“Perempuan dan transisi energi memiliki kaitan yang erat. Selain sebagai pengguna, perempuan juga memiliki andil sebagai pencipta energi terbarukan”
***
Dunia tengah menghadapi gelombang panas berkepanjangan. Gelombang panas tersebut disinyalir muncul karena pengaruh pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), belerang dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metana (CH4), dan klorofluorokarbon (CFC).
Ada beberapa negara yang mengalami gelombang panas ekstrem. Di negara-negara wilayah Asia selatan bahkan ada yang mencapai suhu hingga 50 derajat celcius sehingga menelan korban jiwa sebanyak 13 orang.
Mengapa gelombang panas ekstrem terjadi? Beberapa pihak menilai bahwa itu disebabkan oleh pemanasan global. Yup, pemanasan global bukan isu semata. Pemanasan global telah membuat iklim dunia berubah.
Saat ini, dunia mengalami bencana-bencana ekologis, naiknya suhu udara, musim tak menentu, kekurangan air hingga gagal, panen. Melihat begitu besar dampaknya maka tiap negara mulai mencari solusi agar pemanasan global bisa diredam, salah satunya melalui transisi energi.
Di Indonesia, transisi energi menjadi hal krusial yang tengah dibahas setiap orang. Transisi energi menjadi salah satu jalan untuk meredam kenaikan gas-gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan.
Targetnya, tahun 2060, baik dunia maupun Indonesia akan mencapai Net Zero Emmision (NZE) melalui berbagai upaya termasuk transisi energi. Bisakah itu terealisasi? Tentu saja bisa. Hanya saja, untuk mencapai ke arah sana, terdapat beragam tantangan yang menghadang.
Menurut Presiden Joko Widodo, dalam pencapaian energi bersih melalui transisi energi, Indonesia menghadapi 3 tantangan,
Pendanaan