Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Pentingnya Mencintai Diri Sendiri Dulu Sebelum Mencintai Orang Lain

9 Mei 2024   16:08 Diperbarui: 10 Mei 2024   15:10 2838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencintai adalah kelaziman manusia sebagai makhluk hidup. Tanpa mencintai, hati manusia akan mati, terasa hambar, tak berwarna-warni. Namun demikian, mencintai orang lain tetap memerlukan boundaries agar hak pribadi tak ditekan. 

***

Sebuah cerita kali ini datang melalui platform instagram. Saat itu, ada sebuah postingan reels berupa pertanyaan "Hal apa yang menjadi penyesalanmu dalam hidup". 

Seorang perempuan memberikan komentarnya. Ia menulis cukup panjang dan lengkap. Mungkin itu cara meringankan beban di hati, melalui ketikan keypad ponselnya. 

Sebut saja namanya Ratna (bukan namanya sebenarnya). Ratna merupakan satu dari sekian banyak akun IG yang berbagi cerita melalui komentar. Ia mengatakan  menyesal telah menikah dengan lelaki pilihan ibunya. 

Bukan tanpa alasan. Lelaki yang kini jadi mantan suaminya itu punya karakter temperamental. Suka melakukan kekerasan verbal dan fisik ketika marah. Bahkan untuk hal-hal sepele seperti meletakkan baju. 

Sebenarnya, karakter mantan suami sudah terlihat ketika keduanya dekat. Namun, karena alasan tidak enak pada ibu dan harapan si lelaki berubah setelah menikah, Ratna tetap melanjutkan hubungan itu. 

Nyatanya, setelah menikah, mantan suami Ratna semakin sering bertindak kasar. Tak kuat selama 7 tahun mengalami kekerasan verbal maupun fisik, Ratna memutuskan untuk berpisah. 

Akhirnya, ia bisa merasa lega hingga mau membagikan ceritanya via komentar. Kini, Ratna hidup bersama buah hati semata wayangnya yang berusia 4 tahun.

Ratna sempat mengatakan menyesal karena menikah dengan lelaki yang dijodohkan atas saran sang ibu. Padahal, ia bisa saja menolak sejak awal dengan memberi alasan yang masuk akal. 

Ada banyak cerita seperti Ratna ini ditemukan eksistensinya. Menikah itu keputusan seumur hidup. Melalui ikatan pernikahan, diharapkan muncul penyatuan antara dua insan untuk saling melengkapi. Bukan saling mendominasi.  

Pada realitanya, banyak orang salah memilih pasangan hingga akhirnya harus menderita. Yang paling buruk, harus meregang nyawa karena mendapat kekerasan fisik dari pasangan toxic. 

Mengapa Susah Lepas dari Pasangan Toxic? 

Beberapa waktu lalu,  diberitakan seorang dokter kabur dari rumah dan meminta pertolongan karena tindak kekerasan yang dialaminya. Pelaku kekerasan itu suami korban bernama Willy Sulistio.

Diketahui, dokter perempuan bernama Cory tersebut mengalami kekerasan fisik mulai dari dipukul, dilempar piring, hingga diancam menggunakan pisau. 

Setelah ditelusuri lebih lanjut, dokter Cory telah mengalami kekerasan sejak lama. Hanya saja, ia tak melapor. Puncaknya saat si suami mengancamnya dengan pisau, ia baru berani untuk bersuara. 

Netizen yang tahu mengenai sikap si suami segera membela si dokter. Mereka bahkan melaporkan si suami ke polisi. Tak beberapa lama, si suami pun ditangkap. 

Anehnya, setelah si suami ditangkap oleh polisi, terdapat informasi lanjutan bahwa dokter Cory berkeinginan mencabut gugatan. Meski demikian, petugas tetap memproses kasus tersebut.

Mengetahui keputusan tersebut, netizen sempat kecewa. Sangat disayangkan bila dokter Cory tak memproses hukum suami yang sudah membuat ia ketakutan.

Why? Padahal ia sudah jadi korban kekerasan fisik dan terancam nyawanya. Kok masih aja mau mencabut tuntutan. Si dokter pun turut menyumbang deret kasus orang yang sulit menjauh dari tindak kekerasan. 

Apa yang membuat manusia sulit menjauh dari pasangan toxic?

Bermacam pertanyaan muncul di benak. Mengapa korban sangat sulit untuk lepas dari jeratan iblis pelaku kekerasan. Apakah karena takut, merasa bersalah atau karena alasan memiliki anak (untuk pasangan yang telah menikah)?

Ada beberapa orang yang mengaku bahwa mereka sulit keluar dari jeratan pasangan toxic karena memiliki anak. Perempuan terkadang tak memiliki pilihan karena tak ingin anak mengalami broken home. 

