Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengenal Pindang Tetel, Kuliner Pekalongan yang Nggak Ada Pindangnya

20 Mei 2021   15:34 Diperbarui: 20 Mei 2021   15:36 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi orang asli Pekalongan atau pernah tinggal lama di Pekalongan, mestinya sudah katam dengan makanan bernama Pindang Tetel. Yap, kuliner berbahan dasar kluwak untuk kuahnya dengan isi tetelan daging ini menjadi sajian khas masyarakat kota batik yang tak boleh dilewatkan.

Berkenaan dengan Pindang Tetel, meski ada embel-embel kata Pindang, namun pada kenyataannya tak ada bahan ikan sama sekali di dalamnya. Awalnya saya juga bingung mengapa bisa dinamai demikian. Usut punya usut ternyata ada alasan dibalik penamaannya.

***

Suatu hari saya memposting tengah makan Pindang Tetel di story instagram. Tiba-tiba seorang kawan yang berasal dari kota lain nyeletuk bahwa ia kangen dengan kuliner berkuah hitam nan berminyak tersebut.

Ceritanya, tahun 2019 lalu, teman saya berkunjung ke Pekalongan karena mengikuti kegiatan komunitas. Ia kemudian disuguhkan beberapa kuliner khas Kota Batik seperti Tauto, Garang Asem, Nasi Megono, Kluban, termasuk Pindang Tetel.

Dia awalnya memang merasa asing dengan rasa khas kuliner Pekalongan. Wajar, masyarakat pesisir utara cenderung suka dengan makanan-makanan bercita rasa asin serta pedas. Sedangkan teman saya terbiasa mengecap makanan bercita rasa asam dan manis.

Setelah kurang lebih seminggu tinggal di Pekalongan, teman saya akhirnya mulai beradaptasi dengan rasa Pindang Tetel. Meski demikian, tetap saja ada masakan lain yang belum bisa diterima lidahnya seperti Tauto dan Megono. Its okay, bisa dipahami.

Sedikit bercerita mengenai awal mula saya makan Pindang Tetel. Dulu, di Desa Pacar, tempat saya lahir, setiap tanggal 17 Agustus, beberapa RT mengadakan acara makan gratis sebagai perayaan. Nah, salah satu menu favorit yang diincar warga adalah si Pindang Tetel ini. 

Pertama kali memakannya, saya aduk-aduk si Pindang Tetel, berharap menemukan potongan atau daging Pindang utuh di dalamnya. Tapi nyatanya zonk. Saya tak menemukan bahan makanan dari laut sama sekali.

Yang muncul diantara kuah hitamnya justru tetelan daging, toel (kulit sapi), taoge, krupuk usek (krupuk khas Pekalongan yang digoreng menggunakan pasir) dan bawang goreng. Hey, Apa-apaan ini! mana ikannya? Itu yang ada di benak saya kala itu hehe

Setelah saya selisik lebih jauh, Pindang Tetel memang bukan makanan yang berbahan utama ikan pindang. Ia merupakan singkatan dari Paling Enak Daging Tetel yang berarti bakal cocok bila disajikan dengan isi tetelan daging. Lah, pantes gak ada bahan pindangnya. Lha wong rupanya itu singkatan! 

Menukil informasi dari Cintapekalongan.com, Pindang Tetel berasal dari Desa Ambokembang, Kecamatan Kedungwuni, Pekalongan. Ide awal kuliner ini bermula ketika masyarakat mencari masakan yang cocok dengan bahan kluwak yang kala itu melimpah ruah.

Saking melimpahnya si kluwak dan bingung hendak dibuat apa, beberapa warga berinisiatif melakukan riset kuliner. Kluwak dicampur tempe ternyata kurang cocok. Kemudian dengan tahu goreng, tetap saja tak cocok.

Setelah beberapa kali coba-mencoba bahan (trial and eror gitulah), faktanya kluwak berjodoh bila disandingkan dengan daging, kulit atau tetelan sapi. Tentu, ini menjadi berita gembira bagi masyarakat daerah Ambokembang. Melalui trial and eror itu terciptalah kuliner khas yang turut direkomendasikan saat ada wisatawan datang ke Pekalongan.

Well, sesuai judul, karena memang tidak ada ikan pindangnya sama sekali, maka saya ingin sedikit mendedah isian dari kuliner lezat ini. Ya, paling tidak supaya pembaca bisa mengenalnya.  Kan ada tuh pepatah yang bilang kalau tak kenal maka tak sayang, kalau tak sayang, gimana mau memakannya coba?

Pindang Tetel memang mirip dengan Rawon. Bahkan beberapa ulasan menyebutnya sebagai Rawonnya Pekalongan. Tapi tetap kok, Pindang Tetel memiliki perbedaan dengan Rawon yakni dari segi kekentalan kuah dan isiannya. 

Sumber : Editan Pribadi
Sumber : Editan Pribadi

Isian yang pertama adalah Kerupuk Usek. Pernah mendengar mengenainya? Usek merupakan kerupuk khas Pekalongan yang digoreng tidak menggunakan minyak melainkan menggunakan pasir.

Di Pekalongan, usek cukup dikenal dan biasa disajikan ketika berkumpul bersama teman-teman. Semisal dimakan bersama sambal rujak buah dan makanan tradisional lainnya. Rasanya? Asin dan bertekstur kering karena digoreng dengan pasir. 

Katanya nih, Pindang Tetel tak bisa diberi kerupuk yang digoreng menggunakan minyak karena akan mengurangi rasa khasnya. Entahlah itu benar atau tidak. Yang pasti, Usek goreng pasir memang mantap bila dicampur dengan kuah Pindang Tetel. 

Baiklah, isi selanjutnya dari Pindang Tetel adalah taoge. Yap, sayuran ini memang umum bila dicampurkan dengan makanan berkuah seperti bakso atau soto. Bila taoge sudah dimasukkan ke kuah Pindang Tetel, ada aroma khusus yang menguar dan membuat ngiler. Yummy. 

Isi yang ketiga dan utama adalah tetelan atau daging sapi kecil-kecil. Bila harga tetelan dirasa mahal, beberapa penjual kerap menggantinya dengan kulit sapi yang mana di Pekalongan disebut Toel. 

Bila kamu dalam keadaan lapar dan semua isian itu belum cukup, penikmat juga bisa menambahkan lontong agar lebih kenyang. Biasanya tiap warung Pindang Tetel menyediakan lontong dan kerupuk usek secara terpisah di meja.

Harga satu porsi Pindang Tetel cukup bervariasi, tergantung isinya. Kalau menggunakan daging sapi atau tetelan bisa mencapai Rp 15.000-Rp 19.000. Namun  bila menggunakan Toel, harganya bisa lebih murah, sekitar Rp 8000-Rp 11.000.

Sumber: Instagram Pekalongan Foodfess
Sumber: Instagram Pekalongan Foodfess

Di daerah tempat saya tinggal, penjual Pindang Tetel memang jarang ditemui, makanya saya memilih membelinya via aplikasi ojek online. Namun bila kamu ingin makan langsung di warungnya, bisa datang ke Desa Ambokembang--asal muasal makanan ini.

Gimana, udah bisa membayangkan visual dan kenikmatan rasanya? Kalau belum, mungkin  ketika pandemi teratasi, kamu bisa lho mampir ke Pekalongan untuk mencicipinya.

Itu dia secuil cerita mengenai salah satu kuliner khas Kota Pekalongan bernama Pindang Tetel. Sebenarnya masih banyak kuliner lainnya yang ingin saya ulas juga. Tapi saya simpan dulu saja untuk lain waktu.

Sumber gambar: Indotravel
Sumber gambar: Indotravel

Baiklah, kalau semisal kamu berwisata ke Pekalongan, jangan cuma tertarik batiknya saja ya. Tapi mampirlah juga ke beberapa lokasi kuliner unik, yang tentu saja akan membuatmu rindu untuk kembali bersua. Semoga bermanfaat dan salam hangat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun