Isi yang ketiga dan utama adalah tetelan atau daging sapi kecil-kecil. Bila harga tetelan dirasa mahal, beberapa penjual kerap menggantinya dengan kulit sapi yang mana di Pekalongan disebut Toel.Â
Bila kamu dalam keadaan lapar dan semua isian itu belum cukup, penikmat juga bisa menambahkan lontong agar lebih kenyang. Biasanya tiap warung Pindang Tetel menyediakan lontong dan kerupuk usek secara terpisah di meja.
Harga satu porsi Pindang Tetel cukup bervariasi, tergantung isinya. Kalau menggunakan daging sapi atau tetelan bisa mencapai Rp 15.000-Rp 19.000. Namun  bila menggunakan Toel, harganya bisa lebih murah, sekitar Rp 8000-Rp 11.000.
Di daerah tempat saya tinggal, penjual Pindang Tetel memang jarang ditemui, makanya saya memilih membelinya via aplikasi ojek online. Namun bila kamu ingin makan langsung di warungnya, bisa datang ke Desa Ambokembang--asal muasal makanan ini.
Gimana, udah bisa membayangkan visual dan kenikmatan rasanya? Kalau belum, mungkin  ketika pandemi teratasi, kamu bisa lho mampir ke Pekalongan untuk mencicipinya.
Itu dia secuil cerita mengenai salah satu kuliner khas Kota Pekalongan bernama Pindang Tetel. Sebenarnya masih banyak kuliner lainnya yang ingin saya ulas juga. Tapi saya simpan dulu saja untuk lain waktu.
Baiklah, kalau semisal kamu berwisata ke Pekalongan, jangan cuma tertarik batiknya saja ya. Tapi mampirlah juga ke beberapa lokasi kuliner unik, yang tentu saja akan membuatmu rindu untuk kembali bersua. Semoga bermanfaat dan salam hangat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H