubahan iklim.

Baiklah, itu dia upaya mitigasi yang bisa dilakukan untuk mencegah tingkat keparahan perubahan iklim. Selain pemerintah dan masyarakat, beberapa pihak juga turut berkolaborasi dalam mencegah perubahan iklim. Salah satunya Yayasan KEHATI

Yayasan KEHATI menjadi pihak yang peduli akan hal tersebut. Selain menginisiasi tersusunnya Blueprint untuk Program Perubahan Iklim, NGO tersebut juga mendukung terciptanya aksi-aksi berkelanjutan yang menggandeng anak-anak muda. 

Gathering bersama ibu Rika Anggraeni mengenai keanekaragaman hayati (screenshoot pribadi melalui zoom) 
Gathering bersama ibu Rika Anggraeni mengenai keanekaragaman hayati (screenshoot pribadi melalui zoom) 

"Keanekaragaman hayati di Indonesia itu kaya. Namun, sekaya apapun itu, jika tidak dijaga, maka dengan mudah bisa hilang. Apalagi adanya perubahan iklim" (Rika Anggraini - direktur komunikasi dan kemitraan yayasan KEHATI) 

Keanekaragaman hayati Indonesia sangat besar. Diperlukan awareness sejak dini sebagai upaya menjaga eksistensinya. Dengan demikian, aksi-aksi bela iklim yang menggandeng anak muda harus dimulai sejak awal dengan pendekatan yang menyenangkan. 

***

Kota Pekalongan maupun kota lainnya di pesisir utara bisa saja tenggelam akibat rob dan perubahan iklim. Tentu hal ini menyebabkan kita kehilangan rumah dan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir. Dibutuhkan kolaborasi tepat untuk memitigasi problematika tersebut. 

Saya yakin, melalui kolaborasi tepat dari pemerintah, masyarakat hingga NGO, perubahan iklim bisa diredam. Dengan demikian, masa depan Indonesia dan dunia bisa diselamatkan untuk anak cucu kelak. 

Salam lestari dari Nurul Mutiara R A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun