Bertemu sahabat yang sudah lama tak bersua, harusnya menjadi momen menyenangkan. Namun bagaimana bila ternyata sebaliknya?
Waktu itu merupakan kepulangan saya ke kota kelahiran setelah menyelesaikan kuliah. Tiba-tiba, sebuah notifikasi Facebook membuat saya mengenang kembali foto masa SMP dulu bersama dua sahabat saya.Â
Kangen. Iya, rasanya ingin bertemu mereka kembali setelah berpisah selama kurang lebih 10 tahunan. Melalui mutual facebook--yang juga teman, tapi tak dekat--saya meminta nomor ponsel sahabat saya. Barangkali ia punya karena rumahnya satu desa.Â
Seminggu kemudian, teman saya menghubungi via messenger dan memberi nomor sahabat SMP. Bahagia rasanya. Dengan semringah, saya hubungi sahabat, berharap saya diperbolehkan main ke rumahnya.Â
Tentu saja, setelah saya menghubungi. Sahabat saya juga bahagia dan menanyai kabar saya selama ini. Dan pada momen itulah saya meminta izin untuk main ke rumahnya, tujuannya untuk bersilaturahmi dan berbagi cerita. Dia membolehkan.
Seminggu kemudian, saya bersama adik bermain ke rumah sahabat saya. Sebut saja ia bernama Ratna. Rumahnya masih sama, berada di samping sungai Pencongan dan ada warung sederhana depan rumahnya.Â
Setelah saya mengetuk pintu dan memanggil beberapa kali, Ratna akhirnya muncul dari dalam rumah. Ia tersenyum ramah dan segera mempersilahkan saya dan adik untuk duduk.Â
Setelah cukup lama kami melepas rindu, Tiba-tiba dia menawari saya dagangan dengan nada cukup memaksa. Pernah kena prospek MLM? Nah, itu yang sedang Ratna lakukan ke saya dan adik.Â
Saya yang semula merasa bahagia tiba-tiba berubah perasaan. Rasanya cukup mengganggu karena cara Ratna mengenalkan produk cukup memaksa. Saya yang waktu itu ingin cerita banyak hal akhirnya hanya diam seribu bahasa.Â
Saya hanya bisa senyam-senyum dan memperhatikan dengan seksama cara dia mempromosikan produknya yang berapi-api itu. Setelah selesai, dia mengeluarkan nota dan menanyakan apakah saya mau beli produknya atau tidak.Â