Guru Pendidikan Kewarganegaraan saya bernama Bu Diah pernah bercerita tentang anaknya yang mengikuti Olimpiade Biologi Tingkat Nasional. Anak Bu Diah kalah dari SMA lain. Atas kekalahan itu, anak Bu Diah menangis dan merasa kecewa.Â
Sebagai seorang ibu, Bu Diah memeluk erat anaknya dan berkata bahwa kekalahan itu hal yang wajar. Tak perlu disesali sampai berlebihan.Â
Kekalahan memang memunculkan rasa kecewa, namun jangan sampai membuat patah semangat hingga kehilangan harapan. Lantas, Bu Diah memberi motivasi sebisa beliau.Â
"Kalau bukan ibunya yang memberi semangat ke anak-anak, siapa lagi. Seorang ibu itu madrasah pertama bagi anak. Tempat bagi anak memiliki rumah"
Ternyata, pelukan dan dorongan hangat Bu Diah, mengantarkan anaknya memenangkan berbagai lomba essay dan karya ilmiah. Bu Diah bilang bahwa beliau tak pernah sekalipun mencela anaknya. Terharu sekali mendengar cerita beliau.Â
Suatu saat, ketika memiliki anak dan dia mengalami kegagalan, saya akan jadi orang pertama yang memeluknya, lantas berkata bahwa kegagalan itu manusiawi, tak perlu dipikirkan secara berlarut.Â
Ya, saya akan merengkuh perasaannya dengan senyuman, mengajarkan ia menerima kegagalan bukan hanya mencari kemenangan. Harapan saya, itu bisa membuat ia kuat dan tak menyalahkan diri sendiri tatkala jatuh.Â
***
Hari ini merupakan Hari Anak Nasional (HAN). Momen HAN bisa dijadikan refleksi bagi orang tua dimanapun bahwa seorang anak membutuhkan dukungan penuh ketika menjalani kegagalan dan keberhasilan hidup.Â
Semuanya bisa dimulai dengan memeluk mereka dan memberi senyuman hangat agar anak-anak tahu bahwa mereka tidak sendirian.Â