"Kalau harga beras naik ribut, dunia serasa mau kiamat, tapi harga skincare naik yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan diam saja. Harga handphone naik diam saja, harga rokok naik diam saja, harga baju naik diam saja, harga mobil, harga motor naik diam saja. Enggak ribut"
Saya sempat heran ketika seorang tokoh politik mengatakan hal itu di media sosial. Membandingkan dua hal yang tak bisa dibandingkan. Lah kok gak bisa dibandingkan? Jelas donk!
Era kiwari, skincare memang dibutuhkan untuk merawat diri. Supaya wajah terlihat glowing and shimmering sehingga memperkuat rasa percaya diri.Â
Namun demikian, meski skincare dibutuhkan, itu tetap tak bisa disandingkan atau dibandingkan dengan fungsi beras. Sebab, beras merupakan salah satu makanan pokok.
Makanan pokok masuk sebagai kebutuhan primer. Kebutuhan vital yang harus dipenuhi. Tanpa makanan pokok, manusia akan kelaparan dan bisa jadi mati lemas. Berbeda pada penggunaan skincare, tanpa skincare sekalipun, manusia masih bisa hidup. Sehat wal afiat.
Perlu diketahui bahwa skincare zaman sekarang punya variasi harga dan manfaat yang bermacam-macam. Tetapi, tak semua orang menggunakannya.
Saya pernah mengenal orang yang tak bisa memakai skincare karena karakter kulit muka yang mudah berjerawat saat terkena zat kimia buatan.Â
Dengan demikian, dia hanya memakai skincare dari bahan alami seperti parutan timun, wortel dan lainnya.
Baginya, skincare hanyalah tambahan yang tak perlu dipikirkan, seandainya keberadaannya langka sekalipun. Tapi beras atau kebutuhan pokok lainnya? Jika harganya mahal atau langka, orang akan kelabakan.
Panic buying bisa jadi tak terhindarkan. Beras dikonsumsi setiap hari, selama hidup.
Saya sendiri merupakan pengguna skincare dari muka sampai kaki. Untuk muka saja bisa melalui beberapa step, mulai dari facial wash untuk cuci muka, serum, sunscreen saat siang hari hingga moisturizer ketika malam hari.
Biasanya, total saya membeli skincare untuk penggunaan sebulan menghabiskan dana sekitar Rp 150.000. Total jumlah dana bisa berubah tergantung harga tiap skincare yang saya beli.
Jika sedang berhemat, saya akan membeli skincare dengan harga murah meriah, kisaran Rp 20.000 hingga Rp 40.000 untuk dua minggu pemakaian.Â
By the way, sekarang sudah banyak dijual skincare merek lokal dengan kualitas oke tapi harga affordabel. Jadi saya selalu punya alternatif mengganti skincare dengan harga tinggi.
Skincare Mahal, Siapa yang Ribut?Â
Bicara soal skincare, kira-kira siapa orang yang akan ribut bila harganya naik? Berdasarkan apa yang telah saya alami, kebanyakan para pengguna skincare tak akan ribut jika harga skincare favorit mereka naik.Â
Skincare bukan kebutuhan pokok. Orang menggunakan skincare jika memiliki uang berlebih. Jika tidak, ya stop dulu sampai bisa punya uang cukup untuk membeli.
Pengalaman, bila harga skincare di atas Rp 100.000, saya akan menggunakannya sehemat mungkin. Atau, menggantinya dengan merek lain yang lebih murah namun cocok, lolos BPOM serta berkualitas.
Oh iya, rata-rata pengguna skincare merupakan perempuan, meski saat ini juga tersedia skincare untuk laki-laki. Itu pun tak semua perempuan butuh skincare untuk perawatan wajah mereka. Bisa jadi, ada orang yang memanfaatkan bahan alami untuk perawatan sehingga tak membutuhkan budget lebih.Â
Dengan demikian, kalau harga skincare naik, gak bakal bikin ribut banyak orang. Bukankah barang-barang tersier selalu begitu, tak membuat resah karena nilai kepentingannya tidak mendesak?
Beras Mahal, Siapa yang Ribut?Â
Beda dengan skincare, seandainya harga beras mahal, yang ribut bukan hanya ibu-ibu saja, tetapi juga para bapak dan anak-anak yang memerlukan makanan.Â
Lha mau gimana? Setiap orang, gak pandang gender, suku, agama, dan tempat tinggal, semuanya butuh makan sebagai sumber tenaga. Kalau gak makan, tubuh akan terasa lemas dan akhirnya gak bisa produktif.
Saat ini harga beras bekisar Rp 15.000-Rp 17.000. Padahal sebelumnya berada di rentang harga Rp 11.000-Rp 12.000. Bayangkan saja, beras kebutuhan pokok.Â
Semua orang perlu kenyang. Jadi, kalau harga beras atau makanan pokok lainnya naik, saya yakin, warga se-Indonesia---yang mengonsumsi makanan pokok beras---bakal ribut.
Kesimpulan
Jika harus memilih antara punya wajah glowing atau perut kenyang, normalnya orang akan memilih perut kenyang terlebih dahulu.
Percuma jika punya uang untuk membeli skincare tapi tak bisa makan sehingga merasa lemas karena kelaparan.
Orang tak memakai skincare tetap bisa bekerja dan beraktivitas produktif, namun orang tak makan akan lemas karena tak disuplay energi dari karbohidrat yang berasal dari beras.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa beras dan skincare gak bisa disandingkan atau dibandingkan. Keduanya memiliki fungsi dan level kebutuhan yang berbeda. Skincare masuk kebutuhan tersier sedangkan beras masuk sebagai kebutuhan primer. Tak semua orang butuh skincare, tapi semua orang butuh makan.Â
So, bagaimana dengan pendapat kalian, memilih glowing dulu atau kenyang dulu? Kalau saya, kenyang dulu sih, karena badan sering nge-reog kalau ngerasa lapar. Tapi, kalau ada rezeki lebih, tentu saja bakal milih keduanya, glowing penuh percaya diri plus perut kenyang.Â
Salam hangat dari Nurul Mutiara R A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H