Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Biaya Perguruan Tinggi Mahal, Kamu Bisa Kuliah, Bersyukurlah!

24 Mei 2024   10:17 Diperbarui: 29 Mei 2024   02:58 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah (Sumber :Pixabay/Maura Nicolaita) 

"Ketika kamu memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, entah karena beasiswa atau biaya sendiri, bersyukurlah! Sebab, masih banyak anak di luaran sana tidak seberuntung dirimu"

Saat lulusan SMA, 22 dari 32 siswa di kelas, memutuskan untuk bekerja setelah lulus, termasuk teman satu bangku saya bernama Ria. 

Soal melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, dengan tegas Ria menolak. Kondisi perekonomian keluarga yang serba kekurangan membuat ia harus puas sebagai tamatan SMA. 

Memang, tak semua orang punya keberuntungan mengenyam pendidikan tinggi. Besarnya UKT tiap semester ditambah biaya hidup di tanah rantau, membuat banyak orang mengurungkan niat. 

Bila sudah begini, maka bekerja merupakan pilihan terbaik setelah menjalani wajib belajar 9 tahun, alih-alih mendaftar ke PTN atau PTS. 

Lantas, apakah memilih bekerja setelah lulus SMA itu salah? 

Oh tentu tidak, bekerja atau melanjutkan kuliah sama-sama pilihan tepat. Hanya saja, orang dianggap lebih menguasai bidangnya saat mengenyam pendidikan tinggi. 

Selain itu, melalui pendidikan tinggi, karier seseorang bisa lebih terbuka lebar. Sebab, di Indonesia, lebih banyak lowongan pekerjaan dengan kualifikasi sarjana. Iya gak? 

Ilustrasi kuliah (sumber : Pixabay/Nikolay Georgiev) 
Ilustrasi kuliah (sumber : Pixabay/Nikolay Georgiev) 

Beberapa waktu lalu, ketika mendengar pernyataan pemerintah bahwa kuliah tak wajib, saya sebenarnya berada pada posisi abu-abu. Saya setuju kuliah tidak wajib karena membutuhkan persiapan biaya tinggi. 

Meski mendapat beasiswa, tiap orang harus memiliki cadangan dana dari sumber lain agar bisa membayar kos, biaya makan, transportasi, hingga biaya keperluan kuliah. Tentu, bagi keluarga dengan ekonomi kurang, bekerja dulu pilihan terlogis.

Pada sisi lain, saya juga tidak setuju dengan pernyataan kuliah tak wajib. Mengapa? Karena, ketika lulus, kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk bekerja rata-rata lulusan S1, terutama pekerjaan bonafid di kota besar. 

Apakah lulusan SMA atau SMK tidak bisa bekerja di tempat bonafid? Bisa, tapi memerlukan perjuangan yang tak mudah. Kadang, membutuhkan bantuan orang di dalam perusahaan. 

Saya punya satu mutual di twitter yang punya skill keren soal coding dan programing. Dia seorang wanita dan lulusan SMK. Namun, ketika dia mendaftar bekerja, ternyata sangat susah. 

Rata-rata perusahaan tetap menanyakan track record pendidikan, minimal harus S1. Tahu kan kalau di Indonesia, usia dan tingkat pendidikan itu penting. 

Padahal, mutual twitter saya itu punya skill mumpuni, meski ia tak kuliah. Dia belajar semua itu secara otodidak. Bekerja keras upgrade skill di tengah keterbatasan. Sangat disayangkan. 

Cerita lain datang dari adik saya, karena kondisi ekonomi, adik tak bisa melanjutkan pendidikan ke PTN. Saat ini, adik hanya lulusan SMA di sebuah kota kecil. 

Selama mencari kerja, saya akui bahwa sebagian besar lowongan mengharuskan kriteria tertentu, misalnya usia 21-26 tahun (max) dan minimal pendidikan S1. 

Contoh nyatanya adalah lowongan sebagai CPNS dan FHCI BUMN. Keduanya memang menyediakan posisi untuk tamatan SMA sederajat. Tapi jumlahnya sangat minim. Tidak seperti posisi tamatan S1. 

Adanya kualifikasi tersebut, jelas membuat harapan adik untuk bekerja sebagai "orang kantoran" harus pupus. Saat ini dia bekerja sebagai karyawan pembersihan sarang walet. 

Melihat keduanya, baik mutual twitter maupun adik, saya jadi terpikir bahwa kuliah cukup penting bagi tiap orang yang ingin punya jenjang karier lebih baik. 

Dengan demikian, ketika kamu diberi kesempatan untuk berkuliah, entah melalui beasiswa atau uang pemberian orang tua, kamu wajib bersyukur. 

Jangan pernah menyepelekan dengan tindakan bermalas-malasan. Bahkan melakoni pergaulan bebas, yang biasanya menghambat aktivitas perkuliahan. 

Beberapa waktu lalu, melalui twitter @calo_terminal, saya membaca curahan hati seorang kakak yang kecewa pada adiknya. 

Dia mengatakan belum memaafkan adiknya walau sudah datang masa lebaran. Wajarkah menurut pendapat kalian jika si kakak bertindak demikian? 

Tangkap layar curhat seorang kakak (sumber : twitter @calo_terminal) 
Tangkap layar curhat seorang kakak (sumber : twitter @calo_terminal) 

Menurut saya, wajar bila si kakak kecewa berat terhadap perilaku si adik. Melihat besarnya pengorbanan si kakak untuk membiayai adiknya kuliah---yang tak semua orang bisa menikmati. 

Namun, si adik malah menyia-nyiakan kesempatan dan memilih untuk berkeluarga secara accident. Padahal, seandainya si adik mau bersabar, bisa jadi ia punya gelar dan merasakan leganya menjadi wisudawati. 

Tindakan menikah karena pergaulan bebas bukan saja dilarang agama, tapi juga mencederai kepercayaan orang-orang tersayang, yang sudah mau membiayai dengan peluh dan darah.

Tapi Ra, kakak si cewek juga gak berhak donk nuntut adiknya untuk jadi ini dan itu, walaupun ia sudah membiayai kuliah?

Memang, manusia tak bisa berekspektasi atau menuntut orang lain untuk menjadi ini dan itu, tetapi bukan berarti itu dijadikan alasan untuk mengkhianati harapan orang tersayang.

Seandainya mau introspeksi dan bersyukur, betapa beruntungnya orang yang bisa masuk ke PTN atau PTS, lalu menggali banyak pengetahuan di dalamnya, termasuk soal berorganisasi dan memperluas pertemanan. 

***

Pemerintah memang mencanangkan program wajib belajar 9 tahun yakni sampai SMA/SMK/MA. Namun bukan berarti pendidikan harus stop sampai di situ. Mau diakui atau tidak, jenjang yang lebih tinggi diperlukan.

Alasannya, meski dikatakan bahwa kuliah tidak wajib, namun di lapangan, kualifikasi pekerjaan lebih banyak menarik lulusan jenjang S1 atau sederajat, bahkan untuk sekelas CPNS dan BUMN. 

Adanya realita tersebut, saya berharap bahwa pemerintah dan segenap pihak terkait mau mempertimbangkan kembali soal kenaikan UKT hingga program lainnya yang dirasa memberatkan masyarakat kecil untuk berpendidikan. 

Satu hal lagi, bagi kalian yang saat ini bisa merasakan pendidikan tinggi di PTN atau PTS impian, bersyukurlah. Selesaikan kuliahmu dengan baik. Tak semua orang bisa seberuntung kalian! 

Sekian, salam hangat dari Nurul Mutiara R A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun