Beneran. Bagi saya kala itu, Kismis menghadirkan ketakutan hebat dalam diri saya. Gambaran hantu-hantu yang diilustrasikan seolah muncul nyata dan bakal mendatangi ketika saya berada di tempat gelap atau sendirian.
Tak heran, tiap hendak ke toilet---yang sebenarnya berada di dalam rumah---saya tak pernah berani sendirian. Pasti selalu minta ditemani orang tua. Dan ketakutan itu melekat sampai saya kelas 3 SMA.
Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca sebuah ulasan mengenai Budaya Sensor Mandiri yang disosialisasikan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) untuk mengatasi dampak buruk tontonan yang dikonsumsi anak-anak di bawah umur.
Di sini, peran orang tua, kakak, bibi, paman, kakek, nenek dan anggota keluarga lainnya begitu penting. Mereka adalah pihak-pihak yang punya andil menyortir tiap tontonan, entah di rumah melalui televisi maupun bioskop.
Nah, melihat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan bila mengajak anak nonton film horor, tentu sebagai orang dewasa, perlu adanya kecerdasan memilih tayangan dan mengendalikan ego.
Budaya sensor mandiri harus jadi pijakan utama orang tua agar tontonan anak-anak bisa lebih baik dan bermutu. Hal ini berkaitan dengan mental mereka ke depannya.
Jangan karena ego dan kebodohan, anak akhirnya menjadi korban. Dengan demikian, saya rasa menonton film horor bersama anak kecil, Big No! Jangan pernah lakukan jika kamu menyayangi anakmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H