Dengan demikian, banyak orang mempertahankan rumah tangga meski sudah tak bisa diselamatkan bahkan cenderung membahayakan.

Ada satu cerita lagi yang berhubungan dengan self love. Beberapa waktu ini, saya membaca berita ramai mengenai youtuber gaming bernama Fat Cat yang bunuh diri karena ditinggal kekasihnya. 

Padahal, Fat Cat mau memberikan apapun yang ia punya kepada mantan kekasih. Ia rela makan sayuran demi berhemat, padahal ia suka burger. Lalu tabungan yang ia kumpulkan rela diberikan ke mantannya hingga habis. 

Nah, meski sudah diberi banyak hal oleh Fat Cat, nyatanya si mantan tetap memutuskan hubungan percintaan mereka. Akhirnya, Fat Cat mengambil tindakan ekstrim. Dia melompat dari jembatan sungai Yang Tze dan meninggal. 

Cerita yang cukup memilukan. Dari Fat Cat, kita perlu belajar untuk mencintai diri sendiri terlebih dahulu sebelum mencintai orang lain. Kenyataannya, meski kita baik pada orang lain, orang belum tentu berbuat hal yang sama. Termasuk soal percintaan. 

Mendahulukan orang lain itu bagus, namun bila itu mencederai perasaan diri sendiri. Maka itu termasuk perbuatan zalim terhadap diri sendiri. 

Yuk, Mulai Cintai Diri Sendiri!

Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa mencintai diri sendiri termasuk perbuatan egois. Padahal, mencintai diri sendiri dan egois merupakan dua hal yang berbeda.

Mencintai diri sendiri bukan berarti kamu egois, melainkan menghargai diri sendiri layaknya kamu menjunjung tinggi eksistensi orang lain. 

Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencintai diri sendiri yaitu,

Pertama. Mengakui eksistensi diri. Mengapa diri ini dilahirkan ke dunia? Lalu apa tujuan Tuhan menciptakan kita di dunia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab secara individu. 

Mengakui eksistensi diri membuat kita bisa paham bahwa di dunia ini, kita punya andil dalam mengambil setiap keputusan, bukan berdasar penilaian orang lain. 

Kedua. Menghilangkan sifat tak enakkan. Salah satu hal yang membuat kita secara tak sadar menyiksa diri sendiri karena sifat gak enakan. Akhirnya, bila sifat gak enakan lama terpelihara, maka menimbulkan gejolak. Misal, soal utang piutang. 

Ketiga. Hindari sikap selalu ingin berkorban untuk orang lain. Sikap ini baik, namun jika dibiasakan, maka akan merasa bersalah tiap kali memikirkan diri sendiri. 

Beberapa waktu lalu, seorang ibu berbagi beban via platform x, kurang lebih seperti ini ceritanya, 

Sumber : akun Foodfess2 twitter
Sumber : akun Foodfess2 twitter

Si ibu adalah orang yang baik. Mungkin semenjak kecil, ia selalu dilatih untuk mengutamakan orang lain ketimbang diri sendiri. Hal itu baik, namun jika terlalu berlebihan justru merusak diri sendiri. 

Ada kalanya manusia harus tegas dan membela kemauannya. Tak melulu berkorban untuk orang lain. Nyatanya, karena kebiasaan berkorban si ibu, anak dan suaminya tak tahu kalau si ibu juga membutuhkan ketenangan saat makan sate. 

Selain si ibu, kasus youtuber Fat Cat di China, juga bisa jadi pelajaran bahwa berkorban untuk kekasih belum tentu akan diberi effort yang sama. Nyatanya, hingga tabungan Fat Cat habis pun, si pacar tetap menyatakan putus. 

Keempat. Gunakan logika ketika bertindak. Adakalanya logika menjadi tumpul saat hati tengah berbunga-bunga. Orang yang sedang jatuh cinta tak akan mempan diberi kata-kata apapun, meski itu kebenaran. 

Logika menjadi kunci utama, agar kita mampu berpikir serta mengambil keputusan secara tepat. Orang yang terkena toxic relationship misalnya, ia sudah tahu disakiti dan kerap dibela keluarga atau teman. Namun, karena logika hilang, susah untuk disadarkan. 

***

Ketika lahir ke dunia, manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk individu. Dengan demikian, manusia harus belajar untuk hidup sebagai individu disamping sebagai makhluk sosial.

Dengan demikian, mencintai diri sendiri terlebih dahulu itu sangat penting. Setelah sadar akan hal tersebut, mulailah mencintai orang lain dengan memberikan batasan-batasan dalam bersosialisasi. Sekian. 

Salam hangat dari Nurul Mutiara R A

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun