Jamu adalah hasil budaya dalam bentuk minuman tradisional. Minuman jamu sering dimanfaatkan untuk pereda atau sakit tertentu. Semisal jamu kunyit asam, biasa diminum perempuan agar menstruasi bisa lebih lancar dan tak merasa nyeri.Â
Bicara soal Jamu, saya jadi teringat pernah ke Desa Kiringan di Bantul, Yogyakarta dan menemukan bahwa sebagian besar para ibu di sana berjualan jamu tradisional.Â
Bu Yati, salah satu pedagang jamu mengatakan bahwa mereka memang suka menanam apotik hidup untuk kebutuhan pribadi. Selanjutnya, ada permintaan cukup banyak sehingga beberapa rumah memutuskan untuk memproduksi Jamu.Â
Saat ini Desa Kiringan masuk sebagai Desa Wisata jamu gendong. Bila kamu berkunjung dan membuat travel story di sana, kamu bisa menemukan patung jamu gendong sebagai tanda.Â
Trah jamu gendong di wilayah Kiringan sudah dibentuk secara turun temurun. Dalam prosesnya pun warga masih menggunakan peralatan-peralatan tradisional, bahannya juga diambil dari tanaman TOGA di pekarangan rumah.
Beberapa tahun yang lalu, saat masih kuliah dan berorganisasi, saya bersama dengan teman-teman mengunjungi Dusun Kiringan dan menyaksikan bagaimana jamu-jamu tradisional dibuat.
Jamu tersebut tak dimasukkan ke dalam botol-botol kaca. Tapi dimasukkan ke tumbler plastik yang biasa dipakai ketika berpergian. Alasannya, menurut Bu Yati, sudah terbiasa memakai tumbler tersebut karena tak mudah pecah.Â
Jamu tradisional, meski terkesan dalam pembuatannya kurang memenuhi standar higienis karena masih dengan cara-cara manual, namun bagi sebagian orang justru disanalah daya magisnya.Â
Pernah saya tanya konsumen jamu bernama Bu Yuli. Ia mengungkapkan tidak masalah bila jamu yang dibelinya dibuat oleh tangan karena baginya itu hal yang wajar karena belum ada mesin.Â