"Bagi saya, puasa akan terasa lebih menyenangkan ketika bisa buka bersama di masjid"
Selama beberapa waktu ini, saya bersama adik selalu menyempatkan untuk buka bersama di masjid di dekat rumah. Jarak masjid dengan  rumah tak begitu jauh, sekitar 1 kilometer.Â
Biasanya, saya akan berjalan kaki. Tujuannya, supaya sepanjang jalan, saya bisa ngobrol bersama adik perihal banyak hal, mulai dari rencana masak hingga rencana jalan-jalan menuju buka.Â
Sebenarnya, di rumah ada nasi dan lauk yang cukup untuk berbuka. Hanya saja, berbuka bersama di masjid, mengajak pikiran saya bertualang tentang masa kecil.Â
Ada masa ketika masjid menjadi tempat memorabel untuk melepas rindu. Terlebih bila mendengar tarhim sebelum adzan Magrib. Saya jadi teringat masa-masa memakai mukena kedodoran sambil membawa buku harian ramadan. Terasa baru kemaren masa kanak-kanak itu terjadi.
Oke, back to story. Sore ini, saya dan adik akan buka bersama di Masjid bernama Al Ikhlas. Masjid ini cukup besar dengan halaman yang luas. Ketika kami datang sekitar pukul 17.00 WIB, sudah ada beberapa orang yang duduk.
Para ibu beserta anak-anak kecil terlihat menyimak tausiah sebelum buka. Sekitar pukul 17.20, minuman teh manis sudah dibagikan beserta kurma. Bila beruntung, kami akan mendapat bakwan atau tempe goreng.
Yang menarik, makanan besar berupa nasi akan dibagikan setelah sholat Magrib terlaksana. Nasi dengan lauknya tersaji dalam piring-piring keramik. Semua orang, hanya bisa makan di masjid, tak bisa dibawa pulang.Â
Pukul 17.50 WIB, tausiah pun diakhiri. Bedug berbunyi menandakan adzan maghrib akan segera berkumandang. Dengan ucapan "Alhamdulillah" dan doa berbuka puasa, saya meneguk teh hangat dan melahap tiga biji kurma. Nikmat sekali.Â
Sekitar pukul 18.04 WIB, seruan untuk sholat magrib pun berkumandang. Saya dan adik yang sudah berwudhu sejak awal, telah bersiap untuk sholat. Kami telah menggelar sajadah dan berdiri pada posisi masing-masing.Â
Setelah ucapan salam kedua selesai, tiba-tiba barisan sholat anak laki-laki langsung bubar dan menuju ke meja. Mereka berebut ambil makanan berat alias nasi. Saya dan lainnya pun tak mau ketinggalan. Untung mukena dan sajadah sudah saya rapikan.Â
Kami seperti sedang melakukan "War" takjil. Jujur, seandainya saya tak mendapat nasi dan lauk pun, itu bukan masalah. Toh saya sudah makan kurma serta minum. Di rumah juga ada makanan. Tapi sensasinya itu loh, bedaaaa.Â
Pokoknya mah, asal sudah minum, aman bagi saya, soalnya haus adalah hal menantang ketika berpuasa. Terlebih, suhu sekarang cukup panas mulai dari 30-32°.
Bersyukurnya, di Masjid Al Ikhlas, selalu ada cukup makanan berat untuk berbuka. Bagi saya, makanan yang tersaji memang sederhana. Tapi terasa nikmat dan membuat candu untuk selalu datang.Â
Nampak nasi, tahu goreng, ikan panggang, sambal dan di bawahnya ada semangkuk sayur bayam. Gimana, sederhana sekali bukan? Tapi jangan tanya, ini enak sekali.Â
Mungkin makanan di rumah bisa lebih variatif, namun ini bukan soal enak atau banyaknya makanan, tetapi soal vibes Ramadan yang tak pernah terganti.Â
Saya ingin, setiap waktu bisa mengingat vibes Ramadan ketika bertemu dengan masjid. Bukankah dengan begini, akan selalu ada kerinduan terhadap Ramadan dan masjid?Â
Bukber sekaligus Berdonasi di Masjid, Kenapa Enggak?
Ketika berbuka puasa di masjid, biasanya saya akan membawa uang secukupnya untuk disedekahkan melalui kotak amal.Â
Menurut saya, berdonasi di masjid merupakan salah satu cara aman beramal. Terlebih, manfaatnya juga bisa dirasakan multi pihak. Selain berguna untuk pembangunan masjid itu sendiri, donasi di masjid juga menghidupkan ekonomi pengelola serta orang-orang yang berhak menerima melalui program masjid.
Di masjid-masjid dekat rumah misalnya, hasil pengelolaan uang donasi dimanfaatkan untuk penataan internal masjid seperti penyediaan perlengkapan sholat, pembangunan, pengadaan Al quran, karpet, hingga toilet bersih yang nyaman bagi semua pengunjung.Â
Saat berbuka, jumlah makanan berat maupun takjil cukup melimpah. Semua makanan berbuka itu berasal dari para donatur yang dermawan. Biasanya, tiap jumat, sedekah dari para donatur akan dibacakan oleh petugas masjid sebagai bentuk transparansi.
Well, soal berdonasi, selain melalui aplikasi terpercaya, saya biasanya memilih ke masjid langsung. Alasannya, lebih tepat sasaran. Apalagi melihat problematika berdonasi di media sosial yang kerap dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggungjawab. Rasanya semakin skeptis untuk memberi ke sembarangan orang. Apakah kalian juga demikian?
Baiklah, itu dia sekelumit cerita saya dan adik yang melakukan ngabuburit, buka bersama sekaligus donasi secara bersamaan di masjid dekat rumah. Semoga di bulan Ramadan ini keberkahan dan rezeki berlimpah selalu Allah berikan untuk kita semua. Aamin.
Salam hangat dari Nurul Mutiara R A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H