Sekarang saja kesenjangan sosial di sekolah bisa terlihat dari merek gawai, uang saku, bekal hingga sepatu. Ya kali mau ditambah dengan pembebasan pakaian?Â
Jangan-jangan nanti tiap siswa bukan mau sekolah nyari ilmu malah beradu outfit. Tentu ini bisa menaikkan kadar insecurity peserta didik, terutama dari kalangan tak berpunya. So, pemakaian seragam sekolah saya rasa sudah sangat tepat.Â
Bagaimana peran sekolah terhadap pengadaan seragam siswa?
Saya memiliki adik yang masih SMA. Pertama kali ia mendaftar sebagai siswa baru, biaya paling besar berasal dari uang pembangunan dan seragam.Â
Para siswa baru akhirnya diminta untuk mencicil biaya tersebut selama setahun. Beruntung, adik saya mendapat keringanan biaya dari sekolah sehingga orang tua tak merasa berat.Â
Bt the way, ketika ditanya alasan 'tak boleh' membeli seragam dari luar, pihak sekolah kurang memberi alasan yang cukup mengena. Mungkin saja supaya seragam yang dipakai siswa senada warnanya.Â
Kan ada tuh soalnya, karena membeli di toko yang berbeda, warna jadi berbeda juga, misal putih kebiruan, atau putih kekuningan karena lungsuran dari kakaknya. Saat berkumpul untuk upacara, warna jadi tak senada sehingga kurang elok.Â
Permasalahannya, tak semua siswa memiliki cukup dana untuk membeli seragam dengan harga lumayan itu. Hal inilah yang kemudian memunculkan protes di kalangan orang tua siswa.Â
Kalian mungkin pernah ingat kasus seragam sekolah mahal di Tulung Agung beberapa waktu silam. Sebuah SMA mewajibkan siswanya membeli seragam di koperasi sekolah dengan total harga Rp 2360.000
Informasi itu akhirnya viral, lantaran banyak orang tua siswa yang keberatan. Akhirnya, humas dari SMA itu klarifikasi bahwa pembelian seragam tidaklah wajib, sekolah hanya memfasilitasi saja.Â